Sudah lima dress santai yang ia pegang sekarang. Hinata sudah tak sanggup untuk sekedar lama berdiri. Ibu mertuanya sudah beberapa kali memperingati tapi entah mengapa rasanya ia ingin sekali memilih dress ini sendiri.
"Sayang, istirahatlah disini sebentar. Mama akan memilih baju untuk Rey dan juga anakmu. Tadi lihat ada model yang Mama suka." Kushina membantu wanita hamil itu untuk duduk di sofa yang tersedia.
"Ma, baju yang di belikan kemarin sudah banyak."
"Tak apa sayang. Sudah lama Mama tidak membeli pakaian anak-anak semenjak Menma dan Naruto tidak terurus oleh Mama." Hinata yang tak tega, mau tak mau mengiyakan saja. Tak lupa memberikan nasehat untuk Hinata agar tak pergi kemana-mana.
Sekitar lima belas menit, Hinata sudah mulai bosan. Ia membuka ponselnya dan memberikan pesan pada sang Ibu. Bahwa dia akan menuju mini market di samping butik tersebut, sekedar membeli cemilan. Entah ini perasaannya atau bukan, Hinata merasa perutnya terasa mulas lalu kemudian hilang kembali. Tapi ia tak berfikir macam-macam, mungkin ini bertanda bahwa anaknya lapar jadi Hinata memutuskan untuk pergi membeli cemilan.
Hinata memegang perutnya yang besar dan berjalan perlahan. Ia membuka pintu minimarket tersebut lalu memilih beberapa cemilan.
Setelah di rasa cukup, ia membayarnya di kasir beruntung tidak banyak yang mengantri. Jadi ia bisa lebih cepat kembali.Namun sebelum itu, ia berniat untuk membeli es krim di cafee mini yang terdapat di dalam minimarket tersebut. Sebelum ke counter es krim, telinganya tak sengaja mendengar seseorang yang menyebut nama suaminya. Saat itu juga Hinata mengarahkan penuh atensinya pada sosok yang sekarang tengah berhadapan dengan dua orang gadis cantik yang mungkin di bawah usia suaminya. Mungkin itu teman si gadis. Dia lebih memilih pergi tidak jauh seolah memberi ruanh untuk temannya.
Naruto memang terlihat dingin. Sikapnya tidak pernah berubah jika di luar rumah. Jika di perhatikan, gadis itu seperti mengatakan sesuatu dan itu terlihat serius.
Naruto hanya diam saja bahkan terkesan tak peduli. Tapi tangan si gadis yang kali ini berani memegang lengan kekarnya, membuat perut Hinata semakin mulas saat adegan itu berlangsung.
Satu tangannya yang bebas dari kantong belanja memegang perutnya yang terasa mulas. Hinata masih belum sadar, jika itu adalah tanda-tanda dirinya akan melahirkan. Kakinya mulai terasa kebas sehingga ia tak sanggup menghampiri drama yang sedang berlangsung. Jadi dia memutuskan untuk memanggil suaminya. Tak peduli banyak orang yang memperhatikan. Saat ini benar-benar marah, cemburu, ia merasa di bohongi.
"NARUTO-KUUUNNN"
Teriakannya membuat semua pengunjung berpusat padanya. Melihat seorang wanita hamil, terlihat imut dengan wajah marahnya. Hal itu tak luput dari atensi suaminya.
Kenapa bisa sensei ada disini? Aku yakin, dia salah paham melihat yang tadi.
"Lepaskan, nona! Maaf, tapi dia istriku." Naruto meninggalkan sang gadis yang memandangnya tak percaya. Gadis itu bahkan malu setengah mati karena telah mengatakan cinta pada seseorang yang sudah beristri. Sungguh ceroboh tidak mencari tahu tentangnya.
Dengan tergesa Naruto menghampiri sang istri, ia tak peduli melihat tatapan aneh yang di layangkan padanya. Pasti mereka menuduh aku mengkhianati wanita hamil ini.
"Sayang, kenapa bisa ada disini? Bukannya dengan Mama di butik?"
Hinata tak langsung menjawab. Ia malah meringis saat perutnya terasa mulas kembali.
Hal itu membuat calon ayah itu semakin khawatir."Kau baik-baik saja? Ayo sebaiknya kita pulang."
"Tidak mau! Kau jelaskan siapa dia? Kau berani bermain di belakangku?" Naruto tak percaya, jika Hinata akan menuduhnya hal gila seperti itu. Ada yang tidak beres. Fikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE BRONDONG [✓]
General FictionBisakah Hinata mencintai seseorang yang usianya terpaut jauh dengan dia? Dengan pria seumuran saja dia selalu di khianati. Lalu bagaimana jika sama brondong? . . Ini hanya cerita anti mainstream. Kisah tentang Naruto dan Hinata yang ringan berasa m...