Sakura tetap memeluk Marka sampai suara nafasnya menjadi tenang dan teratur. Perlahan tengkura lembut keluar dari bibir Marka, dia tertidur seperti bayi dalam pelukan Sakura. Setelah setengah jam membiarkan Marka memeluknya selagi tertidur, Sakura akhirnya melepaskan pelukannya. Dengan telaten Sakura meletakkan bantal sofa dileher Marka dan menutupi pria itu dengan selimut hangat yang sering dia siapkan ketika mendekati musim dingin.
Setelah berapa menit berlalu Marka terbangun dengan keadaan lebih baik. Matanya menatap Nanar ruangan Sakura yang selalu beraroma wangi aroma terapi dari diffuser yang tidak pernah mati. Ingatannya melayang ke beberapa menit sebelum dia tidur. Bagaimana dia hampir menangis dan bagaimana Marka memanggil Sakura "mama" .
Marka memegangi kepalanya yang mendadak pening. Dia sama sekali tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini lagi. Sudah hampir setahun terakhir mentalnya cukup aman dan dia tidak pernah datang ke ruangan ini lagi, tapi belakangan segalanya mulai berubah dan mengganggunya. Bukan hanya tentang Rehan, walaupun sulit saat ini marka sudah menerima keberadaan teman-teman Rehan dari gender manapun dan sudah terbiasa dengan hubungan jarak jauh sejak Rehan sudah mulai bolak-balik Frankfurt - konstanz, tapi tentang beberapa hal lain. Mimpi tentang ibunya tidak pernah lepas dari kepala Marka.
"Udah bangun?" Suara hangat Sakura membuat Marka menoleh tapi dia tidak menjawab hanya mengangguk.
Sakura membawa baki berisi teh camomile panas dan beberapa cangkir kecil. Wanita itu menuangkan teh untuk dirinya "diminum dulu, mumpung masih panas"
Marka menurut dan tetap diam. Pelan-pelan dia meminum teh miliknya.
"Ada apa Marka?"
Marka menggeleng. Jujur dia tidak ingin membahas apapun.
"Lu tahu kan gue ini dokter lo. Kalau sendiri nggak bisa jujur ke gue atau tunangan lu , ke depannya lu mau gimana?"
Marka berpikir sebentar lalu meletakkan cangkirnya ke meja "Gue.. kangen mama" akhirnya Marka bersuara dengan pelan.
"Kenapa tiba-tiba kangen?"
"Kemarin.. gue mimpi mama kak. Mimpi buruk, tapi gue seneng sekaligus sedih. Gue kangen banget sama dia" Marka bercerita perlahan sambil menahan air matanya yang sudah ada di ujung mata.
Sakura mencoba mengelus kepala Marka agar dia lebih tenang "It's okay, you can cry"
Perlahan tembok itu benar-benar runtuh. Marka menangis pelan tanpa suara. Laki-laki itu benar-benar rapuh di depan Sakura, apalagi jika membahas tentang mendiang ibunya. Ibu yang tidak pernah baik padanya dan memberikan trauma besar dalam hidupnya, tapi Marka tidak pernah membenci ibunya justru sangat mencintainya.
"Apa lu pingin ketemu mama lagi?"
"Enggak!" Tolak Marka keras "gue cuma kangen bukan berarti gue mau ketemu dia lagi, gue takut kak"
"Okey... Dia udah nggak ada Marka, dan nggak akan ada orang lagi yang menyakiti lu sekarang. Gue akan kasih obat tidur sekaligus obat penenang buat kedepannya. Sering-sering minum teh, susu atau apalah yang panas dan menurut lu menenangkan dan kurangin minum alkohol ya"
Marka mengangguk patuh. Sakura tersenyum dan mengelus rambut Marka lembut. Dia bangun dan menuju mejanya untuk mempersiapkan resep obat untuk Marka .
"Gue harus sembuh kak.. sebelum gue ngelamar Rehan"
Gerakan tangan Sakura langsung berhenti di tempat. Tangannya cukup bergetar sampai tidak bisa menulis lanjutan dari resep obat untuk Marka. Dia benar-benar tegang tapi sebagaimanapun Sakura harus tetap menampilkan ekspresi datar dan ramah. Sakura berbalik dan mengantarkan selembar kertas resep obat.
"Lu mau ngelamar Rehan?"
Marka tersenyum dan melihat sebuah cincin yang ada ditangannya "udah waktunya cincin ini pindah ke tangan kiri, tapi akan lebih baik kalau ada cincin baru aja kan?"
"Congratulation Marka, kapan tanggalnya?"
"Secepatnya sebelum gue semakin gak waras"
And you're trying to tie someone up in a marriage even though you're mentally unstable?
"Lu pasti sembuh Marka"
Marka menatap Sakura hangat "lu orang pertama yang gue kasih tau kak. Gue belum cerita ke siapapun. Bahkan papa gue "
"Good. Gue ngerasa lebih baik kalau tau gue adalah bagian besar dari hidup pasien sekaligus teman gue"
Marka menatap Sakura tulus. Wanita itu sudah lebih dari sekedar dokter dan teman baginya, selama ini dia hanya percaya dua orang sebagai pengganti orang tuanya
"Lu lebih besar dari sekedar teman atau dokter gue kak. you are my sister and my mama"
-----
Sebelum Prima bangun Rehan sudah membuatkan sarapan untuk mereka ber 2. Dimeja makan ada omelette lembut, sosis dan jus jeruk. American breakfast. Prima hampir tertawa melihat makanan yang ada di meja.
"Aku tau kamu mau nasi goreng atau bubur ayam tapi aku belum belanja nasi dan nasinya cuma cukup buat 1 porsi"
"Aku gak ngomong apa apa loh Han "
"Aku bisa melihat kamu ngelihat makanan ini geli Prim"
"Aku nggak akan geli sama makanan, itu nggak boleh. Tapi emang kalau misalnya di sini ada sepiring nasi aku nggak akan ngomong apa-apa sih"
Rehan memutar matanya dan Prima tertawa. Bukan masalah makanannya tapi lebih ke sentimental mereka berdua. Ini pertama kalinya mereka benar-benar memakan makanan selain makanan Indonesia ketika mereka hanya berdua. Dan rasanya aneh ketika mereka berdua harus memakan makanan bule setelah menghabiskan "malam" hanya ber 2.
Prima tetap mengunyah makanannya walau bahkan setelah makanan itu habis dia tidak merasa setengah kenyang. Ya mau bagaimana lagi dia terbahasa dengan karbohidrat yang banyak seperti kebanyakan orang Indonesia.
Selesai sarapan Rehan mencuci semua piring yang dia dan Prima pakai. Prima tidak bisa menolong apapun karena saat ini pahanya masih terasa agak kaku dan bagian kewanitaannya masih sakit.
"Oke kita udah sarapan dan kamu udah lebih baik. Sekarang kita enaknya ngapain?"
"Aku mau mandi"
Rehan menggangguk paham dan menggendong Prima menuju ke kamar mandi utama. Di dalam kamar mandi itu tidak ada bathtub tapi ada sekat kecil sekiranya Prima bisa duduk di sana. Rehan mendudukan Prima disana.
"Kamu mau aku disini atau diluar?"
"Diluar aja ya. Aku butuh waktu buat ngobrol sama diri aku sekarang"
Rehan berusaha mengerti dan keluar dari kamar mandi. Meninggalkan Prima sendiri disana. Wanita itu menyalakan shower. Membiarkan tetes demi tetes jatuh dan membasahi nya. Perlahan kelenjar tahan dari kemarin mulai menetes mengikuti air yang juga membasahi tubuh.
Dadanya begitu sesak sejak kemarin malam. Apalagi pagi ini ketika dia mendengar Rehan harus menelpon Marka didepannya. Menceritakan beberapa hal bohong yang sepertinya sudah disiapkan. Dan sepertinya Rehan tidak pernah berpikir bagaimana perasaannya ketika mendengar semua kebohongan itu. Seolah kemarin malam tidak terjadi hal yang istimewa di dalam hidup Rehan. Tidak ada yang benar-benar terlewati. Apapun yang mereka lakukan kemarin tidak lebih dari kebohongan.
Prima memberikan hal yang paling berharga dalam hidupnya kepada seseorang yang belum memilihnya sebagai satu satunya.
To be continued..
Hayooooo Siapa yang kemarin bener nebaknya kalau yang manggil Sakura mama itu iner-childnya Marka?
Kalau dipikir-pikir tokoh marka ini kasihan juga ya. Dia sulit buat percaya sama orang tapi akhirnya dia berusaha untuk memberikan kepercayaan itu buat beberapa orang disekitarnya, tapi hampir semua orang itu menghianati dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
let's meet again, germany. Let's love again, Indonesia
FanfictionMark dan Jerman Prima dan Indonesia Fahrehan dan hatinya 3 tahun belakangan ini bagi Fahrehan hanyalah Jerman, kampus dan Mark. Tidak ada yang lain. Fahrehan sedikit banyak melupakan keluarganya, kehidupan masa lalunya dan Indonesia. Semua nya kare...