2. IT'S TIME

51 5 0
                                    






"Jangan kembali bolos, ya, Nona Viona Marnetta."

Gadis yang dimaksud hanya mendengkus, meletakkan kembali kepalanya di atas meja. Mengabaikan lontaran yang sempat dikeluarkan guru mata pelajaran kuliahnya. Ia kembali mendengkur, hampir membuat semua isi ruang kelas menggeleng maklum. Memangnya siapa yang tak akan hafal dengan kelakuan gadis pirang dengan sedikit cat rambut berwarna violet di setiap ujung helainya itu?

Semenjak dua tahun menginjakkan kakinya di lantai marmer Universitas Negeri Washington itu. Takkan ada lagi yang tak mengenalnya.

Viona Marnetta. Gadis bersurai pirang sedikit violet yang kasar kepada siapa pun. Ya, tidak aneh, sih. Sikap kasarnya kan memang sejak kecil? Bahkan sudah membolos di hari pertama kelas mata kuliahnya. Melewatkan berbagai acara yang harusnya dilakukan oleh anggota UKM.

Itu semua ia lakukan semata-mata hanya karena 'percuma'.

Percuma, toh? Untuk apa ia bersekolah sungguh-sungguh hingga ke perguruan tinggi, jika pada akhirnya ia hanya akan ditaruh di dapur.

Kasar mungkin, tapi kata-kata itu ia dengar dari orang-orang yang berspekulasi persis seperti yang ia pikirkan tadi. Seolah mendorongnya untuk mundur dan urung untuk mencapai cita-cita dan impiannya.

Jika ditanya, apakah Viona sempat memiliki cita-cita? Jawabannya adalah, ya! Ia sempat memilikinya saat di sekolah menengah pertama. Yaitu menjadi seorang astronot.

Tidak masuk akal memang, menurut orang-orang yang mengetahui cita-citanya. Bagaimana seorang wanita bisa menjadi astronot? Kodratnya seorang wanita kan di dapur. Sungguh pemikiran yang kuno, otak-otak dongkol itu perlu dilumuri setidaknya bensin, minyak goreng, atau butter, mungkin? Agar otak mereka licin untuk sekali lagi dibuat berpikir.

Tapi, yaaaa. Namanya juga Viona, tak afdol jika harus menghilangkan kata keras kepala dalam kamusnya. Gadis keras kepala yang mudah dihasut. Lihat saja, sekali dikatai seperti itu nyalinya langsung ciut, mengurungkan untuk berlari menggapai cita-cita. Kemana Viona kita dahulu?

Jangan ditanya bagaimana reaksi Ibunya kala sempat mendengar tuturan gadis pecinta warna violet itu. Ia bahkan sudah berkali-kali menceramahinya, tapi tetap saja ... tak peduli dengan nasihat semua orang, bahkan Ibunya sendiri. Ahh, anak muda keras kepala itu.

"VIONA!!"

"YAAA?!"

Kepalanya mendongak malas, suara melengking itu pasti milik juniornya. Bocah menyebalkan itu selalu membuntutinya selama setengah tahun ini. Alasannya konyol.

"Aku suka warna rambutmu."

Hanya itu ...

"Ohhh, *omo! Kau memberinya masker rambut?! Hari ini rambutmu cukup terlihat berkilauan," Gadis dengan surai hitam pekat itu menggenggam dan mengusa-usap sayang beberapa helai rambut Viona, terkadang menempelkannya di pipi untuk bagaimana merasakan halusnya sehelai rambut sepanjang pinggul itu.

"Menyingkirlah." Viona mendorong kasar perempuan yang lebih muda darinya itu hingga hampir terjungkal. Mencibir kesal karena justru gadis itu tak patah semangat untuk kembali menggapai entah sehelai rambutnya. "Menyingkirlah, kau membuatku risih, Yerim." Peringatnya kasar tanpa belas kasih. Gadis yang bernama Yerim itu hanya tersenyum lebar lima jari. Seolah tuli dengan semua peringatan mau pun makian yang dilontarkan kepadanya. Kekeuh.

Yerim, atau lebih tepatnya Ahn Yerim. Gadis keturunan Korea yang merantau jauh ke negeri tempat kelahiran Viona itu. Gadis berumur 22 tahun yang bisa dibilang agak-agak. Sebabnya karena gadis itu mungkin memiliki kegilaan pada surainya. Yang memiliki rambut saja bahkan tak pernah mengurusi surainya sendiri, diikat asal-asalan yang penting bisa terikat. Tapi, justru Yerim dengan susah payah repot-repot mengurusi segala kebutuhan untuk rambut pada umumnya.

Seperti menyisiri rambutnya, memijat kepalanya, bahkan membawa dia ke salon dengan biaya yang ia keluarkan sendiri. Gila, ya? Namanya juga suraiVionalovers.

"Aku lelah, bisa belikan minum untukku?"

Yerim membuat pose hormat, melongos pergi hingga punggungnya tak terlihat lagi. Menghilang di balik pintu.

Viona meregangkan tubuhnya yang penat. Padahal pagi ini ia berniat membolos, tapi dosen menyebalkan itu berhasil menghalanginya. Si bodoh dari gua mana dia?

Kenapa gadis Korea itu lama sekali, sih? Padahal hanya membelikan minuman kaleng di depan, tapi kini bahkan sudah seperti menghabiskan waktu untuk mengantre diskon di mall. Dengan ini berarti ia terpaksa menghampirinya. Pasti ada sesuatu yang terjadi padanya.

Dan ya, benar saja.

Yerim diganggu beberapa sekelompok mahasiswa jahil. Yerim termasuk mahasiswi yang sering dijahili memang. Karena ia adalah orang Korea di sini. Dapat dikatakan jika 40% mahasiswa-mahasiswi di Universitas ini cukup rasis. Viona tak pernah suka hal itu, bukankah, hei! Manusia memang berbeda-beda, dan kenapa justru mereka membeda-bedakan dengan cara yang salah, padahal Tuhan membuat kita sama-sama dari tanah. Memang sedikit dongkol otak mereka.

Malas saja menghadapi mereka semua. Tidak, tidak, bukan takut, tapi menyimpan energinya. Asal kalian tau saja, Viona itu ahli taekwondo sabuk hitam. Mungkin? Ia saja lupa kapan terakhir kali mengikuti ajang olimpiade taekwondo.

"Ada urusan apa kalian dengan dia, hah?!" Tanyanya kencang dengan bertolak pinggang, menaikan dagunya ke atas seolah menantang.

Alih-alih takut, justru sasaran untuk mereka ganggu digantikan dengan kehadiran Viona. Gadis itu hanya bisa menelan ludahnya berat. Melihat ke sana kemari setidaknya mencari pertolongan. Tapi nihil, seolah mereka abai dan mencoba tidak peduli dengannya. Memang busuk orang-orang ini.

"Berani kalian menyentuh barang sehelai pun, habis kalian di tanganku."

Suara gertakan yang cukup tegas itu menyapa pendengarannya. Berbalik kaku setelah melihat para pengganggu bergetar ketakutan. Apa ada harimau atau hantu di belakangnya?

Kemudian Viona hanya mengerutkan alis, apa ini? Hanya pria bermasker dengan lengan otot yang lumayan besar. Kenapa mereka tampak ketakutan? Apa pemuda ini ... seorang dosen killer?!

Dan dengan cepatnya, seperti awan kinton. Sekelompok pengganggu orang Asia itu hilang. Sudah tidak ada lagi. Bahkan Yerim pun menggeleng tak tau kemana mereka pergi.

Aaahh, apa pedulinya. Itu hal yang bagus.

"Ayo, Yerim. Kita kembali masuk. Terima kasih, ya." Tanpa berbalik. Meninggalkan pemuda yang tadi membantunya. Dasar tak sadar sopan santun.

"Akhirnya aku menemukanmu."















VOMEN YA!!!

LOVE AND REVENGE [Telah Dibukukan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang