2. Awal dari Masalah

381 27 9
                                    

.

° ° °

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

° ° °

Langit sore mulai berpendar keemasan, cahaya mentari yang meredup menciptakan bayang-bayang panjang di sepanjang dermaga kota.

Di ujung sebuah gedung kaca megah yang menghadap ke laut, Aidan sedang menatap keluar jendela seraya menunggu kedatangan seseorang yang diundangnya. Hari ini ia merasa bukanlah seorang pengusaha terkenal, melainkan seseorang yang berhutang nyawa.

Di seberang ruangan, pintu kayu tebal terbuka perlahan, memunculkan sosok pria yang gagah berwibawa dengan seragam dinas yang membalut tubuh sasanya.

Aidan berbalik, matanya beradu dengan tatapan pria yang telah mempertaruhkan hidup untuk menyelamatkannya dari teroris di gurun tandus beberapa waktu lalu.

Waktu itu, di antara deru tembakan dan ledakan, hidupnya terasa digenggam oleh orang asing di hadapannya ini.

"Anda sudah datang?" kata Aidan.

Eiser berdiri tegak, sorot matanya tetap tenang. "Iya Pak," jawabnya.

"Silahkan duduk," ucap Aidan dengan sopan.

Eiser duduk pada sofa yang telah disediakan, berhadapan dengan Aidan, namun dibatasi oleh meja.

"Anda telah menyelamatkan hidup saya," suara Aidan sedikit parau, bergetar oleh rasa syukur yang mendalam. "Saya tidak tahu bagaimana bisa membalasnya."

Eiser duduk tegak, sorot matanya masih tetap tenang. "Kami hanya menjalankan tugas Pak," jawabnya dengan nada rendah, tapi dalam.

"Tugas?" Aidan tersenyum tipis, mencoba memahami sikap dingin itu. "Bagi sebagian besar orang, apa yang Anda lakukan lebih dari sekadar tugas. Anda tidak hanya menyelamatkan diri saya... tapi keluarga saya, perusahaan saya, semuanya. Apa yang bisa saya lakukan untuk menunjukkan rasa terima kasih?"

Angin dari laut berdesir pelan, menelusup melalui celah jendela, menggugurkan keheningan sejenak.

Kapten Eiser menarik napas dalam, seakan menghirup aroma garam yang membangkitkan kenangan jauh di medan perang.

"Rasa terima kasih cukup bagi kami. Seorang prajurit tidak mencari balasan. Kami hidup untuk melindungi," jawab Eiser.

Aidan menatap pria itu lama, kagum pada kedalaman ketulusan yang tersirat dalam setiap katanya. "Dunia membutuhkan orang-orang sepertimu, lebih dari yang Anda sadari. Tetaplah seperti ini, Kapten Eiser. Tetaplah menjadi simbol kekuatan dan keberanian."

Eiser hanya diam.

"Kurasa... kau banyak belajar dari ayahmu." Suara Aidan terdengar santai, lebih akrab.

Eiser menatap Aidan heran. "Anda mengenal ayahku?"

Aidan tersenyum lalu berkata, "Komandan Edward sangat bijaksana. Tidak heran jika putranya mengikuti jejaknya."

EISERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang