Hinata menyalakan saklar lampu saat ia sudah sampai di apartement. Dia berjalan gontai saat menemukan apartement itu dalam keadaan kosong dan juga gelap, menandakan Naruto belum kembali. Ia melirik jam di dinding sudah menunjukkan pukul 7. Setidaknya, ia masih bisa menikmati semangkuk ramen hangat bersama Naruto nanti.
Setelah menyimpan ramen tersebut, gadis itu memutuskan untuk berendam sebentar, ia butuh penyegaran. Setelah kenyataan pahit yang ia terima.
Sekitar dua puluh menit berlalu, Hinata telah selesai dengan ritualnya. Ia segera membasuh tubuhnya kemudian segera ia menggunakan piyama. Hinata berharap Naruto telah kembali, namun nihil sepertinya belum ada tanda-tanda suaminya pulang.
Sambil menunggu, Hinata memutuskan menyeduh matcha panas. Ia sudah membawa laptop, beberapa berkas dan siap untuk menginput, yang mungkin itu adalah data siswa.
Ia sengaja tak mengerjakannya di kamar, dan memilih sofa ruang tamu.Dua jam lamanya, masih belum ada tanda-tanda Naruto kembali. Pekerjaannya pun sudah selesai. Beberapa kali ia hubungi suaminya, namun tetap ponselnya tidak aktif. Hinata segera menepis fikiran buruknya. Ia memutuskan untuk pergi ke dapur dan mengisi gelas dengan air mineral. Baru beberapa langkah, pintu apartement di ketuk. Senang bukan main, saat ia tahu bahwa itu adalah Naruto. Saat ia membuka pintu apartement, biasanya satu kecupan mendarat di kening dan juga pipi Hinata. Tapi kali ini berbeda, Naruto mengabaikannya. Pakaian lusuh juga berantakan, peluh keringat terlihat di wajah tampannya.
"Naruto-kun?" Bahkan baru pertama kali ini Naruto menepis kasar tangan istrinya.
"Aku lelah. Mau istirahat." Ucapnya sangat dingin bahkan tak sedikit pun memandang Hinata. Pintu kamarnya ia tutup dengan keras.
"Ada apa dengannya?" Hatinya berdenyut ngilu. Namun Hinata berusaha untuk tidak menangis. Mungkin Naruto benar-benar lelah. Lantas Hinata memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. Saat ini suaminya butuh waktu untuk sendiri.
Di dalam kamar, Hinata tampak gelisah. Beberapa kali ia memejamkan matanya tapi tidak bisa. Hatinya terus terfikirkan suaminya. Ini kali pertama, Naruto terlihat tidak biasa. Padahal banyak hal yang ingin ia ceritakan pada Naruto.
Kini dirinya sudah sampai di depan pintu kamar yang di tempati Naruto. Ia harus memastikan suaminya itu baik-baik saja. Perlahan, gadis itu membuka kenop pintu, ia sengaja tak mengetuknya. Pintu itu terbuka sedikit, ternyata benar, suaminya sedang serius belajar. Ada perasaan lega. Namun Hinata memutuskan untuk masuk ke kamar tersebut berniat untuk membereskan ranjang yang sangat berantakan. Ia juga ingin mengajak Naruto untuk makan malam.
Hinata berjalan perlahan menuju ranjang. Dia tersenyum sambil menggelengkan kepalanya." Jika kau tidur dalam keadaan berantakan seperti ini, kau tidak akan nyaman." Tangannya dengan telaten merapikan sprei.
"Naruto-kun, sudah dulu ya belajarnya. Kau pasti belum makan, tadi aku mampir ke Ichiraku. Sekali-kali kita makan ramen." Hinata memijat sayang pundak sang suami. Naruto hanya diam. Kembali Hinata berbicara.
"Kau tahu, tadi sore aku tidak sengaja bertemu Menma, dia---" Hinata berniat memberitahu perihal penjelasan Menma padanya. Ia ingin berbagi cerita dengan Naruto. Tapi sepertinya salah di artikan oleh suaminya itu. Dengan kasar, Naruto menepis tangan mungil yang berada di pundaknya.
Hinata tak mengerti. Kenapa sikapnya jadi seperti ini? Beginikah menghadapi pasangan yang memang terput jauh?
"Kenapa kau seperti ini? Katakan jika aku punya salah!" Hinata adalah tipe perempuan yang tidak suka basa-basi.
Naruto hanya tersenyum sinis. Ia beranjak dari duduknya. Berhadapan langsung dengan sang istri. Tatapannya menajam saat bertemu dengan ametis indah Hinata.
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE BRONDONG [✓]
General FictionBisakah Hinata mencintai seseorang yang usianya terpaut jauh dengan dia? Dengan pria seumuran saja dia selalu di khianati. Lalu bagaimana jika sama brondong? . . Ini hanya cerita anti mainstream. Kisah tentang Naruto dan Hinata yang ringan berasa m...