Di dalam gua terdapat tiga orang diantaranya satu laki-laki dan dua perempuan. Saling menatap satu sama lain seolah sedang merencanakan sesuatu namun mudah dipahami oleh mereka sendiri.
"Bagaimana keadaanmu saat ini, Yudakara?" tanya Nyi Rompang pada Yudakara.
"Sudah mulai membaik, nek"
"Bagaimana bisa kau terluka seperti ini, Yudakara?" heran perempuan disebelah kanan Yudakara yang tak lain yaitu Prahasini.
"Aku diserang oleh anak-anak Siliwangi yaitu Kamandaka tetapi aku senang karena aku bisa membuat kian Santang terluka parah akibat jurus yang aku gunakan" seringai di wajah Yudakara terlihat disaat ia mengingat kembali kejadian beberapa saat lalu saat ia menyerang pemuda bercadar yang tak lain adalah Kian Santang.
"Benarkah itu, Yudakara?" terkejut Nyi Rompang mendengar apa yang diucapkan Yudakara.
"Tentu saja, nek. Aku hampir berhasil membunuhnya jika saja Kamandaka tidak melindunginya"
"Bagus-bagus, setidaknya kau sudah berhasil melukainya. Jurus apa yang kau gunakan sampai-sampai Kian Santang terluka parah?" senang mereka mendengarnya. Namun yang membuat Prahasini heran, jurus apa yang digunakan Yudakara hingga mampu membuat kian Santang yang terkenal pendekar sakti mandraguna itu sampai terluka parah.
"Aku menggunakan jurus lintas ragawi"
"Lintas ragawi" mereka bertiga senang hari ini meskipun hanya sementara namun mereka merasakan kemenangan yang sangat mereka harapkan.
*****
"Astaghfirullah, apa yang terjadi dengan putraku Kian Santang? Kenapa aku merasa dia sedang dalam berbahaya. Ya Allah lindungilah putraku dari bahaya" Subang Larang merasa putranya Kian Santang dalam bahaya sekarang karena dari dulu ikatan batinnya dengan anak-anaknya.
"Assalamualaikum ibunda" ucapnya seseorang dari luar wisma.
Subang Larang yang mendengar salam seseorang dari luar wisma, "waalaikumussalam, putraku?"
"Ya ibunda ini aku"
"Ada apa, putraku Walangsungsang? Apa ada masalah?" tanya Subang Larang pada putranya Walangsungsang, setaunya Walangsungsang akan datang padanya jika ada masalah atau jika tidak saat dia rindu padanya.
"Aku tidak apa-apa, Ibunda. Aku hanya rindu pada Ibunda, bolehkah Ibunda menemaniku di taman Istana?" Walangsungsang menjelaskan maksudnya alasan mengapa ia datang pada Ibundanya.
"Tentu saja putraku." Mereka berdua berjalan menuju taman istana yang berada tidak jauh dari wisma Subang Larang.
*****
Kamandaka dan Banyak Ngampar berpamitan dengan anggota istana untuk kembali ke Padjajaran.
"Kami pamit kembali kembali ke Padjajaran Gusti Prabu" ucap Banyak Ngampar pada prabu yang memimpin istana ini.
"Baiklah raden, terimakasih sudah mau menghadiri sayembara ini. Berhati-hatilah di jalan, semoga kalian selamat sampai ke tujuan" ucap Gusti Prabu dengan tulus.
"Kalau begitu kami pamit Gusti Prabu, sampurasun" pamit mereka berdua.
Anggota istana ini mengantarkan Kamandaka dan Banyak Ngampar sampai ke luar gerbang istana.
*****
"Yunda kapan kita sampai?" tanya Surawisesa pada Rara Santang karena merasa sudah sangat lelah Selma perjalanan.
"Sebenarnya masih lama Rayi, jika kau lelah kita bisa beristirahat sejenak disini untuk mengembalikan tenaga kita."
"Baiklah yunda"
"Prajurit"
"Sandika Raden" ucap para prajurit secara bersamaan menjawab.
"Kita beristirahat terlebih dahulu disini agar kita tidak terlalu lelah"
"Sandika Raden"
*****
Seorang gadis sedang berjalan sambil menatap sekitar mengagumi ciptaan Tuhan.
"Dimanakah letak perkampungan terdekat disini?", gumam gadis itu sendiri sambil melihat sekeliling.
"Huft, sepertinya masih sangat lama untuk menemukan perkampungan dari sini" lanjutnya.
Gadis itu memutuskan untuk istirahat sejenak menghilangkan rasa lelahnya setelah lama berjalan menyusuri hutan.
Dia beristirahat di bawah pohon yang teduh, menyandarkan punggungnya ke pohon seraya memejamkan mata. Selang beberapa saat, dia tidak sengaja mendengar suara tapak kaki yang mendekat ke arahnya. Karena penasaran, gadis itu bangkit dari duduknya untuk melihat siapa pemilik suara tapak kaki itu.
Gadis itu melihat rombongan kerajaan dengan tandu di depan mereka. Namun menurutnya mereka tidak berbahaya untuknya jadi dia lebih memilih pergi untuk melanjutkan perjalanannya.
*****
"Raka" panggilnya.
Sang Raka yang merasa dirinya dipanggil menoleh kearah adiknya, "ada apa Rayi? Apakah kau sudah merasa lelah?"
"Tidak Raka, aku tidak lelah tetapi aku hanya ingin bertanya padamu"
"Silahkan Rayi"
"Siapakah pemuda itu Raka? Mengapa sepertinya Raka dekat dengannya? Setahuku, Raka bukan orang yang mudah khawatir pada orang asing"
Sang Raka tersenyum mendengar pertanyaan dari adiknya. Kamandaka menjawab pertanyaan dari Banyak Ngampar dengan sabar,"dia adalah adik kita Rayi."
"Adik?"
"Ya, dia adalah anak terakhir dari Ibunda Subang Larang sekaligus anak bungsu Ayahanda Prabu"
"Apakah dia Rayi Kian Santang, Raka?" Banyak Ngampar antusias mendengarnya jawaban dari Rakanya.
Kamandaka hanya mengangguk sebagai jawaban yang disambut antusias banyak Ngampar.
"Akhirnya aku bertemu dengan Rayi Kian Santang namun aku sedih karena pertemuan ini Rayi Kian Santang dalam keadaan terluka," wajah antusiasnya berubah menjadi sedih mengingat kondisi adiknya.
"Sudahlah jangan bersedih, lebih baik kita segera pulang ke Padjajaran agar Rayi Kian Santang cepat diobati"
"Ya Raka, mari," mereka kembali melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.
Hai hai hai
Pada nungguin cerita ini up gk nih?
Gk kerasa yah udah mau hari raya aja, maaf nih kalo aku ada salah dan untuk up ceritanya udah aku usahain.
Gimana nih menurut kalian kembalinya Raden Kian Santang season 3? Seru banget gk sih? Pengen deh liat adegan Sandang Lawe perhatian ama adiknya terumatama kian Santang.
Sehat selalu kalian
KAMU SEDANG MEMBACA
MENTARI PADJAJARAN (Hiatus)
Historical FictionKisah seorang kesatria berhati bersih dalam menyiarkan agama islam dan politik kerajaan yang mengharuskannya masuk kedalam lingkaran politik kerajaan. Perjalanannya tidaklah mudah, banyak rintangan yang harus ia hadapi mulai dari konflik antar rakya...