Tidak terasa lima bulan lagi adalah ujian akhir kelas XII. Lima bulan lalu juga pernikahan kedua insan yang masih merahasiakan identitas pernikahan mereka. Saat ini Hinata maupun Naruto benar-benar di sibukkan dengan aktifitas masing-masing. Naruto yang semakin giat dan gencar untuk mendapat hasil terbaik saat ujian nanti, dia harus benar-benar menyeimbangkan waktu dengan bekerja. Namun ia sama sekali tak mengeluh, setiap hari pulang ke apartement selalu ada yang menyambut dan bila pagi hari selalu mendapat kecupan manis dari sang istri. Sudah cukup untuk menambah boosternya.
Hari ini, Naruto mendapat jatah liburnya. Itu berarti pulang sekolah nanti ia tak perlu bekerja dan lebih memilih pulang ke apartemen.
Saat jam istirahat berakhir, ia segera memasukkan kotak bekal ke dalam tasnya. Sekarang ia tak perlu makan ramen instan lagi. Sang istri yang selalu membuatkannya bento, setiap hari. Namun dari arah pintu seseorang memanggilnya, sehingga atensinya beralih pada orang itu.
"Naruto! Nanti sebelum pulang, kita berkumpul dulu. Kau satu kelompok seni dengan ku kan?" Shikamaru menghampiri meja Naruto bersama dengan Sasuke.
"Tak bisa lain waktu?"
"Ckk. Kau ini yang benar saja. Ini ujian praktik terakhir, kalau tid ak segera di serahkan kita tidak akan mendapat nilai. Dan kau tahu kan, syarat mengikuti ujian akhir nilai semua mata pelajaran harus lengkap." Jelas Sasuke. Kedua siswa tampan itu kini duduk di meja yang kebetulan penghuninya belum datang.
Naruto berfikir sejenak. Sebenarnya ia ingin menghabiskan waktu dengan istrinya di apartement, tapi mengingat Hinata juga sibuk mempersiapkan ujian nanti dan ia juga sudah berjanji untuk membuktikan hasilnya pada Hinata maka ia memutuskan untuk menerima tawaran Shikamaru. Lagi pula, nilai ini juga untuk dirinya sendiri.
"Baiklah." Keduanya mengangguk sedangkan Naruto ia beranjak dari kelas, untuk sekedar menemui istrinya dan mengatakan secara langsung bahwa ia akan pulang telat. Seperti biasa beralasan bimbingan.
Saat beberapa langkah, matanya bisa menangkap sang istri sedang berbicara serius dengan lawan bicaranya.
"Aku tidak menyangka, anak itu harus berhenti karena hal--" ucapan Hinata terpotong saat ia mengetahui sosok di depannya yang tidak jauh.
Ekspresinya datar juga menyeramkan. Ia bisa merasakan aura yang berbeda dari Naruto.
"Ada apa? Tanya Gaara. Tiba-tiba Gaara melirik jam di tangannya. Ia baru sadar, bahwa ada jadwal setelah ini.
"Hinata, aku duluan. Hari ini akan ada ujian untuk siswa di kelasku." Gaara terlihat terburu-buru segera ia berpamitan dan pergi mendahului Hinata dan juga melewati Naruto.
Sekarang tinggal mereka berdua. Hinata tersenyum seraya menghampiri sang suami yang menatapnya tajam.
"Kau belum masuk kelas?"
Diam.
"Kau jangan salah paham, tadi hanya--"
"Ikut aku." Titahnya. Hinata gelagapan tidak mungkin dia mengikuti anak ini. Apalagi ini masih jam sekolah. Dia sudah berlalu begitu saja.
"Naruto-kun, jangan seperti ini! Kami hanya membahas perihal rapat tadi. Sungguh." Suaranya mengecil. Hinata berusaha membujuk Naruto agar dia mengerti.
Langkah Naruto terhenti dan ia berbalik. "Seberapa akrab kau dengannya?" Lagi-lagi Gaara yang di bahas. Apalagi Naruto benar-benar mode marah.
Hinata memijit pelipisnya yang terasa pening. Terkadang menghadapi cemburunya seorang brondong membuatnya repot.
Saat Hinata akan membuka mulutnya untuk menjawab, Naruto lebih dulu menyela.
"Aku memang kekanakan. Lupakan saja." Tatapannya menyendu dan ia berbalik dari hadapan Hinata, meninggalkan Hinata seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE BRONDONG [✓]
General FictionBisakah Hinata mencintai seseorang yang usianya terpaut jauh dengan dia? Dengan pria seumuran saja dia selalu di khianati. Lalu bagaimana jika sama brondong? . . Ini hanya cerita anti mainstream. Kisah tentang Naruto dan Hinata yang ringan berasa m...