Zahra duduk di kantor bersama salah satu Ustadzah pengajar disini, panggil saja dia Ustadzah Anna. Ustadzah Anna itu usianya lebih tua dari Zahra, perumpamaan nya seperti ini, zahra masih remaja Ustadzah Anna sudah ibu ibu muda, aura kedewasaan nya terlihat jelas tanpa memperlihatkan kerutan kerutan di wajahnya. Dulu Ustadzah Anna mengurus kantor ini bersama mbak Zulfa, sesekali saat sedang bersama Zahra beliau senang sekali membicarakan tentang seorang Zulfa yang baik, yang perhatian, yang bijak. Seorang perempuan yang nyaris sempurna tanpa celah, dia yang semasa hidupnya didedikasikan untuk orang lain.
Zahra tidak pernah sedih ketika beliau menceritakan tentang Zulfa, yang ada Zahra selalu saja dibuat semakin kagum oleh cerita cerita tentang sosok Zulfa dari orang orang disekitar nya. Aneh ya, orang orang lebih banyak mengenal Zulfa dibandingkan Zahra, adiknya sendiri, yang notabene adalah adik kandung perempuan satu satunya yang Zulfa punya.
"Assalamualaikum." Ucap seseorang dibalik pintu.
"Waalaikumsalam." Jawab Zahra dan Ustadzah Anna bersamaan.
"Dek Zahra, ayo pulang, ditungguin Abi tuh dari tadi dirumah." Pinta gus Nail pada adiknya.
"Kenapa ? Tumben ?" Tanya Zahra heran.
"Ada tamu, katanya pengen ketemu kamu juga." Balas gus Nail.
"Em.. dirumah masih ada Mbak Tsabina nggak ?" Tanya Zahra dengan ragu.
"Dia udah pulang tadi pagi pagi banget." Jawab gus Nail yang sangat mengenal Zahra, Zahra pasti masih bete dirumah karena sejak beberapa hari ini Tsabina terus saja membuntuti nya karena menginap disini.
"Iya, oke." Zahra berpaling lalu menghadap ke Ustadzah Anna sambil berpamitan. "Ustadzah Anna, maaf banget ya saya tinggal. Nanti kalau ada waktu luang lagi mungkin kita bisa lanjutin ceritanya lagi."
"Iya, nggak papa. Insyaallah ning Zahra nanti kalo ada waktu lagi kita lanjutin." Balasnya lembut. Setelah itu Zahra pergi bersama gus Nail menuju ndalem.
Mereka berjalan menyusuri jalanan yang sangat luas itu, hingga sampailah mereka di depan rumah mereka. Tak berbeda jauh dengan ndalem keluarga kyai Dzakaria, ndalem gus Hanif juga terlihat anggun karena aksen modernnya, dengan interior yang kebanyakan berwarna putih, abu abu, biru, dan sejenisnya.
"Assalamualaikum." Ucap Zahra sembari memasuki ndalem. Matanya membulat saat memasuki ndalem yang ternyata sudah berisi banyak orang Zahra sungguh terkejut dengan keadaan ini, dia berpikir sepertinya mereka benar benar ingin membalas perbuatan Zahra yang dulu. Mana waktunya pas banget lagi, Zahra nggak ada persiapan apapun buat membentengi diri nya biar nggak malu malu banget gitu nanti pas didepan mereka, Zahra yakin pasti suaranya terdengar gemetar.
"Waalaikumsalam." Jawab semua orang yang ada disana.
"Waktu itu Ami yang nggak pulang pulang pas mbak dateng, sampai akhirnya harus aku jemput biar pulang. Sekarang Mbak yang nggak pulang pulang pas kita semua dateng kesini, sampai harus dipanggil sama gus Nail." Ucap Aufar yang terkikik di akhir kalimatnya, dan diikuti tawa seluruh keluarga.
"Ya Udah sekarang gantian, kemari ning Zahra, duduk disamping Abah." Ujar kyai Dzakaria sambil tertawa.
"Mas ini gimana ?" Kata Zahra menggunakan bahasa tubuh sambil menyenggol lengan gus Nail yang berada disampingnya.
Gus Nail ikut membalasnya dengan bahasa yang sama, bahasa yang hanya keduanya yang tau. "Udah cepet sana !"
Dengan sedikit terpaksa Zahra berjalan melewati semua orang disana hingga sampai di tempat yang dari tadi sepertinya sengaja dipersiapkan untuknya. Zahra duduk di tengah tengah kyai Dzakaria dan gus Hanif, di sebelah kanan kyai Dzakaria adalah Zahra sedangkan di sebelah kiri beliau adalah ustadz Hamzah. Sama persis dengan suasana ketika di Al-fattah terakhir kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Calon Istri_MUMC [SELESAI]
Novela JuvenilMy Ustadz My Crush => Assalamualaikum Calon Istri • • • Sebuah kisah yang bercerita tentang seorang laki laki yang terlalu larut dalam duka atas kepergian calon istrinya satu hari sebelum hari pernikahannya. Hal itu membuat kepribadiannya berubah se...