Bab 15

2K 364 39
                                    

Tidak ada yang mencarinya ke atas, Ami baru bangun tepat waktu makan siang, ia tidak turun ke bawah tapi masuk ke kamarnya.

"Baru pulang?"

Erjapan mata Ami pertanda bingung dengan pertanyaan Bram. "Aku tidak ke mana-mana."

"Apa yang kamu inginkan Ami?" dingin wajah Bram dengan sirat yang sudah dihafal oleh Ami, dengan raut ini berarti laki-laki itu sedang marah.

Reflek Ami mundur ketika Bram melangkah ke arahnya tatapan Ami tak lepas dari wajah pria itu, dalam hati bertanya-tanya apalagi yang membuat laki-laki itu marah padanya?

"Apa maksud Mas?"

"Dari mana kamu?" desis Bram setelah berhasil mencegat langkah Ami.

"Atas."

Kening Bram mengkerut, apa maksud atas?

"Aku tertidur di rooftoop setelah diobati Meriska."

Apa? Bram hampir gila mencari wanita itu dan Ami malah bersantai di sana? "Apa yang kamu lakukan di sana, mana ponselmu!" dan Bram semakin ingin marah setelah teringat ponsel wanita itu ada di nakas.

Bram baru saja mencurigai istrinya menghubungi seseorang atau mengadu pada orang tuanya.

"Aku hanya ingin menikmati udara tapi---"

"Apapun yang kamu lakukan harus seizinku Ami!"

Ami tidak keluar dari kediaman Cendana, dia masih di gedung ini. Apakah Bram menyangka bahwa dirinya kabur?

Rahang Ami sudah dicekal kuat dengan jemari Bram.

"Kamu membuang waktuku paham!"

"Maaf." Ami tidak melakukan kesalahan tapi untuk merehatkan diri ia harus memiliki izin dari suaminya.

"Aku sudah menyuruh orang-orangku mencarimu!" Bram sempat melihat lebam disudut mata Ami perlahan tangannya terlepas dari rahang sang istri.

Dengan begini Ami bisa sedikit mengela napas walaupun masih ketakutan.

"Mas menyuruh orang-orang mencariku apakah Mas juga menyuruh mereka mencari orang yang memberikan Mas obat tidur?"

Ami takut pada Bram tapi dia tetap tidak bisa menerima tuduhan yang dilemparkan padanya.

"Hanya orang yang berada di dekatku yang melakukan itu."

"Mungkin sekarang aku yang terlihat selalu berada di samping Mas, tapi bisa jadi ada orang lain yang ingin dekat."

"Kamu sedang bermain kata?"

"Aku hanya ingin Mas mencari orang itu." dan Ami tidak akan menuntut permintaan maaf atas apa yang telah dilakukan Bram terhadapnya.

"Sekarang kamu memerintahku?"

Sepertinya percuma, sekali lagi Ami sadar di sini dia tidak berhak menerima keadilan dan siapapun berhak menuduhnya sekalipun pada kesalahan yang tidak pernah dilakukan termasuk suaminya sendiri.

Tatapan yang tadi mulai datar kini kembali tajam. "Aku sudah memberimu pelajaran semoga saja tidak kau ulangi."

Perih kata-kata itu diserap Ami, ini bukan ucapan orang lain melainkan suaminya sendiri. Semoga kamu juga menemukan orang yang telah menyebabkanku terluka seperti ini, Mas.

Harapan Ami tersemat dalam hati, ia tidak leluasa menyampaikan perasaannya statusnya sebagai istri tidak sama seperti di tahun pertama pernikahan mereka. Semuanya telah berubah dan Ami tidak tahu apa yang menyebabkan laki-laki yang dulu begitu memujanya itu berubah drastis.

Bukan menantu pilihan (Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang