5. Menuju Kebebasan

309 28 8
                                    

.

° ° °

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

° ° °

Dengan langkah hati-hati dan cepat, Elina berlari melalui gang-gang sempit, menghindari cahaya lampu jalan yang seolah-olah menjadi penjaga setiap sudut.

Tiap langkahnya terasa seperti ledakan di kesunyian malam. Setiap detik berharga karena dia tahu bahwa waktu tidak berpihak padanya.

Tidak lama Elina telah sampai pada sebuah mobil.

Tok.

Tok.

Elina mengetuk kaca mobil pelan. "Permisi," sapanya.

"Cepat masuk!" titah pria yang duduk di kursi kemudi. Wajahnya mengisyaratkan kecemasan. "Kita tak punya banyak waktu."

Elina segera memasuki mobil, hingga mobil itu meluncur pergi. Stasiun kereta yang merupakan tujuan pelariannya terletak beberapa kilometer di depan sana. Dengan perasaan cemas, ia berharap rencana kaburnya kali ini berhasil.

Sesekali Elina menatap pria yang duduk sambil menyetir itu.

"Kau temannya pria tadi? Maksudku Zaki. Kau temannya Zaki?" Elina membuka percakapan.

"Iya," jawab pria itu tanpa menoleh, pandangannya tetap fokus ke depan.

Elina menghela nafas pelan, merasa sedikit lega dari sebelumnya karena telah berhasil keluar dari rumah.

"Kua tidak perlu khawatir, semuanya akan baik-baik saja," ucap pria itu, mencoba menenangkan Elina juga dirinya sendiri.

"Mm. Semoga saja," gumam Elina.

"Setelah tiba di Indonesia, kau akan aman."

"Entahlah. Aku sudah pernah kabur beberapa kali, tapi pada akhirnya mereka tetap menemukanku. Musuhku bukan sembarang orang." Elina bercerita sambil menyandarkan punggungnya pada kursi mobil dengan tatapan mengarah ke jendela yang memperlihatkan lampu-lampu jalan.

"Benar, tapi kaptenku juga bukan sembarang orang," balas pengemudi.

"Kapten? Siapa itu?"

"Orang yang akan membantumu saat tiba di Indonesia."

Elina diam sesaat.

"Jangan khawatir, dia bukan orang jahat. Meskipun dia terlihat galak, sebenarnya dia baik kok. Tapi ada satu yang lebih penting."

"Apa?" Elina penasaran.

"Dia tampan," jawab pengemudi.

Elina tertegun. "O-oh," gumamnya. "Apa dia yang menyuruhmu melakukan ini?"

"Tidak."

"Lalu?"

"Zaki yang menyuruh kami."

"Terus kenapa kau menyebutnya kapten? Bukankah kapten itu biasanya orang yang memberi perintah?"

EISERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang