7 : Aliyah dan Pertanyaannya

990 199 50
                                    

happy reading

***

"Khalid mana?" tanya Aliyah sesaat setelah memasuki rumah kakaknya.

Fariz memasukkan tangan kanannya ke saku celana lalu melihat adiknya dari atas hingga ke bawah. "Kirain udah lupa alamat rumah ini."

Aliyah terkekeh. "Maaf, baru sempat main, sibuk banget soalnya."

"Sendirian aja?" tanya Fariz sambil melihat-lihat ke belakang Aliyah yang baru datang itu.

"Ali nyusul," jawab Aliyah seraya mendudukkan diri ke sofa. "Khalid mana, Akhi?" tanyanya sembari celingukan mencari.

Belum sempat mendengar jawaban kakaknya, Aliyah keburu mendapati anak itu sedang menuruni anak tangga ditemani dengan sang bunda. Saking tidak sabarnya, Aliyah malah bangkit dari duduk lalu berlari kecil agar dapat segera memeluk anak itu.

"Aunty kangen bangetttt!!!"

Khalid membalas pelukan dari tantenya. "Anaa aydhon."

Sepersekian detik kemudian, Aliyah melepas peluknya lalu mengusap kepala Khalid. "Udah pinter banget ngomong arabnya, perasaan kemarin masih afwan afwan aja."

"Ikut kursus," jawab Khalid kemudian berjalan menuju sofa lalu duduk disamping ayahnya.

"Keren," puji Aliyah. "Apa kabar, Kak?" lanjutnya seraya menggandeng lengan kakak iparnya.

"Alhamdulillah." Sheila tersenyum simpul.

"Kakak aku gimana?"

Aliyah menanyakan hal itu dengan berbisik agar tidak didengar oleh kakaknya. Tidak ada tujuan lain, sih, hanya ingin tahu perkembangan hubungan mereka berdua. Siapa tahu ada kejadian-kejadian yang tidak diketahui olehnya. Sejak pindah rumah, ia jadi jarang bertukar cerita dengan kakak ipar perempuan satu-satunya yang ia miliki itu.

"Baik-baik aja."

Aliyah menghela napas lega kemudian mengucap hamdalah.

"Kamu udah makan belum? Mau minum sesuatu, nggak?" tawar Sheila.

"Ntar aja, mau main sama Khalid dulu, Kak."

Sheila mengangguk paham. "Oke."

Khalid yang tengah sibuk bermain game di ipad menengok sebentar ke arah ayah dan bundanya. "Bunda siniii."

Kedua perempuan yang masih asik sendiri akhirnya menghampiri Khalid lalu ikut duduk bersama.

"Tukar tempat, Al." Fariz berdiri.

Aliyah memberi tatapan bingung "Kenapa?" tanyanya.

"Kamu duduk di samping Khalid."

Aliyah menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian bertukar posisi. Kini, Aliyah duduk bersama keponakannya.

"Ayah kamu bucin, ya? Duduk aja harus sampingan."

"Ayah itu pindah karena mau Aunty duduk di samping aku."

Fariz menjentikkan jarinya. "Betul itu. Tadi kamu bilangnya kangen sama Khalid, kan? Makanya, akhi biarin kamu duduk bareng."

"Iya, deh, iya." Aliyah mengaku kalah. Setelah itu, ia meminta untuk diikutkan dalam game yang sedang dimainkan oleh Khalid. Alhasil keduanya malah sibuk main bareng.

Kali ini Sheila tidak ingin mengisi waktu gabutnya dengan bermain ponsel. Ia memilih untuk mengambil sebuah kamera polaroid yang terletak di bawah meja.

"Itu di dalam masih ada kertas fotonya, nggak, sih, Bun?" tanya Fariz.

Sekadar informasi, kalau di depan Khalid mereka berdua tidak saling memanggil nama masing-masing sebagaimana biasanya. Sebenarnya, Fariz ingin menerapkan itu juga meski Khalid tidak bersama mereka, tapi Sheila tidak setuju dengan alasan kurang nyaman. Aneh, katanya.

SelarasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang