Pagi yang cerah dengan udara yang sejuk membuat siapa saja tenang diwaktu itu. Seorang perempuan dengan balutan gaun yang sederhana membuatnya terlihat cantik dan elegan, perempuan itu melamun di tepi ranjang tempat tidurnya.
"Rayi, kau sekarang ada dimana?" Ucap perempuan itu yang sering dipanggil putri raja.
"Aku sangat merindukanmu Rayi, cepatlah kembali. Aku kasihan melihat Ibunda yang terus-menerus menahan rasa rindunya terhadap dirimu Rayi"
Ditempat lain seorang pemuda yang sedang berjalan tiba-tiba terhenti ketika mendengar suara yang samar-samar seperti suara kakak perempuannya, seakan berkomunikasi langsung dengannya pemuda itu tersenyum seraya menjawabnya.
"Tunggu aku yunda, aku akan segera sampai"
Putri tadi yang awalnya melamun tersadar mendengar suara yang ia kenali, ia tersenyum mendengar jawaban dari adiknya itu.
Ditempat lain terdapat sekelompok orang yang sedang berkelahi seperti sedang melakukan pertandingan sayembara. Pemuda bercadar yang melihatnya penasaran, dia memutuskan untuk menghampirinya.
Tidak ingin penasaran, pemuda itu bertanya kepada orang disampingnya.
"Maaf kisanak, jikalau boleh tahu ini sayembara mengenai apa?"
Yang ditanya pun menoleh dan menjawabnya "sayembara ini dilakukan dengan niatan untuk mencari pendamping hidup putri raja yang akan dinikahkan dan sekantong koin emas"
"Apakah kisanak berminat untuk mengikuti sayembara?" Lanjutnya.
"Tidak kisanak, aku tidak berminat mengikuti sayembara ini" jawab pemuda itu.
"Mengapa kisanak? Bukankah putri raja itu cantik? Bahkan banyak pendekar yang berebut untuk memenangkan sayembara ini"
Pemuda itu tersenyum, "aku tidak berminat untuk mengikuti sayembara ini lagipula umurku belum cukup matang untuk menikah dan juga aku masih ada impian yang harus aku wujudkan"
Mendengar itu orang disampingnya mengangguk dan tersenyum, setelah obrolan tadi mereka kembali fokus ke arena pertandingan.
"Huh aku sangat bosan disini, apakah tidak ada sesuatu yang menarik disini? Sangat menyebalkan" gerutu seseorang yang tidak lain adalah Raden Abikara.
Abikara berjalan melewati lorong-lorong istana sambil melirik kesana-kemari hingga tidak sadar dia telah sampai di sebuah taman.
Melangkahkan kakinya dengan pandangan takjub melihat taman tersebut yang begitu indahnya. "Aku tidak menyangka bahwa disini ada taman seindah ini, tapi milik siapa taman ini? Setahuku jika taman indah dan asri seperti ini pasti dirawat pribadi" kagum Abikara.
Masih dengan perasaan kagum, Abikara berjalan berkeliling taman hingga tanpa sengaja melihat objek yang menurutnya menarik. Ia mendekat dan tertegun melihat itu.
Dengan posisi dan perasaan yang sama Abikara tidak menyadari ada beberapa orang yang sedang berjalan kearahnya.
Salah satu dari mereka menepuk pundak Abikara, "Raden."Abikara yang mendapat tepukan secara tiba-tiba terkejut menoleh kearah orang yang menepuk pundaknya dan yang memanggil namanya. Sebelah alisnya terangkat yang bermaksud "ada apa?"
Tentunya itu diketahui oleh orang tersebut. "Mengapa Raden ada disini?" Tanya orang itu yang tak lain Raden walangsungsang dan disampingnya ada nimas Rara Santang serta Ratu Subang larang.
"Ah tidak apa Raden hanya saja aku tadi merasa bosan didalam istana sehingga aku memutuskan untuk pergi berkeliling istana hingga aku menemukan taman ini"
"Hmm menurut Raden bagaimana pendapatmu tentang taman ini?" Tanya Subang larang.
"Menurutku?"
Subang larang mengangguk.
"Menurutku taman ini indah bahkan sangat indah, untuk sebuah taman seperti ini sangatlah membutuhkan tenaga dan perhatian yang sabar. Tanaman tidak tumbuh hanya untuk memenuhi ambisi atau untuk memenuhi niat baik. Mereka berkembang karena seseorang mengerahkan upaya untuk mereka. Taman menunjukkan mungkin ada tempat di mana kita bisa bertemu alam di tengah jalan." Papar Abikara dengan senyum tipisnya yang bahkan tidak terlihat.
"Sangat indah sekali ucapanmu Raden " kagum Rara Santang mendengar penuturan dari Abikara.
Abikara terdiam, " bolehkah aku bertanya?"
Subang larang maupun Rara Santang mengerutkan dahinya.
Subang larang dengan senang hati menjawab pertanyaan Abikara semampunya, "tentu saja Raden, silahkan."
"Mengapa saat aku pertama kali menunjukkan wajahku, kalian semua terdiam? Tatapan kalian seperti melihat seseorang yang sudah lama tidak bertemu"
Keduanya terdiam mendengar pertanyaan Abikara hingga akhirnya Rara Santang angkat bicara, "karena wajahmu sangatlah mirip dengan Rayiku dan itu membuat rasa rindu kami terobati meskipun kau bukan Rayiku"
"Siapa nama Rayimu?"
"Namanya adalah Kian Santang" jawab Subang Larang sebelum putrinya menjawab.
"Benarkah? Aku tidak menyangka jika wajahku mirip dengan Raden Kian Santang "
"Kamipun juga tidak menyangka, wajah kalian sangatlah mirip yang membedakan hanya warna bola matanya saja, bola matamu berwarna hitam sedangkan bola mata milik putraku berwarna coklat "
*****
"Apakah tidak ada pelawan lain? Jika tidak ada maka pemenangnya akan segera ditetapkan" teriak Senopati dari kerajaan yang mengadakan sayembara.
Hening seketika kala mendengar teriakan Senopati. sang putri raja yang akan dinikahkan menatap malas ke arah sayembara, jika bukan karena perintah ayahnya untuk menikah maka dia tidak akan berada disana. Karena bosan putri itu melihat disekeliling Sampai pada akhirnya pandangannya terpaku kearah pemuda bercadar, aura pemuda itu berbeda dengan orang-orang disekitarnya.
Vote
Comment
Follow
HAI HAI SEMUA, AKHIRNYA BISA UPDATE JUGA. YA WALAUPUN CUMA SEDIKIT TAPI GAPAPA LAH YA UNTUK MENGOBATI RASA PENASARAN. GIMANA CERITANYA MENURUT KALIAN?
DICHAPTER SELANJUTNYA MAU ADEGAN APA NIH?
SEE YOU SEMOGA CERITA INI BISA TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
MENTARI PADJAJARAN (Hiatus)
Fiksi SejarahKisah seorang kesatria berhati bersih dalam menyiarkan agama islam dan politik kerajaan yang mengharuskannya masuk kedalam lingkaran politik kerajaan. Perjalanannya tidaklah mudah, banyak rintangan yang harus ia hadapi mulai dari konflik antar rakya...