Bab 17

2.3K 435 35
                                    

Vote dulu baru lanjut

Selamat membaca :)

Ketika Bram bangun Ami sudah berada di kamar, ia menunggu pria yang baru saja dijamah oleh wanita lain. Ami tidak percaya Elena seberani itu. Sekarang ia akan membeberkan fakta tersebut. Tuduhan yang pernah dialamatkan padanya akan dibuktikan pada Bram siapa pelaku yang sebenarnya.

"Baru pulang kamu?" Bram langsung murka ketika melihat Ami. "Sejak kapan kamu keluar rumah tanpa seizinku?"

Tatapan tajam seakan siap menyembelih Bram teramat murka dengan informasi yang dikatakan Elena.

"Dari mana Mas tahu aku pergi?"

"Kamu ingin bermain denganku Ami?" erang Bram, ia sudah geram dan ingin memberikan wanita itu pelajaran.

"Elena?"

"Iya, kenapa? Kamu pikir dia berani membohongiku?"

"Tentu tidak." Ami tidak menantang. "Dia hanya mengatakan aku pergi, tidak mengatakan yang lain?"

"Apa maksudmu?" tatapan Bram masih tajam.

"Aku menyuruhnya membangunkanmu pukul delapan, cukup memanggil bukan masuk ke kamar apalagi menyiapkan segelas air."

Bram tidak ingin bermain teka-teki. "Apa yang ingin kamu katakan?"

"Bukankah sudah cukup jelas?" kini mata Ami menyerap pada sebuah gelas yang sudah kosong namun masih terletak di nakas. "Harusnya Mas sudah bangun dari tadi, tapi kenapa baru bangun sekarang? Atau Mas tertidur lagi setelah mandi?"

Iya Bram mengingatnya. Aneh memang, ia tadi sudah mandi dan mengantuk lagi. Ia seolah baru sadar dan segera mengambil ponsel di nakas.

Dia tidur selama itu hingga melewati jam makan siang?

"Bagaimana?" tanya Ami. "Apa yang Mas pikirkan sekarang?"

Ami menahan dulu barang buktinya, ia berubah pikiran. "Mas masih ingin menuduhku?"

Tatapan Bram tak lagi menyorot istrinya, Elena nama itu yang sedang dipikirkan.

Ami tidak memiliki cermin kecil jadi ia meminta suaminya bercermin di kaca. "Mas juga perlu melihat sesuatu."

Bram tidak ingin melihat apa-apa ia ingin bertemu Elena dan menanyakan kebenaran tentang obat tidur tersebut.

"Ada jejak merah di leher Mas." Ami terpaksa memberitahu ketika Bram mengelak melihat pantulan diri di cermin.

Otomatis Bram melangkah mendekat ke arah cermin, bola matanya bergerak turun hingga melihat sesuatu yang dikatakan Ami.

"Apa yang dilakukannya?" geram Bram. Pria itu teramat murka.

"Mas mencurigaiku, mencari tahu segala tentangku bahkan tanpa bukti Mas juga menuduhku tapi Mas melewatkannya."

Bram segera mengenakan pakaiannya dan bergegas keluar dari kamar, tinggal Ami seorang diri. Air mata mulai menggenang, Elena menyusun rencana busuk ini dengan sempurna dan sekarang Ami membongkarnya.

Apa yang membuat Ami berubah pikiran dengan tidak memberikan video tersebut sebagai bukti pada Bram? Ia tidak yakin laki-laki itu akan memproses secara hukum, Ami akan meminta bantuan Meriska untuk menyelesaikan masalah ini.

Di bawah Bram melihat Elena sedang berbincang dengan ibunya, ia segera mendekat.

"Ikut aku ke ruangan."

Elena tidak melihat dengan jeli raut Bram karena hari ini banyak hal baik terjadi padanya jadi ia melewatkan sesuatu yang mengancam keselamatannya.

Berbeda dengan bu Cendana, ia merasa ada sesuatu yang terjadi, wajah putranya tampak tegang.

Berjalan di belakang Bram senyum Elena terus mengembang, andainya saat ini mereka pasangan yang sedang jatuh cinta sudah pasti Bram memanggilnya ke ruangan untuk bercinta lagi dengannya.

Sementara bu Cendana mencurigai sesuatu ia menuju ke kamar putranya, ia ingin mencari tahu melalui Ami. Ketukan pertama tidak terdengar jawaban ia sekali lagi namun tetap tidak ada jawaban akhirnya membuka pintu tersebut.

"Ami!" wanita itu memanggil Ami namun tidak ada jawaban, ia juga mencari ke kamar mandi namun hasilnya tetap nihil. "Ke mana dia?"

Ami berada di ruangan Meriska, ia membawa serta bukti kejahatan Elena. Di rumahnya tidak ada tempat yang aman untuk menyimpan bukti tersebut jadi ia meminta Meriska untuk menyimpannya.

Karena tidak ingin seorangpun mencurigainya Ami tidak bisa berlama-lama di ruangan Meriska dan untuk menghindari hal tersebut ia keluar dengan membawa obat untuk luka di punggungnya.

Ami tidak tahu ke mana Bram pergi, mungkinkah suaminya sedang membuat perhitungan dengan Elena? Ingin sekali dia menyaksikan seperti apa Bram mengintrogasi Elena tapi itu hanya keinginan belaka.

******

Apakah salah jika Ami merasa jijik pada suaminya? Walaupun Bram tidak sadar dengan kelakuan Elena tetap saja wanita itu sudah menyentuh suaminya.

"Aku tidak bisa."

"Apa?!" sejak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya Bram tidak bisa mengendalikan amarahnya, semua terkena imbas.

"Aku melihat apa yang dilakukannya padamu."

Tubuh Bram tegang, ia tidak ingin memikirkan hal menjijikkan itu tapi Ami mengatakan melihatnya?

Sebuah flashdisk diletakkan Ami di sisi ranjang. "Mungkin akan berlaku hal yang sama jika itu terjadi padaku."

Bram tidak ingin melihat ia membuang benda kecil tersebut. "Jadi kamu merekamnya?"

"Aku butuh bukti, aku merasa tidak diperlakukan secara adil di rumah ini."

"Kamu merasa tertindas dan sekarang kamu juga jijik pada suamimu sendiri?"

"Karena wanita itu Elena." lirih hampir tak terdengar suara Ami.

Bram mencengkeram erat rahang istrinya. "Kamu pikir aku yang mau?" desis Bram dengan sorot mata tajam.

Ami masih ingin berbicara tapi cengkraman Bram membuatnya tak bisa berkutik.

"Kamu mau tahu apa yang terjadi padanya?" sirat Bram mengerikan. "Dia menerima imbas atas perbuatannya syukur aku masih menyisakan nyawa."

Tubuh Ami bergetar Bram yang sudah melingkarkan tangan di pinggang bisa merasakannya.

"Aku bisa mempertimbangkan hal baik yang dilakukan orang lain tapi tidak bisa memaklumi kesalahan, itu berlaku untuk siapapun termasuk kamu."

Apa yang terjadi pada Elena? Penyiksaan seperti apa yang diterima oleh wanita itu? Bukannya senang Ami malah ketakutan.

"Karena kamu sudah melihat bagaimana dia mencicipi tubuhku harusnya kamu marah, kamu harus lebih lihai dari wanita itu."

Support itu terdengar seperti tantangan yang tidak ingin dilakukan oleh Ami.

"Ngomong-ngomong kamu tidak menyebarkan video itu kan?" amat rendah nada Bram. "Aku sedang mengikuti pemilihan, kamu tidak lupa kan?"

Cengkraman sudah terlepas dan hasrat Bram sudah lenyap. "Kali ini entah siapa yang beruntung, kamu atau Elena. Karena aku masih membiarkan wanita itu hidup."

Wajah Ami pucat pasi. Ia sudah memberi perintah pada Meriska untuk melaporkan kejahatan Elena pada pihak yang berwajib. Ami sudah mewanti agar video tersebut tidak tersebar, namun kasus yang diangkat juga bisa mencoreng nama baik suaminya.

Apa yang harus dilakukan Ami?

Sangat mudah bagi Bram membaca raut istrinya, ia sedang marah atas keadaan yang telah dibuat Elena.

"Di mana video yang asli?"

Sebelum Ami menjawab ponsel Bram bergetar, Bram menarik Ami dengan kasar saat melihat nama pengacara yang tertera di layar ponselnya dan mendorong ke sudut dinding. Tidak sampai di situ pria tersebut menjambak rambut istrinya dan menghantam tubuh Ami ke dinding.

"Ce--rai---kan aku...." pinta Ami sebelum kepalanya menghantam dinding, lalu mata wanita itu terpejam.






Bukan menantu pilihan (Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang