4. Kabur

412 30 12
                                    

.

° ° °

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


° ° °

Dua tahun kemudian.
Spanyol.

Di ruang tamu yang megah, Helena duduk di sofa dengan menyilang kaki layaknya seorang bos. Dia mengenakan setelan blazer merah maron yang pas di tubuhnya, menambah kesan elegan dan tegas.

Rambut hitam panjangnya diikat rapi ke belakang, menonjolkan wajahnya yang anggun dan tatapan matanya yang tajam. Dia duduk dengan postur yang tegak dan percaya diri, memegang segelas anggur merah di tangan kanan, sementara tangan kirinya bertumpu di lengan sofa.

Di hadapannya, Elina duduk dengan tegar. Meskipun wajahnya memancarkan kecantikan alami, sorot matanya menunjukkan ketakutan yang mendalam. Rambutnya yang panjang terurai sedikit berantakan, menambah kesan dramatis pada penampilannya. Dia mengenakan dress sederhana berwarna biru pucat, yang meskipun sedikit usang, masih terlihat elegan dan cocok dengan sosoknya yang anggun.

Helena dan Elina duduk berhadapan dan hanya di batasi oleh sebuah meja. Terlihat di atas meja itu telah tersedia pulpen dan selembar kertas yang dilapisi oleh map, tepat di hadapan Elina.

Helena menyesap anggurnya dengan tenang. "Tunggu apa lagi? Tanda tangani surat itu."

Elina menatap ibu tirinya itu sesaat sebelum kedua korneanya dialihkan pada selembar surat dihadapannya. "Apa setelah menandatanganinya, aku tidak akan dibebaskan?"

Helena tersenyum sinis lalu meletakkan segelas anggurnya di atas meja. "Tentu. Setelah menandatanganinya, kamu bebas kemana saja."

Elina diam sesaat sebelum berkata, "Tidak. Aku tidak akan menandatangani surat ini."

"Kau mau mati?" ancam Helena.

Elina mengangkat dagunya, menunjukkan bahwa dia tidak akan mundur meskipun rasa takut melanda hatinya.

Suasana di sekitar mereka penuh dengan ketegangan, seolah-olah waktu berhenti sejenak saat dua wanita ini saling berhadapan, satu dengan kekejaman yang terpancar jelas dan yang lainnya dengan keberanian yang terpendam dalam-dalam.

"Mungkin lebih baik aku mati, hidupku akan lebih tenang," jawab Elina.

"Oh, jadi kau ingin mati? Baiklah, jika itu yang kau mau," kata Helena.

"Meskipun aku mati, kau tidak akan mendapatkan warisan ayahku," balas Elina.

Emosi Helena mulai memanas. "Berani kamu membantahku?"

"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan," jawab Elina.

"Aku ini ibumu, turuti saja apa yang aku perintahkan," ucap Helena

EISERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang