Jangan lupa vote
Maaf kalo sakit hati bacanya 🔪
Ami menuruti permintaan Bram yaitu tidak menyibukkan diri dengan Nahla tidak juga mengurus hal yang bukan miliknya. Bahkan Bram sempat menyinggung nama Elena dan meminta istrinya untuk tidak peduli apapun tentang wanita itu.Sejak menikah dengan Bram ia tidak lagi dikelilingi oleh teman-temannya, tepatnya sang suami yang tidak mengizinkan Ami bertemu dengan mereka. Bram mengatakan teman-teman Ami bisa saja memberikan pengaruh buruk bagi rumah tangga mereka. Karena itu jika ada masalah seperti ini ia tidak lagi memiliki teman sekadar curhat dan semakin ke sini Ami mengerti, keluarga seperti apa yang menaunginya sekarang.
Bagaimana dengan keluarga Ami? Ia tidak bebas pulang pergi untuk menjenguk orang tuanya dan Ami tidak tega mengatakan apa yang terjadi padanya ketika mereka bertemu sesekali. Ami tidak ingin membuat orang tuanya khawatir, ia selalu menekankan untuk menjaga dirinya dengan baik agar tidak menyusahkan keluarganya.
"Berikan Nahla bubur ini."
Pengasuh mengangguk dan mengambil mangkuk dari tangan Ami. Mungkin ibu di luar sana saya berbahagia bisa menghabiskan waktunya dengan sang putri sementara Ami tidak.
Ami menatap nanar punggung pengasuh bayinya. Kedekatan Ami dengan Nahla wajar tapi Bram memperkarakan hal itu. Demi kebaikan Ami manut, ia ingin tahu kenapa Bram ingin menjauhkannya dari Nahla, suatu sikap yang tidak wajar bukan?
"Aw!" Ami merasakan kulit punggungya seperti disengat, ia merasakan panas yang luar biasa.
"Tidak sengaja."
Ami bergegas berbalik dan melihat Elena dengan cangkir besar di tangan. "Apa yang kamu lakukan?" geram Ami.
"Aku sedang terburu-buru bisakah kamu membuat----"
"Kamu menyiramku dengan air panas?" Ami kesakitan, karena tidak tahan lagi ia meninggalkan Elena dan naik ke kamarnya.
Dengan tatapan sinis dan senyum mengerikan Elena mengantar langkah kami ke atas. Harusnya bukan air, tapi minyak panas atau pilihan terbaik lainnya bensin lalu sebuah korek.
"Kita sarapan."
Ami tidak menghiraukan ucapan Bram ia harus segera ke kamar mandi untuk melepaskan pakaiannya dan melihat lukanya.
"Kamu tidak mendengarkanku?" Bram mencekal lengan Ami.
"Mas tidak lihat noda hitam di belakangku? Aku tersiram kopi panas." antara sakit dan marah, dua hal itu yang sedang ditahan Ami.
Cekalan itu terlepas ketika Bram melihat punggung Ami, tidak berbicara lagi wanita itu segera masuk ke kamar mandi. Ia tidak melihat wajah dengan suaminya yang terselip amarah.
Diam-diam Elena melakukan aksi mungkin dengan caranya wanita itu bisa mengusir Ami dari kediaman Cendana.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Bram dengan raut dinginnya ketika menemui Elena di ruang makan.
"Aku tidak mengerti, apa maksud Bapak?"
"Siapa yang menyuruhmu bertindak kasar pada istriku?"
Elena menelan ludahnya. Jadi wanita itu mengadu?
"Aku tidak sengaja."
"Kamu pikir aku percaya?"
Elena menunduk sopan dan mulai ketakutan.
"Kamu hanya babu ibuku, tolong lebih hati-hati bersikap."
Diingatkan pada status rasanya menyakitkan tapi Elena tidak bisa berbuat apa-apa karena itulah kenyataannya. Sebelum dia memperoleh apa yang diinginkan maka sulit untuk melakukan hal yang lebih sadis pada Ami.
"Hanya membawamu ke sebuah acara sudah membuatmu tinggi hati? Jangan lupa di sana aku memperkenalkanmu sebagai babu!"
Kepala Elena masih menunduk, nada suara Bram amat dingin dan terdengar tajam.
"Temui Meriska. Bayar untuk operasi istriku!"
Perintah yang tidak mungkin ditolak, Elena hanya bisa mengepalkan tangan ketika Bram pergi dari hadapannya.
Bukan untuk ini karena menyiram kopi panas ke punggung Ami, wanita itu marah karena harus mengeluarkan uang pribadi miliknya untuk operasi Ami. Ia tidak bisa mengelak, mengambil ponsel dari saku rok Elena menghubungi Meriska.
Bram kembali ke kamarnya namun Ami belum keluar dari kamar mandi, karena tidak sabar laki-laki itu mendobrak masuk.
"Hanya karena sedikit luka itu kamu merusak pagiku."
"Sarapan sudah siap, turunlah." bukankah suaminya pernah menikmati makan bersama tanpa kehadiran Ami?
"Kamu memerintahku?!"
Ami menggeleng. Yang dibutuhkannya sekarang adalah olesan krim yang bisa mendinginkan kulit yang melepuh.
"Aku akan turun nanti," kata Ami. Matanya sembab karena menangis beberapa saat lalu.
Dengan kasar Bram menarik Ami keluar dari kamar mandi. "Kenakan pakaianmu!"
Ami tidak tahan jika pakaian menyentuh lukanya tapi dia tidak bisa mengelak dari perintah sang suami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan menantu pilihan (Cerita Lengkap Di PDF)
RomansaPersoalan klise antara menantu dan ibu mertua ; Suami tak punya prinsip