"Bunda, aku sangat tidak suka dengan ibunda Subang Larang dan anak-anaknya. Entah mengapa aku merasa iri dengan mereka, melihat bagaimana perhatian ayahanda terhadap mereka."
"Ibunda juga merasakan apa yang kau rasakan namun apa yang bisa kita perbuat? Yunda Subang Larang adalah istri tercinta dari ayahanda kalian, jika kalian ingin tahu bagaimana perhatian ayahanda kalian dengan anak-anak dari yunda Subang Larang mungkin kalian akan lebih merasa iri terlebih lagi Nanda Kian Santang" sang bunda menimpali ucapan putrinya.
"Memang bagaimana perhatian ayahanda kepada mereka?" tanya putranya.
Mereka yang tak lain adalah Aci Putih dengan kedua anaknya yaitu Munding Dalem dan Rara Kandita tengah berkumpul di wisma Aci Putih. Awalnya mereka tidak membicarakan tentang hal itu namun perasaan tidak suka yang ada dalam hati mereka ingin diutarakan.
"Waktu itu saat kalian masih berada di tempat kakek kalian, hampir semua anak ayahanda kalian sedang terluka akibat dari peperangan dan pada saat itu Nanda Kian Santang masih berusia 7 tahun tapi dia sudah mulai terjun dalam Medan perang sejak usia 5 tahun. Pada waktu itu, keadaaan sangat mendesak dan Padjajaran hampir mengalami kekalahan namun itu tidak terjadi sebab Nanda Kian Santang rela mengorbankan dirinya menjadi tameng Padjajaran...."
Flashback
"PUTRAKU"
"RAYI"
"RADEN"
"NANDA KIAN"
Samar-samar Kian Santang mendengar teriakan keluarganya memanggil dirinya, sakit yang ia rasakan sudah tak mampu ia tahan namun ia tetap berusaha untuk melawan musuhnya agar Padjajaran memenangkan peperangan ini.
Kian Santang mulai mengeluarkan jurus-jurus yang pernah diajarkan Siliwangi padanya. Kian Santang menggabungkan jurus Brajamusti dengan jurus pelebur bumi, saat kedua jurus itu digabungkan musuhnya tampak menyatukan kekuatan mereka untuk melawannya.
Saat mereka saling menyerang satu sama lain, kekuatan yang dimiliki musuh seakan terserap oleh jurus yang digunakan Kian Santang sehingga kian Santang memenangkan peperangan ini. Para musuh yang sudah kalah kabur melarikan diri dari hadapan kian Santang namun ada beberapa yang tidak bisa melarikan diri, musuh yang tidak bisa melarikan diri diringkus untuk diadili.
Kian Santang yang melihat Padjajaran menang tersenyum bahagia, tak lama kemudian pandangan ia memburam kepalanya sakit dan seluruh tubuhnya juga sakit akibat serangan dari musuh dan memaksakan diri untuk mengeluarkan jurus-jurus. Kian Santang pingsan bersamaan dengan keluarnya darah dari mulutnya.
Siliwangi yang melihat kian Santang pingsan langsung membawanya ke ruang pengobatan untuk diobati, disusul oleh lainnya dari belakang mengikuti Siliwangi.
Sampai diruang pengobatan Siliwangi memanggil tabib untuk mengobati putra putrinya.
"Mohon maaf Gusti Prabu, keadaan Raden Kamandaka, Raden Walangsungsang, Nimas Rara Santang dan juga Raden Surawisesa tidak terlalu mengkhawatirkan. Mereka hanya butuh istirahat total agar kekuatan mereka pulih, hamba sudah menyalurkan hawa murni pada mereka untuk mempercepat pulihnya kekuatan" ucap tabib istana pada Siliwangi.
"Baiklah terimakasih, lalu bagaimana dengan keadaan putraku Kian Santang?"
"Keadaan Raden Kian Santang cukup memprihatinkan karena luka yang ia alami cukup parah, Raden Kian Santang menggunakan seluruh kekuatannya untuk mengeluarkan jurusnya pada saat melawan para musuh. Tidak hanya itu, di tubuh Raden Kian Santang juga terdapat sayatan akibat tebasan pedang musuh dan pedang itu mengandung racun yang mungkin sulit untuk disembuhkan."
"Jagat Dewabatara"
"Astaghfirullahaladzim"
"Lalu apa penawar racun itu tabib? Tidak mungkin tidak ada penawar racun itu?" tanya Subang Larang dengan perasaan khawatir.
"Ada Gusti Ratu namun penawar itu sulit untuk ditemukan"
*****
"Ayahanda, Sura ingin bermain dengan Ayahanda" beberapa hari kemudian para putra putri Siliwangi sudah mulai kembali sehat. Surawisesa saat ini menghampiri Siliwangi di Wisma Kian Santang untuk bermain bersama dengan Siliwangi.
"Maaf putraku, Ayahanda tidak bisa menemanimu bermain saat ini. Ayahanda sedang menjadi Rayimu agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan" jawab Siliwangi.
"Kenapa Ayahanda lebih menyayangi Rayi Kian Santang daripada aku?" bukan jawaban itu yang ingin didengar surawisesa.
"Ya Ayahanda, mengapa Ayahanda lebih menyayangi Rayi Kian Santang daripada kami?" sahut Rara Santang membenarkan ucapan Surawisesa, Rara Santang tidak datang sendirian melainkan datang dengan Walangsungsang. Meskipun Walangsungsang tidak mengatakan apapun namun dalam hati dia membenarkan ucapan adik-adiknya bahwa Siliwangi lebih menyayangi Kian Santang daripada mereka.
Siliwangi merasa mereka sudah salah paham menjelaskan maksudnya tadi, "bukan seperti itu maksud Ayahanda, Ayahanda hanya ingin menemani Rayi kalian Kian Santang dan juga mengobatinya saat ia bereaksi kesakitan. Bukankah kalian tahu kalau Rayi kalian sudah menyelamatkan nyawa kita dari musuh?"
Surawisesa, Rara Santang dan Walangsungsang mengangguk membenarkan ucapa Siliwangi.
"Maka dari itu Ayahanda selalu berada di sampingnya agar nanti saat ia kesakitan Ayahanda bisa menolongnya sampai penawar dari racun itu ditemukan" Siliwangi dengan tenang menjelaskan tentang keadaan Kian Santang pada mereka agar mereka paham kondisi adiknya saat ini.
"Baiklah Ayahanda, kami paham maksud Ayahanda. Kalau begitu bolehkah kami menemani Ayahanda disini?" ujar Walangsungsang mewakili adiknya.
"Tentu saja putra putriku"
Flashback end
Kamandaka memenangkan pertarungan antara dirinya dengan Yudakara, Yudakara yang merasa tidak bisa melawan akibat kehabisan tenaga langsung melarikan diri dari hadapan Kamandaka. Melihat Yudakara pergi Kamandaka juga pergi menuju area keluarga istana untuk melihat kondisi adiknya.
"Jagat Dewabatara, apa yang terjadi Rayi?" Kamandaka terkejut melihat kondisi pemuda bercadar itu yang semakin memucat.
"Kondisinya benar-benar parah Raka, luka dalam yang dia alami sangat parah bahkan hawa murniku saja tidak cukup untuk menyembuhkannya dan juga dia mengerang kesakitan saat aku mencoba menyalurkan hawa murniku padanya" jelas Banyak Ngampar pada Kamandaka .
"Sepertinya dia terkena jurus yang bisa menolak hawa murni"
Mereka terkejut mendengar ucapan itu, orang yang mengucapkan itu adalah Raja yang mengadakan sayembara untuk putrinya.
"Lalu bagaimana cara menyembuhkannya Gusti prabu?"
"Kalian bawalah pemuda itu kembali ke Padjajaran karena aku rasa dia bisa disembuhkan oleh Gusti Prabu Siliwangi"
"Baiklah kalau begitu terimakasih saran yang diberikan Gusti Prabu pada kami." Setelah mengatakan itu Kamandaka dan Banyak Ngampar memutuskan untuk kembali ke Padjajaran selain untuk mengobati pemuda itu, juga urusan mereka sudah selesai disini.
"Maafkan aku Raden, yang sudah memaksanya untuk ikut sayembara ini. Aku tidak tahu kalau akan berakhir seperti ini karena diriku, dia jadi terluka" maaf dari sang putri raja dengan tulus pada dua pangeran Padjajaran.
"Tidak masalah putri, kami mengerti" balas Banyak Ngampar.
Hai hai
Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan, hehe maaf baru ngucapin dan baru up. Untuk chapter ini aku panjangin spesial edisi Ramadhan, semoga aja untuk kedepannya aku tetap up dengan chapter yang panjang.
Aku minta maaf kalo ada salah kata atau kesalahan lainnya.
Jangan lupa
Vote
Comment
Follow juga yah

KAMU SEDANG MEMBACA
MENTARI PADJAJARAN (Hiatus)
Historical FictionKisah seorang kesatria berhati bersih dalam menyiarkan agama islam dan politik kerajaan yang mengharuskannya masuk kedalam lingkaran politik kerajaan. Perjalanannya tidaklah mudah, banyak rintangan yang harus ia hadapi mulai dari konflik antar rakya...