31. Kecewa

90 4 0
                                    

.

° ° °

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

° ° °

Elina baru saja keluar dari ruang rapat panjang dengan tim manajemen, membahas perkembangan proyek besar yang menjadi fokus utama perusahaan.

Meskipun rapat itu penuh dengan strategi dan data, pikirannya sesekali melayang ke Helena. Hubungannya dengan ibu tirinya menjadi lebih rumit akhir-akhir ini, terutama setelah berbagai kejadian yang menegangkan diantara mereka.

Elina duduk di balik meja kerjanya, memijat pelipisnya untuk mengusir lelah. Hanya beberapa jam lagi sebelum ia bisa meninggalkan kantor, namun ada sesuatu yang membuatnya tak bisa tenang.

Tiba-tiba, suara notifikasi ponselnya memecah keheningan. Sebuah pesan dari Zaki muncul di layar.

"Kita perlu bicara. Ada sesuatu yang harus aku jelaskan. Temui aku di lobi kantor pukul enam."

Elina membaca pesan itu beberapa kali, merasa sedikit heran. Tumben Zaki mengirim pesan seperti ini, biasanya jika ada informasi penting Zaki menghubungi Bilal atau Erden. Namun Elina merasa mungkin ini situasinya benar-benar mendesak hingga Zaki memintanya untuk bertemu secara langsung.

Tidak lama, notifikasi susulan dari Zaki kembali masuk. Elina membacanya.

"Datanglah sendiri dan jangan memberi tahu siapa pun. Ini hal penting yang harus diketahui oleh Anda saja."

Setelah membaca pesan itu, Elina merasa ragu. Namun dilain sisi ia merasa Zaki tidak mungkin punya niat jahat, toh dia juga yang membantunya kabur dari Helena.

Elina mengabaikan perasaan ganjil dalam hatinya itu, meyakinkan dirinya bahwa Zaki hanya ingin mendiskusikan sesuatu yang penting. Mungkin terkait Helena atau tim mereka yang terlibat dalam misi besar. Namun, perasaan cemas bercampur penasaran yang samar tetap menggelayuti pikirannya.

Ketika senja mulai merambat dan langit memudar menjadi semburat jingga, Elina akhirnya meninggalkan kantornya.

"Kau mau kemana?" suara ini menghentikan langkahnya. Dia menoleh menatap Eiser yang kini berdiri di belakangnya.

Ada rasa ingin memberitahu Eiser, namun kembali lagi ingatannya berputar pada pesan Zaki. Terpaksa ia berbohong pada Eiser kali ini.

"Aku ingin ke suatu tempat," jawabnya.

"Sebagai pengawal, aku akan mengantarmu," ujar Eiser.

Elina berpikir cepat untuk mencari alasan. "Eh, tidak perlu. Aku... aku ingin sendiri."

Eiser diam sesaat. Ia heran. Tidak biasanya Elina seperti ini. "Kau yakin?"

Elina mengangguk. "Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja," ucapnya disertai senyuman. "Kalau begitu aku pergi dulu," lanjutan sebelum pergi meninggalkan Eiser.

Elina turun ke lobi, dan benar saja, Zaki sudah menunggunya di sana. Sosoknya berdiri tegap di dekat pintu masuk, wajahnya sedikit tegang. Tidak ada kata basa-basi seperti biasanya. Zaki hanya mengangguk, menandakan bahwa mereka harus segera pergi.

EISERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang