Bab 6

1.7K 393 26
                                    

Jangan lupa vote :)

Selamat membaca, 😘

 "Aku tidak berhak terhadap anak kandungku sendiri?"

"Aku baru pulang." Bram menjawab dengan nada dingin.

Seandainya Bram pulang dari kantor tidak mungkin Ami mengajak laki-laki itu bicara, tapi suaminya baru pulang dari acara peresmian, di sana dia pasti bersenang-senang.

"Aku melihat Nahla di TV."

"Lalu?"

Lalu? Ami ingin sekali memukul dadanya di hadapan laki-laki itu. "Kenapa Mas membawanya?"

"Dia putriku."

"Tidak masalah jika hanya ada Mas di sana."

Berada di depan cermin Bram sedang membuka kancing kemejanya, ia menatap dingin pantulan istrinya.

"Kamu cemburu padanya?"

Apakah mengatakan bahwa dirinya memang cemburu pada Elena apakah akan ada yang berubah? "Aku hanya tidak suka Nahla dekat dengan wanita itu."

"Tidak masalah denganku, begitu maksudmu?"

Ami tidak ingin terpancing. "Aku membicarakan Nahla."

"Kamu keberatan Nahla dekat dengan Elena, tapi tidak apa-apa kalau aku yang dekat dengannya?" Bram berbalik dan melangkah mendekat pada Ami.

"Itu terserah Mas." kalaupun Ami membahas kedekatan mereka hanya akan terjadi pertengkaran yang mustahil dimenangkan oleh Ami.

Mungkin selama ini tidak terlihat Bram yang mendekati Elena tapi sebaliknya dan hal itu didukung oleh ibu mertua, jadi tidak ada yang berdiri di sisi Ami tidak ada yang tahu bahwa dia sangat menentang hal tersebut.

"Jadi kamu tidak keberatan sama sekali, aku melihatnya dari tatapanmu."

Tatapan seperti apa yang dinilai oleh Bram, apakah laki-laki itu tidak melihat sirat kecemburuan dari manik Ami?

"Mulai sekarang urus dirimu sendiri, pikiran tidak sehatmu itu tidak bagus untuk Nahla."

Apa, pikiran tidak sehat? 

Kini cengkeraman tangan Bram menekan kuat dagu Ami. "Apa yang sudah kamu lakukan sebagai istri, harusnya kamu bersyukur bisa mendapatkan apa yang kamu mau."

Karena dipaksa mendongak tengkuk Ami kesakitan tapi Bram tidak mau tahu karena dia sedang marah pada wanita itu.

"Beraninya kamu bicara seperti itu padaku?"  desis Bram terdengar perih di telinga Ami.

Tidak ada yang salah dari ucapan Ami, yang dikatakannya adalah luahan isi hati sebagai seorang ibu. Walaupun tidak rela suaminya pergi dengan wanita yang tak lain adalah asisten ibu mertua dia lebih tidak rela saat anaknya pun terlibat dengan mereka.

"Aku sudah memberimu peringatan agar tidak terlalu sibuk dengan Nahla, sekarang apa yang kamu lakukan? Elena bisa mengurusnya dengan baik, cukup fokuskan perhatianmu untukku."

Saat cengkraman itu terlepas rahangnya seperti terpisah dari tulang, Ami meneguk ludah. Kesalahan apa yang dilakukannya hingga membuat Bram begitu marah?

"Lepaskan pakaianmu."

Ami ingin berteriak agar semua orang tahu apa yang dialaminya sekarang, ingin dunia tahu sebesar apa kecewanya pada pria yang telah memilihnya.

Biasanya dalam keadaan marah Bram tidak akan membawanya ke ranjang, namun kali ini Ami harus rela tubuhnya disentuh dengan kasar oleh suaminya.

Katakan Ami bodoh, karena di saat sakit seperti ini bibirnya masih menyunggingkan senyum kala Bram meneriaki namanya satu hal yang selalu menjadi perdebatan logikanya. Meski suaminya bersikap dingin dan Ami tidak pernah mendapatkan perlakuan yang baik nama Ami tetap disebut saat menggapai klimaks.

"Puas kamu?!"

Ini pertama kalinya dan Ami ingin sekali menjawab andai saja tidak memikirkan perdebatan yang mungkin saja berlanjut.

Walaupun dengan sentuhan kasar ia bisa merasakan Bram memujanya, tentu tidak cukup dengan itu saja namun itu bisa membuatnya tenang karena tahu suaminya tidak pernah menyentuh Elena.

Ami dengan pribadi yang begitu polos.

Tawa yang begitu manis terdengar dari ruang tengah tepatnya di bawah tangga, ketika Ami turun ia mendengar ibu mertuanya berbicara dengan Elena.

"Kamu memang yang terbaik."

"Ini juga berkat anda, Bu."

Bu Cendana terkekeh lagi. "kamu yang berbakat, ibu wakil menteri pasti akan berada di pihak kita."

Elena selalu terlihat sopan di hadapan bu Cendana berbeda sekali ketika dia berhadapan dengan Ami, sikap manisnya juga ditunjukkan pada Bram.

Ami tidak tahu jika di belakangnya ada Bram yang sedang memperhatikannya, pria itu juga mendengar pembicaraan ibu dengan Elena anehnya dia tidak menegur atau sekadar bertanya, rencananya juga ingin turun tapi diurungkan seolah memberi kesempatan pada Ami untuk mendengar obrolan dua wanita di bawah.

"Aku harus menunggu berapa lama lagi?"

"Sampai semuanya bisa dikendalikan, masih lama mungkin jadi kamu harus lebih bersabar lagi."

Di tempatnya Ami tertegun, apa yang harus ditunggu oleh Elena?

Bukan menantu pilihan (Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang