Merasa tidak fit padahal suhu tubuhnya normal dan ini baru pukul 11.00 siang, jadwal hari ini Bram akan mengikuti kampanye di sebuah kabupaten dan seluruh timnya sudah bersiap.
"Bapak kurang sehat?"
"Nggak tahu, sepertinya sedikit pusing."
Xander siap dengan beberapa peralatan medis. "Kita tensi dulu Pak."
Bram mengangguk, sudah tidak terhitung berapa kali dia menguap rasanya ingin tidur karena badannya tidak enak.
"120/80, normal." Xander memberitahu hasil tensi pada atasannya lalu memeriksa suhu tubuh Bram. "Tidak demam, apa yang Bapak rasakan?"
"Lemas pusing, mungkin dibawa tidur enak."
Xander akan menyiapkan kamar tunggu untuk tempat istirahat atasannya. Dia sendiri yang akan menunggu selama satu jam ke depan sebelum kampanye dimulai.
"Suruh ibu ke kamar."
Xander mengangguk.
Di luar Ami sedang mengobrol dengan anggota tim kampanye, rata-rata mereka ramah padanya dan menyukai Ami jadi wanita itu tidak merasa kagum bergabung dengan anggota tim suaminya.
"Ada apa?" Ami melihat Xander menghadapnya.
"Bapak menyuruh anda masuk."
Ami bangun setelah izin pada anggota tim dan mengikuti langkah Xander. Ia tidak bertanya apapun hanya berjalan hingga kakinya tiba di depan sebuah kamar tunggu.
"Silahkan."
Membuka pintu Ami hendak masuk.
"Bapak tidak enak badan, tapi tensi dan suhunya tidak bermasalah." Xander memberitahu Ami. "Satu jam lagi saya akan kembali."
"Terimakasih." Ami menutup pintu dan berjalan ke arah sofa. Ada dua buah sofa panjang, wanita itu memilih duduk di sofa satunya lagi.
Bram sudah tertidur, Ami dipanggil untuk melihat laki-laki itu tidur. Oke, tidak masalah dia juga akan beristirahat sementara menunggu kegiatan kampanye.
Kampanye mulai aktif mungkin ketahanan tubuh Bram terganggu, tapi setahu Ami suaminya rajin mengkonsumsi vitamin dan rutin olahraga. Mungkin memang sudah saatnya sakit, begitu pikir Ami.
Selama kampanye juga dia jarang berinteraksi dengan Bram secara khusus, pria itu hanya akan berbicara di saat ada kepentingan di luar basa-basi di hadapan media yang sengaja dipertontonkan demi menjaga reputasi.
Di luar ada seseorang yang sedang berbahagia, dari salah satu anggota tim dia mendengar Bram kurang sehat berarti ini waktunya bercinta, Elena tertawa membayangkan sebentar lagi dia akan menyentuh pria pujaan hatinya.
Tidak apa-apa kalau Bram tidak melihat betapa cantik dirinya mengenakan lipstik ini, oh iya nanti Elena juga akan mengganti pakaiannya dengan gaun.
Cukup hati-hati ketika dirinya berjalan ke arah pintu kamar tunggu di mana di dalam ada Bram, Elena mewanti-wanti mimiknya agar tidak terlihat mencurigakan. Tidak ingin menunggu waktu lebih lama lagi begitu tiba ia segera membuka pintu dan masuk, lantas senyumnya mulai mengembang namun tidak lama.
"Siapa yang mengizinkanmu masuk?"
Senyum yang mengembang dengan sempurna beberapa saat lalu padam tiba-tiba.
Elena tampak kikuk. "Aku diperintahkan bu Cendana melihat keadaan bapak."
"Oh ya, dan begini etikamu?"
Elena menepis kecanggungan, ia tidak perlu merasa tidak enak pada wanita itu karena Ami tidak sebanding dengannya.
"Kenapa, anda keberatan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan menantu pilihan (Cerita Lengkap Di PDF)
RomancePersoalan klise antara menantu dan ibu mertua ; Suami tak punya prinsip