17. Kembali Ke Tyichiza

7 1 0
                                    

Setelah berhasil kabur dari penjara, Aksyatra tidak tahu harus ke mana. Dia sudah kehilangan rumahnya dan terusir dari negerinya. Satu-satunya yang dibutuhkannya adalah tempat yang tenang untuk merenung, dan salah satu tempat paling tenang yang diketahuinya selain rumahnya adalah Air Terjun Zigar.

Selain itu, tempat itu juga merupakan tempat di mana ayah dan ibunya dimakamkan. Rasanya sudah lama sekali dirinya tidak berkunjung ke sana, jauh di lubuk hatinya dia merasa sangat rindu. Rindu yang begitu dalam dan parah, dan tak terobati.

Akan tetapi, alih-alih melanjutkan perjalanannya ke Utara, Aksyatra justru memutuskan untuk berhenti. Itu karena di tengah perjalanannya takdir mempertemukannya dengan Razin. Pertemuan yang tak disengaja itulah akhirnya yang mengubah arah tujuan Aksyatra. Razin membutuhkan bantuannya.

Walaupun awalnya Aksyatra merasa sedikit ragu, tetapi akhirnya dia pun setuju juga. Hal yang menjadi pertimbangan utamanya adalah Sera. Dia pikir dia harus kembalikan Sera kepada pemiliknya.

Oleh karenanya, di hari itu pagi-pagi sekali Aksyatra dan Razin melakukan perjalanan kembali ke Tychiza. Tujuan mereka kembali bukan untuk menyerah, tetapi berjuang menyelamatkan Sang Puteri.

"Razin ...." panggilnya kepada orang yang duduk di atas Sera.

"Hm?" sahut Razin. "Ada apa?"

Sambil memegang tali yang terikat di leher Sera Aksyatra terus berjalan beriringan. "Apa kau yakin dia ada di pondoknya?"

"Hmm..." Razin mengerutkan keningnya, sejenak berpikir, sementara Aksyatra menatapnya menunggu jawaban.

"Aku yakin!" jawab Razin lagi penuh keyakinan.

Aksyatra mengangguk singkat. "Lalu apa yang akan kau katakan padanya nanti?" tanya Aksyatra lagi. "Apa dia akan percaya?"

Razin tersenyum kecil. "Dia percaya padaku." jawab Razin singkat.

"Ohya?!" balas Aksyatra. "Dia pasti sangat menyayangimu."

Untuk kesekian kalinya Razin hanya tersenyum mendengar ucapan Aksyatra. Itu karena apa yang dikatakan oleh Aksyatra memang benar adanya. Setelah kematian ayahnya, Puteri Zatyach hanya punya Razin. Razin yang selalu menemaninya dan menjaganya, dan merawatnya seperti seolah-olah adalah puterinya sendiri.

"Aku penasaran dengan ekspresinya setelah kau memberitahu yang sebenarnya." lanjut Aksyatra lagi dan ditanggapi dengan cepat oleh Razin.

"Dia pasti sedih."

Terlihat wajah Razin yang ikut sedih, ketika membayangkan kesedihan yang akan dirasakan oleh tuan puterinya. Aksyatra melihat itu, tetapi dia tidak dapat berbuat apa-apa selain hanya membantu Razin mencapai Tychiza.

Lalu tiba-tiba, tiada angin tiada hujan, di tengah-tengah perjalanan terjadi sesuatu pada Sera. "Hey, tenanglah!" ujar Razin mencoba menenangkan Sera yang terlihat gelisah dan menolak untuk lanjut berjalan.

"Hey, ada apa kawan?" tanya Aksyatra ikut mengelus-ngelus kepala Sera, sementara Razin sedang berusaha turun dari atasnya.

"Tenanglah kawan, ayo duduk! Tidak ada apa-apa ...," ujar Aksyatra lagi seraya mengarahkan Sera untuk duduk dan dengan cepat Sera mematuhinya. "... mungkin dia terlalu lelah."

"Ya, kurasa juga begitu." sahut Razin kemudian melangkah mencari pohon rindang untuk tempat berteduh dan menyandarkan punggung.

Sementara Razin beristirahat, Aksyatra sibuk mengeluarkan kantong persediaan air yang diikatnya di badan Sera. "Aku akan memberi Sera dahulu, sepertinya dia sangat kehausan." ujarnya dan dibalas oleh Razin hanya dengab anggukan.

Selagi Aksyatra sedang memberi minum Sera, rupanya dari kejauhan Razin melemparkan pandangannya ke arah Aksyatra. Sambil memakan buah-buahan yang di hamparkan di atas sebuah kain, wajahnya nampak serius memperhatikan.

Lari Ke HutanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang