"Makannya jangan lari-lari. Sudah tau disini banyak duri, tertancapkan jadinya. Aneh kau lebih tua dariku tapi kelakuanmu lebih bocah." Ucapan yang mengiringi perjalanan pulang membuat Jennie kesal namun pedih masih dia rasa,"Kenapa kau malah marah?? Kaki ku berdarah Jim." Tangis gadis itu membuat nada suara sedikit terengah sebab isakan yang juga ikut iringi.
"Kan sudah ku obati, nantipun pedihnya hilang" Jim berucap di rasakan hangat air mata di bahunya, saat ini dia tengah menggendong Jennie yang terjatuh dan kaki kiri gadis itu tak sengaja tertancap duri dari tanaman liar ketika mereka berniat mencari buah-buahan dihutan.
"Tapi pedih Jim" bagai anak kecil Jennie sedikit merengek,
"Ish ingusmu kebahuku jangan terus menangisss" Jim berkomentar membuat Jennie dengan kesal memukul kepala belakang lelaki ini,
"Astaga. Hah..." Jim berusaha bersabar, dia lihat ujung hutan terlihat, dan rumah Robert pun sudah nampak.
"Jim sakit..." Jennie terus meringis, ayolah duri yang menancap cukup dalam dan itu sangat menyakitkan, mungkin jika didunia nyata dampal kakinya harus di jahit.
"Tahanlah. Kau ini sepert-awh! " Jennie sekali lagi memukul kepala Jim sebelum lelaki ini berucap kata menyebalkan.
Jim segera mendudukan Jennie sesaat setelah dia sampai teras rumah, Jennie masih menangis kesakitan, Jim lirik robert yang sepertinya baru saja pulang dari kota,
"Kenapa?"
"Paman kakiku tertancap duri, lihatlah darah nya tak mau berhenti." Jennie tunjukan dampal kaki yang terbalut sobekan baju Jim dimana memang kain itu mulai menyerap banyak darah.
"Jim kenapa kau biarkan lukanya???" Jim terdiam sejenak,
"Aku sudah melakukan pertolongan pertama guru, aku-"
"Keluarkan apimu, keluarkanlah api biru dan bakar luka Jennie." Robert berucap dengan tangannya melepas kain itu, menatap luka Jennie yang memang cukup dalam, sobekan nya pun cukup panjang, tak salah jika Jennie menangis seperti ini.
"Ta-"
"Cepatlah, sepertinya durinyang menancap adalah duri dari tanaman beracun. " Jim cukup terkejut, dia dengan segera berjongkok dan menyentuh kaki Jennie,
"Aku takut paman jika dibakar" dengan isakan Jennie berucap,
"Tenang ini tidak akan sakit, Jim cepat." Jim tak banyak bicara dia sejujurnya sedang dalam kondisi gugup dan sangat khawatir namun tak bisa menunjukan sikap aslinya,
Jim keluarkan api dari tangannya, bagaimana api mulai berubah menjadi warna biru dia segera mengusap luka Jennie dengan apinya,
" awh..." Jim terdiam.
Jim adalah tipe yang tidak mudah menunjukan expresi khawatirnya, dia terkesan acuh namun pada nyatanya dia sangat ketakutan, dan pikirannya selalu berlebihan dalam mencemaskan maka dari itu dia tutupi semunya dengan ledekan kecil dan tenang meski dia begitu khawatir.
Jim lihat bagaimana luka Jennie tertutup, dia tersenyum lega dan menatap sang gadis yang tak lagi banyak merengek,
"Sudah ku duga." Robert berucap, dia mulai berdiri,
"Kenapa bisa guru?" Jim bertanya, dia tak menyangka api birunya bisa menyembuhkan luka,
"Kau memiliki 3 warna api Jim. Api merah penyucian, biru penyembuhan dan satu lagi meski kita belum tau warnanya, namun api yang satu aku yakin akan lebih berguna dipertarungan." Robert berucap, ia mulai berjalan masuk kedalam rumah,
Jim melirik Jennie yang sudah tenang, dia menghapus air mata gadis ini, merapihkan rambut yang sedikit berantakan,
"Aku bawakan minum yah." Jennie lihat Jim yang masuk kedalam membawa segelas air untuk Jennie minum,