24. Rumah Helena

107 7 0
                                    

.

° ° °

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

° ° °

Helena dengan angkuh melangkah keluar dari mobil mewahnya. Kedatangannya disambut hormat oleh para pelayan dan pengawalnya. Begitu pintu mobil dibuka, seorang pengawal segera memayunginya dari hujan.

Udara pagi yang sejuk diiringi hujan itu tak mengurangi ketegasan dalam setiap gerakannya. Setelan hitam mahal yang membalut tubuhnya memancarkan kemewahan, kontras dengan langit yang kelabu.

"Apa ada kabar dari Jeff?" tanya Helena tanpa menoleh.

"Belum. Jeff belum kembali sejak semalam," jawab pengawal.

"Kuharap ia membawa kabar baik," gumam Helena.

Tiga anak tangga menuju pintu besar rumah terasa seperti panggung di mana Helena, sang ratu bisnis, baru saja kembali dari penaklukan wilayah Eropa dengan satu lagi kesepakatan besar di tangannya.

Pintu besar rumahnya terbuka dengan sendirinya begitu ia mendekat, mengungkapkan ruangan dalam yang tak kalah megah. Lampu kristal raksasa tergantung di tengah aula besar, memancarkan cahaya keemasan yang membaur dengan kilau marmer hitam di bawahnya.

Setiap sudut ruangan berbicara tentang kekayaan dan kuasa, dari lukisan-lukisan berbingkai emas hingga patung marmer yang berdiri megah di sudut-sudut ruangan.

Helena menyusuri aula itu dengan kepala tegak, sorot matanya dingin, nyaris tanpa emosi, namun penuh dengan rasa percaya diri yang tak tertandingi.

Dia berjalan menuju ruang kerjanya, sebuah ruangan yang hampir sama megahnya dengan aula utama. Di balik meja besar dari kayu mahoni, jendela-jendela tinggi memberikan pemandangan taman belakang yang tampak seperti hutan pribadi.

Rak-rak penuh buku hukum, keuangan, dan dokumen-dokumen penting yang menandai jejak kesuksesannya membentang di sepanjang dinding. Semua tampak rapi, teratur, persis seperti yang diinginkan Helena.

Helena melemparkan tas kulit mahalnya ke atas meja dengan santai. Ia duduk di kursinya dengan elegan, menyilangkan kakinya dengan gerakan yang tak kalah angkuh. Matanya menatap ke luar jendela dengan tatapan jauh.

Pikiran Helena bukanlah tentang pagi yang tenang di rumah mewahnya, melainkan tentang kekuasaan yang ia genggam erat setelah pertemuan bisnis yang sukses di Eropa.

Suara angin yang lembut di luar terasa jauh, nyaris tak terdengar di telinga Helena yang lebih fokus pada rencana-rencana besar yang sudah menari di dalam pikirannya.

Namun, di balik segala kemewahan dan kemenangan yang baru saja ia raih, ada sesuatu yang tak bisa ia lepaskan. Elina, putri tiri yang selama ini menjadi penghalang terbesar dalam hidupnya.

Meski telah menggenggam sebagian besar kekuasaan perusahaan, Helena tahu Elina adalah ancaman yang tidak bisa ia sepelekan. Setiap kali nama itu terlintas di pikirannya, ada kilatan kebencian yang tak bisa ia sembunyikan. "Perempuan itu...," gumam Helena dengan nada rendah, penuh dengan rasa dingin.

EISERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang