I love you, brondong

1.6K 119 9
                                    

Ametis indah itu membuka perlahan. Sinar matahari yang mulai masuk mengusik tidur cantik Uzumaki Hinata. Dia meraba apa saja yang bisa di gapai. Tubuhnya benar-benar terasa remuk. Apalagi pada bagian pangkal paha.

Wajahnya kembali merona, mengingat Naruto telah menjadikannya seorang wanita. Tapi dia sedikit kesal, semalam Naruto menjamahnya tanpa ampun.

"Sensei, akhirnya kau bangun juga." Sosok lelaki yang semalam membawanya terbang itu datang menghampiri. Dengan senyuman yang terpatri di wajahnya seraya membawa sebuah nampan yang berisi makan dan juga minum.

Dengan tubuh yang masih lemas, ia di bantu Naruto untuk duduk pada sandaran ranjang.

"Maaf, semalam aku berlebihan. Istirahatlah hari ini. " Seraya mencium kening Hinata.
Wanita itu balas tersenyum lembut.

"Tidak apa, ini pertama bagiku. Terimakasih." Ucapnya tulus.

"Kita sama." Naruto menyuapkan makan pada Hinata.

"Kau yang memakaikanku baju?" Hinata baru sadar, bahwa ia hanya memakai kemeja putih yang semalam Naruto pakai.

"Iya. Setelah ini, kita akan mandi sensei." Hinata hanya mengangguk. Eeh. Apa tadi kita? Tapi harus ia akui, dia benar-benar lemas.

Dengan telaten, Naruto menyuapi Hinata, membersihkan sisa makanan yang berantakan pada bibir mungil itu. Sesekali dia juga makan dari sendok yang sama.

"Naru, maaf ambilkan ponselku"

Lelaki itu kini duduk bersisian dengan Hinata, agar memudahkan dirinya untuk menyuapi sang istri.

"Ya ampun ini jam sepuluh ternyata!" Hinata melotot tak percaya. Baru kali ini ia bangun sesiang ini. Naruto hanya terkekeh di buatnya. Ini adalah perbuatannya semalam.

"Tak apa sensei. Tapi di malam selanjutnya aku tidak bisa berjanji kau berjalan dengan cepat." Dia tersenyum mesum dan langsung dapat delikan tajam Hinata.

Satu persatu Hinata membuka pesan, tak ada yang penting. Atensinya menatap lama pada beberapa panggilan tak terjawab dari Kushina.
Ia hendak menghubungi kembali.

"Tidak perlu. Tadi pagi aku sudah memberitahu, bahwa kau sedang kelelahan jadi tidak bisa hadir."

"Hadir?"

"Ya, penyambutan anak Kak Menma." Piring itu telah kosong. Ia menyimpannya pada meja kecil disamping ranjang.

"Kenapa tidak bilang dari tadi? Ayo sebaiknya kita kesana. Apa kau sudah memberi tahu ayahku?"

Naruto menatap lama mata indah itu. "Sebaiknya istirahat saja. Sensei terlihat masih lelah. Mereka pasti memaklumi." Sebenarnya ia enggan bertemu dengan orang tuanya.

Hinata mengerti dengan apa yang di fikirkan suaminya. Tangan mungilnya membelai rahang tegas Naruto. "Naruto-kun, ini adalah moment berharga. Jarang sekali bukan kita berkumpul seperti ini?" Naruto hanya diam mendengarkan penuturan istrinya.

"Jangan memendam benci pada orang tua. Itu tidak baik."

"Aku tidak benci, hanya sedikit kecewa." Wajahnya menunduk. Menurut Hinata itu sangat gemas. Kedua tangan mungilnya menangkupkan wajah tampan itu.

"Cobalah untuk berbaikan. Perlahan saja, kau terima mereka kembali. Mereka itu sangat menyayangimu. Pasti ada alasan mengapa dulu mereka mengabaikanmu. Kelak, kita akan menjadi orang tua.. ini pelajaran berharga bagiku. Jika di beri umur panjang, ayo kita rawat anak-anak dengan baik." Tutur Hinata lembut. Ia akan selalu membujuk suaminya.

"Baiklah, akan aku coba." Hinata mencium pipi suaminya. Ternyata tidaklah sulit membujuknya. Tapi sepertinya jika seperti ini ada maunya.

"Tapi, aku ingin melakukan hal yang semalam lagi sensei." Benar bukan?

I LOVE BRONDONG [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang