Bab 4

1.9K 380 18
                                    

"Perhatikan waktumu untukku."

"Baik."

"Jangan terlalu sibuk dengan Nahla."

Sibuk seperti apa? "Maaf, apa maksud Mas?"

"Sebentar lagi pemilihan, Ami." teguran bernada tegas selalu terdengar kala ada satu hal yang mengganggu sang suami.

"Maaf." jika menjawab dengan rentetan kalimat panjang akan menuai perdebatan yang tidak berujung. Selama ini dia sudah berusaha menjadi pendamping hidup yang baik, mendengar dan mengikuti semua perintah suaminya tak jarang titah ibu mertua pun harus didengar.

"Elena akan mengurus Nahla."

Aku juga bisa mengurusnya tanpa mengabaikan kewajiban sebagai istri, harusnya itu yang dijawab Ami. "Baik."

"Kamu keberatan dengan aturanku?"

"Sama sekali tidak."

Ami tidak tersenyum ia sudah terbiasa menanggapi ucapan suami dengan wajah datar sama seperti pria itu.

"Elena memberikanmu sesuatu?"

"Tidak."

"Tidak atau kamu yang tidak ingin mengenakannya?"

Ami tidak menerima apapun dari wanita itu. "Tanyakan padanya, aku tidak tahu apa-apa."

Mengambil ponsel Bram menghubungi Elena dan menyuruh wanita itu masuk ke kamarnya.

"Kita bisa bicara di luar, kenapa setiap kali ada kepentingan dia harus masuk ke sini?"

Bram tidak peduli dia hanya ingin tahu apakah benar Elena tidak memberikan benda itu pada Ami?

Ketukan pintu pertanda Elena sudah tiba, Bram menyuruh wanita itu masuk.

"Maaf. Aku lupa." lalu wanita itu menyerahkan sebuah benda yang masih tersimpan dalam kotak. "Ini Bu."

Ami menerima sebuah kotak yang belum diketahui isinya.

"Lupakan rencana akhir tahun!"

Ami mendengar nada kecaman dari kalimat suaminya yang ditujukan untuk Elena, ia tidak tahu rencana apa yang dimaksud oleh Bram tapi bisa dilihat wajah pias Elena.

Apakah tentang kenaikan jabatan?

Berbicara tentang kecurigaan ini bukan kali pertama Ami mencurigai maksud terselubung Elena, tapi ia tidak memiliki bukti apapun untuk sembarangan menuduh wanita itu.

"Sampai kapan kamu akan memegang benda itu?"

Perlahan Ami membuka kotak tersebut dan melihat sebuah gaun yang amat diketahui kegunaannya.

"Sepertinya ini bekas pakai."

"Kamu menuduhku membeli pakaian bekas?"

Ami tidak berkata seperti itu tapi dia juga tidak bisa kalau Elena sudah mengenakan pakaian yang dibelikan suaminya.

"Aku tidak segel."

"Pakai saja. Jangan cari masalah."

Apa? Ami tidak mungkin menggunakan pakaian bekas pakai terserah siapapun yang memakainya terlebih dulu.

"Coba dilihat---"

Tangannya ditepis Ami terkejut dengan sikap Bram.

"Istri macam apa kamu, aku pulang bukan untuk mendengar penolakanmu!"

Bram keluar setelah membanting pintu kamar. Sayangnya Ami tidak bisa melawan Bram, baru saja dia hendak protes atas harum parfum yang menguar dari gaun malam pemberian suaminya tapi laki-laki itu tidak mau dengar.

Memangnya istri macam apa dia? Selama ini Ami melakukan tugasnya sebagai istri, ibu dan menantu dengan sangat baik tapi ada saja kesalahan yang dilihat oleh ibu mertua juga suaminya. Ia tidak tahu, semakin sempurna usahanya maka akan semakin banyak cacat yang dilihat oleh mereka.

Ke mana Bram? Laki-laki itu ada di ruang kerja, Ami tidak diperkenankan masuk kecuali atas perintah suaminya. Di sana Bram menghabiskan waktu sendiri baik ketika marah maupun tidak.

******

Pagi yang dingin sedingin suasana hati Ami, ia baru saja melihat putrinya yang masih tidur. Hanya Nahla yang bisa menghangatkan hatinya, putri kecil yang lahir di tengah keluarga besar itu tidak akan bisa menikmati masa kecilnya seperti anak-anak yang lain.

Ketika keluar dari kamar Nahla ia melihat tiga orang di meja makan sedang sarapan bersama, mereka tampak seperti keluarga harmonis. Dinantaranya adalah ibu mertua, suami dan Elena. Tidak ada yang memanggilnya tapi Ami tidak akan menambah kemarahan suaminya jadi ia bergabung dengan mereka.

"Maaf aku terlambat."

Ami duduk di samping Bram, seperti biasa dia harus melihat tatapan tidak suka dari ibu mertuanya bukan tidak peduli tapi Ami harus segera sarapan agar selesai tepat waktu sebelum Bram berangkat.

"Kamu menerima undangan peresmian Dawood Tan?"

"Eum."

"Siapa yang akan mendampingimu?" tanya bu Cendana lagi.

"Aku belum memutuskan pergi."

"Orang-orang di pihaknya banyak, kamu butuh seorang terbanyak nanti."

Bram menoleh, belum sempat ia bersuara bu Cendana segera bicara lagi. "Kebetulan, Elena mengenal baik istri beliau. Kamu bisa mengajaknya."

"Baiklah."

Ami sadar ketika meletakkan sendok dengan sedikit kasar di piring hingga menarik perhatian tiga orang di sekelilingnya.

Bukan menantu pilihan (Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang