1 : Permintaan Ketiga

1.4K 241 67
                                    

happy reading

***





Sheila, Fariz dan Khalid tengah berada di kediaman Royyan dan Zahra. Tidak ada acara apa-apa, hanya sekadar silaturahmi biasa saja.

Satu hal yang perlu diketahui, meskipun Sheila terkesan sering mengunjungi rumah orang tuanya, ia jarang sekali menyambangi rumah  sang kakak yang jaraknya lumayan dekat dari situ. Bukan tidak mau, tapi tiap kali ia berencana, Royyan sekeluarga malah sedang menginap di rumah Mama, kalau tidak yaa ... keduanya sama-sama memiliki kesibukan. Jadi, tidak sempat.

Saat ini Sheila sedang menyandarkan kepalanya di Royyan, tak hanya itu, tangannya juga menggandeng tangan kakaknya.

"Ada yang lagi manja sama kakaknya nih," tegur Zahra lengkap dengan wajah meledeknya.

"Yee .. biarin." Sheila menjulurkan lidah. "Kak Royyan, adiknya dipeluk donggg."

Royyan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Males, ah."

"Parah banget!" Sheila melepas gandengan tangannya lalu beranjak pindah tempat duduk. Sekarang ia duduk tepat di samping suaminya.

"Ututututu, sini." Royyan menghampiri Sheila, saat ingin memeluk adiknya. Ia meminta izin ke Fariz terlebih dahulu. "Riz? Boleh, nggak nih?"

Fariz tertawa kecil. "Iyalah, masa mau ngelarang."

Usai mendapat jawaban, suami Zahra langsung memeluk perempuan di depannya. Berbarengan dengan hal itu, Khalid dan Miwa yang daritadi sibuk bermain menghampiri kedua orang tuanya.

"Bunda, kok dipeluk Om Royyan, sih?"  Khalid memasang ekspresi wajah tidak suka.

"Limaadza?" tanya Fariz sambil menepuk pahanya, memberi kode agar anak semata wayangnya duduk di situ.

"Iya, kenapa emangnya?" Sheila ikut bertanya.

"Kan bukan mahrom. Ayah pernah bilang gak boleh cowok sama cewek yang udah dewasa dekat-dekatan apalagi sampe pelukan kayak Bunda dan Om Royyan," protes anak itu seraya duduk di pangkuan ayahnya.

Royyan kembali mendudukkan diri pada tempat awalnya. "Kata siapa bukan mahrom? Om Royyan itu kakaknya Bunda, jadi yaa ... Om mahromnya dia."

"Emang iya, Yah?" Khalid meminta  jawaban yang pasti dari sang Ayah.

Fariz mengangguk. "Na'am."

"Maaf, Om Royyan. Aku gak tau."

Royyan tersenyum. "Gak apa-apa, santai aja bro," ucapnya sembari mengacungkan jempol.

Melihat wajah anak perempuannya yang sedang mengantuk. Zahra mengajak Sheila untuk ke kamar menemani Miwa hingga tertidur dan membiarkan para lelaki di ruang tengah.

***

"Telfon Oppie dan Aisy, yuk?" ajak Zahra sesaat setelah Miwa terlelap.

"Ayo."

Zahra mengambil ponsel di atas nakas kemudian mencari kedua nomor sahabat lamanya lalu menghubunginya.

Satu menit
Dua menit
Tiga menit

Baik Oppie ataupun Aisy tidak ada yang berhasil dihubungi oleh mereka. Oppie tidak mengangkat telepon, sementara nomor Aisy tidak aktif.

"Coba tes sebentar lagi telfonnya," usul Sheila yang diiringi anggukan oleh Zahra.

"Btw, La, ingat nggak, sih? Waktu itu lo pernah cerita ke gue soal kesepakatan yang terjalin antara lo dan Kak Fariz waktu dia beliin lo mobil? Kalau nggak salah, dia berhak 3 permintaan gitu."

SelarasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang