Bagian 20

706 21 0
                                    

Aufar berjalan bersama Adit dan Reza yang baru saja keluar dari asrama nya, entah mereka akan pergi kemana yang jelas sekarang mereka bertiga sama sama lapar dan hendak membeli sesuatu untuk dimakan.

"Gus, Ja, ayo kita beli bakso di depan aja lah. Lebih deket, lebih murah juga." Pinta Adit pada kedua sahabatnya itu.

"Nggak enak dit, mending beli nasi kuning di buk Rahmi aja, lebih kenyang, makan nasi. Dari pada bakso, ya kan ?" Rupanya Reza juga tak mau kalah.

"Tapi kan jawuuh... masih muter ke belakangnya asrama Al-Hufadz, masih lewat depan MTS, keburu laper ja !"

"Udah udah ! kalian berdua itu ribet banget sih ! Tinggal jalan, beli, makan, selesai. Gitu aja ribet nya... ngalah ngalahin perempuan, ngomel sejak disana sampai sini." Ucap Aufar panjang.

Adit dan Reza yang dari tadi hanya bisa melongo menatap Aufar hingga selesai bicara. Dan ketika selesai kini Reza mulai ikut angkat bicara. "Btw, itu gus ngomel juga namanya."

"Oh iya ya.." cengir Aufar. Lalu mereka bertiga sama sama tertawa.

"Ya udah gini aja, kan gus Aufar yang mau traktir jadi gus Aufar aja yang milih mau makan yang mana, gimana ?" Saran Adit cukup meyakinkan.

"Oke." Reza menyetujuinya, Aufar menangguk sambil memegang dagunya.

"Ya udah kalo aku yang milih berarti kalian nggak boleh nolak ya ?"

"Iya." Jawab keduanya bersamaan.

"Bener nggak nolak ?"

"Iya."

"Bener ya ?"

"Iya, udah. Ribet banget si !"

"Ya udah berarti kalo setuju yuk makan di ndalem aja." Ucap Aufar dengan tanpa berdosa.

"Eh eh, nggak nggak nggak. Nggak, jangan di ndalem lah. Iya kalo gus enak, rumah sendiri nggak papa. Lah kita, jangan lah gus."

"Iya gus, bener kata Adit, jangan lah."

"Apaan sih kalian berdua ? Katanya tadi nggak boleh nolak ! Kok sekarang ingkar !? Inget orang yang munafik adalah, orang yang apabila—"

"Berjanji dia ingkar !" Ucap keduanya bersamaan, Aufar tersenyum penuh kemenangan.

"Itu tau. Jadi, masih mau jadi orang munafik ?" Tanya Aufar yang sudah tau jawaban kedua sahabatnya bahkan sebelum dia mengajukan pertanyaan itu.

Baik Adit maupun Reza menunduk lesu karena terpaksa harus mengikuti ajakan gus 'agak agak' nya itu.

"Udah, ayo. Nih ya denger, di ndalem itu ada makanan enaaak banget. Tapi bukan buatan nya bi' Nani."

"Oh iya, terus siapa ? Bunyai ? Malah makin nggak usah deh kalo gitu."

"Ih bukan !"

"Terus ?!"

"Jadi tadi pagi yang masak itu Amaku, Ama Zahra, yang kemarin itu aku ceritain ke kalian." Memang sejak kembali dari Al-Khoir untuk akad nikah Hamzah dan Zahra waktu itu, Aufar sudah menceritakan bahwa Hamzah sudah menikah kemarin, nikahnya mendadak, sama cucu kyai besar, ning nya pondok Al-Khoir namanya Zahra. Tapi Aufar sengaja tidak bilang siapa Zahra sebenarnya.

Mata kedua nya sontak melebar karena tak percaya. "Beneran ? Gus Hamzah sama istrinya kapan dateng, kok nggak tau." Ucap Reza antusias.

"Iya, mereka dateng tadi malem sekitar jam 9-an lah."

Keduanya mulai sedikit bersemangat dengan ajakan Aufar, sekalian kan mungkin bisa masuk ke ndalem terus ketemu sama ning baru, istrinya gus Hamzah. Sebenarnya Reza dan Adit sudah kepo sejak lama, ingin tau saja siapa perempuan yang berhasil menaklukkan hati seorang ustadz Hamzah. Udah dingin, kaku, suka marah marah, eh Astaghfirullah nggak boleh ngomong yang nggak nggak soal gus sendiri.

Assalamualaikum Calon Istri_MUMC [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang