Bab 2

2.9K 450 30
                                    


Kenalkan nyai Ami

"Pak Bram mengabariku akan pulang sekitar satu jam lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Pak Bram mengabariku akan pulang sekitar satu jam lagi. Anda dimohon bersiap."

Sudah menjadi hal biasa suaminya jarang menghubungi Ami langsung jadi ini bukan kejutan.

"Sebentar lagi aku sedang menyisir rambut Nahla."

Lalu wanita itu melanjutkan mengepang rambut sang putri. Di rumah yang besar ini tidak ada satupun hal yang menyenangkan kecuali melihat putrinya dan ketika dia bergabung dengan para pelayan, sedangkan mertua dan suami bukan sesuatu yang bisa membuatnya bahagia. Mungkin iya, Ami sempat bahagia di tahun pertama pernikahan mereka setelah itu perlahan keadaan mulai menyudutkannya. Ketika dulu Bram sering membelanya ketika ibu memarahi Ami sekarang laki-laki itu memilih diam seolah tidak terjadi apa-apa.

Elena menatap dingin pada Ami sementara ibu satu anak tidak memperhatikannya.

"Aku bisa mengurusnya, bersiaplah. Jangan membuat bapak marah."

Kenapa laki-laki itu harus marah, Ami baru selesai memandikan putrinya kalaupun terlambat 5 atau 10 menit tidak bisa ke laki-laki itu memakluminya?

"Anda mendengarku?"

"Selagi masih ada aku maka aku sendiri yang akan mengurus Nahla." Ami hampir selesai, waktu satu jam yang dikatakan Elena tersisa 55 menit lagi.

"Apakah hobi anda membuat bapak marah?"

Ami tidak menjawab, apapun yang dilakukannya di rumah ini selalu terlihat salah baik di mata suami dan ibu mertua bahkan wanita yang tidak ada sangkut paut dengannya juga ikut menyalahkannya.

"Jika ingin dianggap bersikaplah sepantasnya."

Ami sudah memahami apa arti kata pantas dalam keluarga itu dan jawabannya jauh dari arti yang sebenarnya. Mereka hanya mencari kesalahan, termasuk suaminya sendiri.

Ami sudah selesai. "Tunggu di kamar jangan ke mana-mana, Mama akan menyuruh suster Siska ke sini."

"Nahla aman denganku." Elena juga butuh waktu dengan Nahla, ia hanya bisa berbicara dengan gadis kecil itu ketika Ami pergi.

"Terimakasih, tapi aku lebih suka dia bergaul dengan suster Siska."

Elena meremat tangan, dia selalu menyunggingkan senyum mengerikan ketika keinginannya tidak tercapai dan itu salah satu sikap yang membuat Nahla takut kepadanya.

Setelah menyuruh suster Siska menemani putrinya di kamar Ami bersiap untuk pergi bersama sang suami. Dia membuka pesan dari laki-laki yang telah menikahinya tiga tahun yang lalu.

Aku sudah meminta Elena menyiapkan gaun untukmu.

Ami tidak ingin membuat masalah ia meminta pelayana untuk mengambilkan gaun yang disediakan suaminya.

Selama tiga tahun menjadi istri dari Bramasta Tri Agung sudah tak terhitung berapa gaun yang menggantung di lemarinya, semua dipilih oleh suami. Gaun-gaun itu hanya untuk sekali pakai Ami tidak berhak mengutarakan pendapatnya terhadap benda yang tidak diizinkan untuk dipakainya lagi.

"Ibu terlihat cantik."

Ami tahu karena itu Bram mau menikahinya, pria itu baru terus terang setelah satu tahun pernikahan mereka tepatnya di awal pertengkaran hingga hubungan dingin itu berlanjut sampai sekarang.

Wajah cantik dan unik yang sulit dilupakan, begitu kata Bram.

Ami melihat pantulan dirinya di cermin, sempura jika dilihat oleh orang lain tapi dia sendiri merasa tidak leluasa menjalani hidupnya.

"Aku adalah pajangan, bisa disebut kata lain dari robot."

Artinya benda mati yang tidak mendapatkan hak berpendapat bahkan tidak berhak menjalani hidup dengan semestinya. Berada di rumah itu artinya bersedia dikontrol selama 24 jam.

Pelayan Ami menunduk. Dia tahu hidup Ami tidak seperti para istri lainnya, wanita itu diatur dan dikekang oleh pemilik rumah ini.

Ketika Bram masuk pelayan segera menunduk dan keluar dari kamar tersebut.

"Kamu sudah selesai?" Bram bertanya sambil melirik arloji di pergelangan tangan.

"Aku akan memasang anting."

Wajah tampan sempurna dengan tubuh tegap itu tak dilihat Ami, ia tahu para gadis atau wanita di luar sana memuja sosok Bram pengusaha sekaligus konglomerat ternama yang sering wara-wiri di televisi. Di hadapan awak media Bram akan membeberkan visi dan misi penuh kemuliaan yang menghipnotis seluruh masyarakat.

"Lakukan dengan cepat, kita harus tiba di sana satu jam sebelum acara dimulai."

Ami membuka laci tempat perhiasannya lalu mengambil salah satu anting yang sepadan dengan gaunnya.

"Ini saja, lebih bagus."

Tiba-tiba Bram berada di belakang Ami dan mengambil sebuah anting yang menurut pria itu bagus.

Ami pernah mencobanya, anting model jepit ke daun telinga dan rasanya luar biasa sakit, ia yakin tidak akan tahan tapi Bram mulai memasang. Ami memejamkan mata jepitannya luar biasa erat daun telinganya menjadi merah dan dia merasakan sakit.

"Tunggu apa lagi? Pasang sebelah lagi." itu sebuah perintah yang tidak bisa ditolak. Telinga kanannya teramat sakit, Ami terpaksa memasangkan.

Sampai berapa jam dia akan menahan sakit? Ia sangat tidak nyaman karena rasa perih dari jepitan benda itu.

Untuk tampil sempurna dan memerkan pada orang lain Bram tidak keberatan bahkan ia tidak peduli istrinya yang kesakitan.

Mencari cara melepaskan benda itu sama saja seperti memberi kesempatan untuk suami menyakitinya bahkan lebih sadis dari ini.

Apakah anting ini dibuat khusus untuk menyiksa Ami?

Bukan menantu pilihan (Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang