Bagian 24

595 21 0
                                    

Saat setelah sholat subuh Zahra langsung berkutat dengan pekerjaan pekerjaan rumahnya. Ia mulai menyiapkan koper untuk keberangkatan Hamzah nanti malam.

"Zahra ?" Panggil Hamzah tiba tiba. Entah kapan dia memasuki kamar ini, karena setahu Zahra dari tadi hanya ada Zahra seorang di kamar ini. Namun Zahra hanya menoleh sekilas pada seseorang yang ada dibelakangnya itu tanpa menjawab.

Hamzah mendekat menghampiri Zahra, lalu duduk di sebelah kopernya yang masih terbuka di tepi tempat tidurnya. Hamzah memperhatikan wajah Zahra lekat lekat, wajahnya sedikit acuh, dan juga terlihat sembap. Dari matanya masih terlihat merah dan juga berair, sebenarnya berapa lama Zahra menangis semalam.

"Zahra masih marah sama saya ?" Tanya Hamzah sambil meraih tangan Zahra.

Zahra menarik nafas panjang, lalu menatap Hamzah sayu. "Zahra itu nggak marah, Zahra cuma kecewa sama ustadz. Ternyata ustadz masih belum bisa percaya sama Zahra, kalo Zahra juga bisa menghadapi apapun bareng bareng sama ustadz."

Hamzah menunduk singkat, menatap punggung tangan Zahra sambil mengusapnya dengan ibu jarinya. "Iya, saya minta maaf ya Zahra. Saya janji mulai sekarang saya akan lebih percaya sama Zahra." Ucap Hamzah dengan tulus.

Zahra kembali menitikkan air matanya. "Ustadz nggak perlu minta maaf, ustadz nggak salah kok. Disini Zahra juga salah karena belum bisa jadi istri yang baik buat ustadz. Zahra belum bisa melayani ustadz sepenuhnya, Zahra—"

"Sshhuttt... Enggak, Zahra saya nggak minta. Saya nggak akan memaksa kamu melakukan sesuatu yang kamu nggak siap untuk melakukannya."

"Tapikan ustadz, Zahra itu—" kata kata Zahra kembali berhenti akibat peringatan yang diberikan Hamzah.

"Zahra cukup, udah ya. Nggak usah diterusin, dari pada nanti kita berantem lagi seperti tadi malam. Sini peluk saya." Pinta Hamzah pada akhirnya yang langsung mendapatkan anggukan kecil dari Zahra.

Keduanya berpelukan dengan damai seakan sedang menyetok rasa sayang satu sama lain yang akan digantikan oleh rasa rindu yang akan melanda mulai besok. Sampai suara teriakan cempreng seseorang terdengar pas di pintu kamar mereka, dan membuat keduanya langsung melepaskan pelukannya satu sama lain dengan canggung.

"Ami !! Eh maaf maaf, maaf mi Aufar nggak sengaja." Ucap Aufar yang juga langsung berbalik badan.

"Aufar ! Kan udah dibilang kalo masuk kamar Ami ketok pintu dulu."

"Iya iya, tadi kan Aufar udah bilang maaf, maaf Aufar lupa. Lagian siapa suruh Ami meluk Ama tapi pintu kamarnya nggak ditutup." Aufar berbalik sambil mendengus kesal.

"Jawab aja kalo dibilangin !" Sentak Hamzah lagi. "Emangnya kamu mau ngapain kesini, mau minta beliin apa ?"

"Diih GeEr. Aufar tuh kesini disuruh Umi bilang ke Ama, jangan lupa kue kering nya Ami yang kemarin dibelikan jiddah dimasukkan ke dalam kopernya Ami." Ujar Aufar dengan wajah datarnya yang sangat menyebalkan.

"Iya Ama nggak lupa kok, habis ini Ama masukin ke koper." Balas Zahra lembut. Lalu ketiganya sama sama diam.

Hamzah berdecak sebal "Tck, terus ngapain kamu masih disini ? Kenapa pengen lama lama sama ami, takut kangen sama Ami karena mau ditinggal Ami pergi ke Yaman ?"

"Iiuuww,,, jijik banget, nggak sama sekali padahal." Aufar memincing tak suka pada Hamzah lalu pergi begitu saja setelah mengucapkan salam, dan disusul tawa kecil Zahra karenanya.

Hamzah senyum senyum sendiri melihat tawa Zahra yang kini menjadi candu baginya. Hanya dengan melihat senyuman seorang Zahra saja kini sanggup menghangatkan hati dan pikiran nya.

"Ustadz kenapa lihatin Zahra kayak gitu?" Tanya Zahra heran.

Seketika Hamzah tersadar dari lamunannya. "Hm ?"

Assalamualaikum Calon Istri_MUMC [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang