20. Tempat Rahasiaku

2 1 0
                                    

Aksyatra terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara bising dari Sera. Tepat saat matanya terbuka dan langsung tertuju ke arah suara bising itu, tempat dimana Sera dan Sang Puteri berada.

Dilihatnya Sang Puteri sedang memberi makan Sera dengan rumput dan dedaunan, sementara Razin baru datang dari luar sambil membawa satu ember penuh air, entah darimana dia dapatkan itu.

Menyadari Aksyatra yang baru terbangun dari tidurnya, Sang Puteri pun menyapa. "Selamat pagi." ujarnya.

Aksyatra bangkit dari tempatnya berbaring seraya membalas ucapan selamat pagi dari Sang Puteri. Ia langsung berjalan ke arah Razin dan membantu dengan mengambil alih ember penuh berisi air itu.

"Darimana kau dapatkan ini?" Aksyatra bertanya tanpa menatap yang ditanya dan langsung membawa seember penuh air itu untuk minum kuda-kuda mereka.

"Ada sungai di dekat sini." jawab Razin.

"Maksudku embernya?" tanya Aksyatra lagi.

"Ooh, kutemukan di pinggir sungai tadi." jawab Razin lagi sambil berjalan ke arah kuda miliknya lalu menyuapkan dedaunan untuk makan kudanya.

Aksyatra melirik Razin sesaat lalu menyidukkan air untuk Sera, "Aku harap tidak ada yang melihat mu di sana." ucapnya.

Sang Puteri balas menatap Aksyatra dan tersenyum. "Terima kasih." ucapnya lalu ikut menyidukkan air dengan tangannya dan menyuapkannya pada Sera.

Kemudian di tengah-tengah aktivitas mereka itu Sang Puteri menyela dengan beberapa pertanyaan. "Ke mana kita akan pergi hari ini? Apa kau punya ide?" tanya nya pada Aksyatra.

Aksyatra menghela nafas cukup dalam, sejujurnya dia masih belum tahu harus pindah ke mana. Tetapi, mau tidak mau, siap atau tidak, mereka memang sudah seharusnya pindah dari gua itu.

Tidak baik jika mereka terlalu lama di suatu tempat. Karena cepat atau lambat para prajurit pasti akan mencium jejak mereka. Alhasil Aksyatra memutuskan untuk pergi sendiri terlebih dahulu untuk memastikan tempat yang aman bagi mereka.

"Mungkin hari ini aku akan menjelajah hutan dan mencari tempat baru untuk persembunyian kita." ucap Aksyatra.

Mendengar rencana itu, Sang Puteri langsung bergegas untuk bersiap-siap. Namun, Aksyatra menghentikannya.

"Tidak, Tuan Puteri. Terlalu bahaya bagimu keluar dari tempat persembunyian. Biarkan aku sendiri yang pergi, Razin akan menemani mu disini." pinta Aksyatra.

Razin yang mendengar ide itu langsung setuju. Tetapi tidak untuk Sang Puteri. Dia menatap Aksyatra dengan tatapan yang tajam ciri khasnya.

"Apa kau pikir aku tidak bisa menjaga diriku sendiri?"

"Bukan itu maksudku," Aksyatra mencoba menjelaskan maksudnya. "Aku hanya ingin kau aman, tidak ingin membuatmu dalam bahaya."

Sang Puteri masih menatapnya, namun tak setajam tadi. Dia mencoba membalas argumen Aksyatra.

"Baiklah, apa kau yakin aku akan aman dari para prajurit jika tetap disini? Bukankah mereka bisa datang kapan saja? Apa yang akan terjadi jika mereka datang dengan tiba-tiba dan aku terjebak di gua ini karena hanya ada satu jalur untuk keluar masuk?"

Aksyatra terdiam sejenak lalu mencoba mencari alasan lain, namun dipotong oleh Sang Puteri. "Tapi Tuan Put-"

"Tidak, Aksyatra. Akan lebih aman jika aku ikut dengan mu, kau ingin menjagaku bukan?!" ucapnya seraya menatap Aksyatra.

Mendengar adu argumen itu, membuat Razin yang sedari tadi hanya diam menyaksikan, tidak bisa berkata-kata lagi dan akhirnya hanya bisa mengangguk setuju pada Sang Puteri. Alhasil mereka bertiga pun akhirnya bersiap untuk pergi. Namun, sebelum pergi ketiganya menyempatkan diri untuk makan sesuatu agar perut mereka tidak sakit.

"Apa kau sudah siap?" tanya Aksyatra yang duduk di depan sementara Sang Puteri di belakangnya.

Sang Puteri hanya menjawab dengan sekali anggukan. Sementara Razin di belakang mereka berdua baru akan naik ke atas kudanya.

"Baiklah, ayo!" seru Razin yang menyatakan bahwa dirinya sudah siap.

Seperti kemarin, Aksyatra memimpin di depan dengan Sera dan Puteri Zatyach, sementara Razin di belakang mengiringi. Ketiganya berjalan menjauh dari gua itu dan masuk lebih jauh ke dalam hutan.

Nampak hutan itu yang cukup gelap karena minimnya cahaya. Namun, hal itu bukan disebabkan karena mendung, tetapi karena hutan itu memiliki pepohonan yang berdaun lebat serta tinggi menjulang ke langit, sehingga menutupi langit yang cerah hari itu. Kalaupun ada sedikit cahaya yang masuk, itupun hanya melalui sela-sela rindang dedaunan pohon.

Aksyatra sempat berhenti sesaat untuk memutuskan ke arah mana ia akan pergi. Dan dengan berbagai pertimbangan yang bijak, akhirnya diputuskan untuk pergi ke sisi Barat hutan. Menjauh dari perbatasan Kerajaan Tychiza ataupun Samkha.

"Akan kemana kita?" tanya Puteri Zatyach. "Ke tempat yang aman." Aksyatra menyahut sambil terus fokus mengemudikan Sera.

"Sepertinya ini menuju ke arah perbatasan Kerajaan Aproda?!" Sang Puteri menebak. "Tebakkan mu benar!" sahut Aksyatra.

"Memangnya di wilayah Aproda tidak berbahaya?" tanya Sang Puteri lagi.

"Aku rasa tidak, secara hukum regional tempat itu tidak masuk ke wilayah Kerajaan Aproda, jadi kita tidak perlu diperiksa."

"Ohya? Tempat apa itu?" pertanyaan itu menunjukkan tingginya tingkat penasaran Sang Puteri.

Aksyatra tersenyum dan sempat menatap ke arah orang di belakangnya itu. "Lihat saja nanti." ucapnya.

Lalu di tengah perjalan, kembali Aksyatra menghentikan Sera secara mendadak dan itu membuat tubuh Sang Puteri tak sengaja terdorong ke depan, menyentuh Aksyatra. Tanpa perlu diberitahu Sang Puteri dapat menduga bahwa ada sesuatu di depan mereka yang membuat Aksyatra menghentikan sejenak perjalanan mereka.

Aksyatra menoleh ke arah Razin dan memberi isyarat padanya untuk bersembunyi. Mereka pun bersembunyi menjauh dari jalur mereka tadi.

Dan benar saja firasat Aksyatra, tak lama muncul beberapa prajurit berkuda di jalur mereka tadi dari arah yang berlawanan. Beruntungnya mereka sempat bersembunyi. Semua itu berkat instingnya Aksyatra.

Razin melirik Aksyatra dan berbisik, "Kau hebat!" pujinya dan Aksytra hanya tersenyum tipis.

"Mereka adalah prajurit dari Kerajaan Samkha." Puteri Zatyach berujar setelah prajurit itu jauh pergi.

"Ya, mereka jelas sedang mencariku." tukas Aksyatra menanggapi ucapan Sang Puteri.

Mendengar itu, Sang Puteri hanya diam dan mereka pun melanjutkan perjalanan mereka yang sempat terhenti. Dan setelah beberapa jam menempuh perjalanan akhirnya mereka pun sampai di suatu tempat.

Nampak ada sebuah rumah tua di sana. Rumah itu seperti tak berpenghuni, terlihat dari bangunan dan pekarangannya yang tak terurus.

Aksyatra adalah yang pertama turun untuk memeriksa rumah itu memastikan tempat itu aman, sementara Sang Puteri dan Razin masih di atas kudanya masing-masing.

Aksyatra mencoba membuka pintu depan rumah itu, tetapi sayangnya pintu itu terkunci. Ia pun beralih menuju jendela dan mencoba mengintip dari luar keadaan di dalam sana. Kemudian Aksyatra pun tersadar bahwa jendela itu tidak terkunci.

Dibukanya-lah jendela itu selebar tubuhnya  dan masuk melewatinya dengan hati-hati. Sementara di luar sana Sang Puteri dan Razin masih menunggu dengan sedikit cemas. Pandangan keduanya tidak lepas dari jendela tadi, tempat di mana Aksyatra masuk.

Setelah menunggu beberapa waktu dengan perasaan cemas. Akhirnya Aksyatra pun keluar melalui pintu depan rumah itu.

Dia berjalan mendekat ke arah Sera dan Puteri Zatyach. Mengulurkan tangannya, sambil mengatakan beberapa kali bahwa tempat itu aman, "Tempat ini aman, jangan khawatir."

Razin yang mendengar itu merasa lega dan langsung turun dari kudanya. Tidak lupa ia turut membawa masuk kudanya berikut juga Sera.

Di dalam rumah itu Sang Puteri melemparkan pertanyaan yang sudah ditanyakannya sejak di perjalanan tadi. "Tempat apa ini?"

Aksyatra menjawab sambil melihat ke sekelilingnya dengan penuh haru seolah dia sedang bernostalgia. "Ini tempat rahasiaku, hanya aku, orang tuaku, dan Raja Samkhatra yang tahu."

BERSAMBUNG.

Lari Ke HutanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang