Sejak di mobil tadi, Naruto benar-benar diam. Hinata mencoba lagi untuk seperti biasa, tapi masih saja tidak mempan. Sepertinya menghadapi bocah abege butuh kesabaran ekstra.
Saat di dalam butik, ia di sambut oleh wanita bersurai merah yang terlihat cantik dan anggun.
"Waah calon menantuku!" Dengan heboh Kushina memeluk bahkan ber cipika-cipiki dengan guru muda tersebut. Naruto yang melihat itu hanya menatap datar.
"Ayo, mama sudah siapkan beberapa modelnya." Ia menggandeng lengan calon menantunya tersebut. Hinata hanya tersenyum lembut sebenarnya senang di perlakukan seperti itu, ia seperti memiliki ibu kembali.
"Kalian berdua, duduklah disini. Mama akan siapkan beberapa gaun dan juga tuxedonya." Kushina terlihat antusias dengan pernikahan putranya itu, ia bahkan menawarkan diri untuk mempersiapkan semuanya, mengingat pernikahan ini sangat dadakan. Bahkan Hinata sama sekali tidak perlu membantu urusan ini. Bahkan biaya pernikahan seluruhnya di tanggung keluarga pria. Akhirnya ia hanya pasrah saja.
Mereka berdua duduk di sofa tunggu yang ada di dalam butik mewah tersebut, Naruto sedari tadi hanya memainkan ponselnya.
Hinata mulai merasa jenuh, apalagi menunggu Kushina yang tak kunjung datang. Karena tidak tahan, ia mencoba memanggil Naruto yang duduk di sampingnya. Tubuhnya menghadap brondong tersebut dengan masih duduk menyamping.
"Naruto-kun."
Tak ada jawaban.
"Naruto-kun, jika aku punya salah. Aku minta maaf oke, tolong jangan seperti ini." Ucap Hinata serius.
Kemudian Naruto menyimpan ponsel tersebut di atas meja. Ia menatap langsung ametis cantik gurunya.
"Jelas, sensei punya salah."
Jujur sekali anak ini.
"Tentang apa? Oh pasti ini soal Gaara. Baiklah, aku tidak akan terlalu dekat dengannya. Maksudku ya, kami dekat hanya sebatas rekan guru saja. Itu wajar kan?" Hinata mendekap tangannya di atas dada.
"Hanya sebatas itu?"
Jika itu membuat dirinya tenang, sebaiknya Hinata menurut saja. Karena melihat wajah Naruto yang tidak sedatar tadi.Hinata menganggukkan kepalanya dan tersenyum lembut." Ya, baiklah."
"Apa sensei mulai mengerti sekarang?"
Gadis itu mautkan alisnya, ia bingung dengan apa yang di lontarkan Naruto jadi ia bergumam saja.
"Hmm." Segera Hinata memutuskan kontak matanya. Ia benar-benar tak tahan melihat mata biru itu.
"Jadi tidak mengerti ya sensei." Ujarnya sambil berbisik.
"Maksudmu apa? Bicaralah--" Ucapan Hinata terhenti saat ia kembali merasakan Naruto begitu dekat dengannya. Bahkan ia hampir mencium dada bidang lelaki itu.
"Bagaimana aku harus meyakinkan, bahwa aku bersungguh-sungguh menikah denganmu sensei?" Hinata mendongakkan wajahnya, untuk bisa melihat wajah Naruto. Matanya menatap sendu guru manis tersebut.
Hinata jadi merasa bersalah, ia juga masih bingung dengan perasaannya sendiri dengan anak tersebut."Apa sensei mengira aku hanya membual? Aku, sungguh ingin hidup bersamamu, sensei..."
Rasanya Naruto gemas sekali dengan bibir Hinata. Jemarinya dengan lembut men gusap bibir mungil tersebut, ia tak boleh terburu-buru atau Hinata tidak akan nyaman.
Sedangkan Hinata, dia hanya bisa memejamkan matanya menikmati sentuhan lembut muridnya ralat calon suaminya. "Kenapa?" Ucapnya lirih seraya masih memejamkan matanya. Dia bahkan bisa merasakan sapuan hangat nafas di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE BRONDONG [✓]
General FictionBisakah Hinata mencintai seseorang yang usianya terpaut jauh dengan dia? Dengan pria seumuran saja dia selalu di khianati. Lalu bagaimana jika sama brondong? . . Ini hanya cerita anti mainstream. Kisah tentang Naruto dan Hinata yang ringan berasa m...