3 : Tokoh Utama

1.2K 240 32
                                    

happy reading

***




Fariz berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Tidak sedang ingin menjenguk siapapun, ia hanya ingin mengunjungi istrinya yang ia yakini sedang tidak menerima pasien dikarenakan jam telah menunjukkan waktu istirahat.

Setibanya di depan ruang praktik. Fariz dapat melihat Sheila yang sedang bermain ponsel akibat pintu ruangan yang tidak tertutup rapat.

"Assalamualaikum," salam Fariz seraya memasuki ruangan lalu menutup pintu. "Aku boleh masuk nggak, dok?"

"Wa'alaikumussalam," balas Sheila. "Situ udah masuk, Pak. Gunanya pertanyaan barusan untuk apa coba?"

Fariz tertawa kecil lalu duduk di depan istrinya. "Sendiri aja? Suci mana?" tanyanya seraya mengedarkan pandangan mencari sosok yang kerap kali membantu istrinya menangani pasien.

"Di kantin," jawab Sheila singkat.

"Kamu kok kayak nggak bahagia gitu, ya, aku datang ke sini?"

"Bingung aja, emangnya mau ngapain ke sini? Tumben banget."

"Kamu udah makan? Kita makan siang bertiga di luar mau, nggak?"

"Bertiga?" tukas Sheila.

Fariz memberi anggukan. "Iya, jemput Khalid di sekolah dulu, bentar lagi kan udah mau pulang."

Tanpa memberi jawaban, Sheila mengirim pesan terlebih dahulu ke Suci karena kalau tidak dikabari yang ada dia bisa kebingungan mencari. Tuntas mengirim pesan, Sheila membereskan meja kerja lalu mengambil tasnya.

"Ayo."

Setelah melihat Sheila selesai menutup pintu ruangan, Fariz menggenggam tangan kanan Sheila yang sedang kosong.

"Harus banget jalannya pegangan tangan gini?" tanya Sheila.

"Biar satu rumah sakit tau kalau kamu udah punya aku,"

Sheila hanya mengangguk-anggukan kepala menanggapi ucapan Fariz.

Sepasang suami istri itu baru melepas genggaman tangan mereka saat memasuki mobil. Mengingat waktu pulang Khalid sekitar 5 menit lagi, Fariz langsung menjalankan kendaraannya agar tidak telat menjemput putra semata wayangnya. Lokasi sekolah yang bisa dibilang lumayan dekat dari rumah sakit membuat mereka tiba dengan cepat meski lewat dua menit dari perkiraan laki-laki itu.

Usai Khalid bergabung bersama mereka, perjalanan dilanjutkan ke salah satu restoran untuk mengisi perut.

Di resto, mereka memilih untuk makan di lantai dua bagian outdoor mengingat cuaca sedang bagus-bagusnya sekarang. Tuntas berunding dan memilih makanan masing-masing, Fariz menyerahkan pesanan mereka ke tempat pemesanan.

Khalid menatap punggung ayahnya sampai hilang dari pandangan. "Bunda," panggilnya pada perempuan yang sedang duduk di sampingnya.

Mata Sheila yang tadinya fokus pada layar ponsel sontak tertuju pada sang anak. "Iya?"

"Bunda sama ayah ketemu di mana? Kenapa bisa nikah?" tanya Khalid.

Pertanyaan dari Khalid, membuat Sheila kembali mengingat sebesar apa perjuangannya untuk mendapatkan pria bernama Muhammad Alfarizi.

"Kalau diceritain panjaaaang." Sheila membentangkan tangannya mengibaratkan sepanjang apa kisah cinta antara dirinya dengan seseorang yang pernah menjabat sebagai Ketos di sekolah.

"Intinya apa? Aku pengen tau aja." Khalid memasang wajah penasaran.

Sheila berpikir sebentar lalu tersenyum usil. Ia akan memutar-balikkan fakta. "Jadi, ayah sama bunda dulunya ketemu di sekolah. Nah, waktu itu ayah suka banget sama Bunda, sukanya tuh sampai bertahun-tahun terus singkat cerita kita berdua dijodohkan ibunya ayah kamu."

SelarasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang