13. JUNHUI

12 2 0
                                    



 "Terima kasih telah meluangkan waktumu."

Suaranya terkesan penuh sendu, juga lemah. Mata sayunya hanya mengarah pada segelas minuman lemon tea segar di hadapannya yang es batunya mulai sedikit mencair.

Viona mengangguk, menegapkan tubuhnya di kursi, seraya matanya melirik ke sana kemari memeriksa untuk memastikan jika tak ada yang membututi mereka, termasuk Zion.

"Apa tujuanmu, Jun?" Viona langsung bertanya ke inti, membuat Jun yang semula menunduk kini mengangkat kepalanya, meluruskan pandangannya ke safir biru itu. Ia mengembuskan napas gusar, melepas kontak matanya terlebih dahulu. "Aku ingin meminta bantuanmu, sesuatu." Cicitnya, walau masih bisa Viona dengar. Gadis itu mengernyit, mengetuk-ngetuk meja dengan jemari telunjuknya, menunggu kelanjutan kata Jun selanjutnya.

"Aku minta tolong, untuk ambilkan ponselku di suatu tempat yang tersembunyi, di rumah Zion."

Degupnya berpacu cepat, ia tak tau apa yang akan Jun lakukan jika ia melakukan hal yang Jun ucapkan tadi, mengingat bahwa Zion pernah mengatai Jun adalah seorang pengkhianat, tak bisa membuatnya langsung percaya dan melakukannya.

"Apa kau bisa aku percayai?"

Pandangan Jun kembali menjadi sayu, menyiratkan sebuah kesedihan di matanya. "Pasti Zion sudah menghasut yang lain, menuduh aku sebagai pengkhianat." Ujarnya.

"Memangnya kau bukan?" tanya Viona.

Jun menggeleng, "Percayalah padaku, bukan aku, aku dijebak."

Viona membelalakkan matanya, menggeser kursinya agar semakin dekat dengan Jun. "Jelaskan secara rinci." Titahnya.

Jun kembali menarik napas, siap menjelaskan kebenaran yang ada.

"Ada pengkhianat di antara kalian,"

Jun menggantung perkataannya.

"Dia menjebakku, seolah aku pengkhianat. Aku ingin membela diriku sendiri, namun ... pasti itu akan membongkar rencanaku yang akan menjebaknya. Aku menyuruhmu mengambil ponsel milikku, karena ada bukti-bukti kuat di sana, dan ponselku adalah benda yang pengkhianat itu incar, mengingat banyak bukti di sana yang tersimpan,"

"Waspadalah saat kau mengambil ponselnya, jangan sampai dia tau dan menggagalkan semua rencanaku." Peringatnya.

Viona termenung sejenak, larut dalam pikirannya kali ini.

"Siapa dia?"

Jun diam, membungkam bibirnya sendiri, seolah nama sosok itu tercekat di tenggorokannya saat akan disebut. "Dia ..."

oOo

Viona nampak gelisah sedari tadi, membuat Zion khawatir sendiri dengan keadaan gadis itu. Pasalnya, Viona selama perjalanan hanya diam merenung memandangi kaca mobil, bahkan tak sadar jika ia mengajak gadis itu berbicara.

"Kak, kenapa kau gelisah sedari tadi? Apa ada masalah?" ini pertanyaan yang keempat kalinya, namun tak digubris gadis itu. Akhirnya ia menyalakan klakson, membuat Viona berjengit kaget dan menghancurkan lamunannya. "A-apa?"

See? Dia tidak mendengarkannya sedari tadi.

"Apa ada masalah? Kakak tampak melamun sedari tadi."

Viona mendesis. Tidak mungkin ia mengatakan padanya jika dia sedang memikirkan rencana Jun itu 'kan?

Viona menggeleng, mencoba tersenyum, "Tidak, hanya mengkhawatirkan untuk tes pagi besok." Balasnya dusta. Zion terkikik kecil, "Tak usah khawatir, Kakak akan les di rumahku sebentar lagi, akan kujamin tidak akan panik untuk esok."

LOVE AND REVENGE [Telah Dibukukan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang