sebuah epilog tanpa prolog (babak satu)

24 2 0
                                    

Kisah yang tak pernah di mulai

Kisah ku dengannya memang benar-benar sama sekali tidak pernah di mulai. Dulu, sewaktu aku masih mengagumi nya, kurang lebih selama setahun aku mendambakannya, setelah penantian panjang aku untuk tidak menyatakan perasaanku kepada dia. Kurasa aku baik-baik saja. Kurasa, aku seharusnya tak pernah menyatakan cinta kepada nya.

Tapi, waktu itu, aku masih menginjak masa remaja. Perasaannya aneh jika tidak menyatakan cinta, padahal jika aku tidak menyatakannya pun sepertinya hidup ini akan tetap baik-baik saja.

Tapi 'kurasa ia juga punya perasaan yang sama. Aku mulai menanyakan kepada teman satu sekolahannya tentang hal-hal apa yang ia suka, mulai look it akun sosial media miliknya, menanyakan ia orang nya seperti apa, dan memastikan bahwa ia memang benar-benar mempunyai perasaan yang sama. Ahhhh, maksudku, aku menyukainya, dan berharap ia pun juga.

Begitu detailnya bukan? Ya, seperti itulah ketika memasuki fase remaja, dan ternyata cinta buta itu nyata, hehe, menurutku. Tapi, yasudah lah.

Sebenarnya aku tak mau jika harus mengingat sesuatu yang sudah menjadi masa lalu, semuanya ingin sekali aku bakar hingga menjadi abu, dan aku akan menggali tanah sedalam 3×1,5 meter, aku menguburnya, lalu aku siram dengan air secukupnya, berharap masa lalu itu tumbuh menjadi benih cerita baik, yang nantinya akan menjemput ku di stasiun masa depan.

Kisah kita memang sama sekali benar-benar tak pernah di mulai. Entah kapan, aku lupa. Sepertinya 4 tahun yang lalu.

Yap, bisa di katakan aku pelupa. Tapi kali ini sepertinya aku pura-pura lupa. Aku hanya ingin isi kepala ini tidak kembali berputar kencang, dan berlari kesana kemari hanya untuk mengingat masa-masa itu. Cukup, ya. Jangan menghakimi ku.

Tahun pertama berjalan dengan mulus. Kami mesra, bahagia, meskipun jarang sekali bertemu. Entah mengapa, hanya dengan melihatnya pun aku merasa cukup, apalagi jika dia melemparkan senyum nya yang tak ada di diri orang lain. Aku bersyukur berada di perjalanan hidupnya, hadir, dan meskipun status aku dengannya hanya sebatas "aku menyukainya, dan dia menyukai ku" kenapa? lucu ya? jangan tertawa, aku tidak sedang bercanda. Kami tidak pernah membuat kesepakatan bahwa dengan ini kami akan terus bersama.

"Dulu. Setelah aku bertemu, dan ada dia di hidupku, rasanya semua bunga yang ku tanam dalam hati ini sedang musim bunga, semua benih yang ku tanam, yang aku siram setiap hari, yang aku rawat dengan hati-hati, rasanya tak sia-sia. Setelah dalam pencarian panjang, aku menemukannya, bunga itu pun tumbuh, dan bermekaran"

Setiap hari aku dengannya tampak bahagia. Tapi tak seperti yang orang lain kira, aku hanya bersyukur mengisi hari-harinya, dan dia hadir di hidupku dengan memberikan perjalanan yang berbeda. Setelah dia hadir, ia selalu menemani hari-hari ku dengan ceria, dan aku tidak hanya jatuh cinta kepadanya, aku juga mulai mencintai dunia kepenulisan. Menuliskan puisi-puisi, cerita-cerita pendek, kata-kata, atau paradigma perjalanan yang telah kami lalui setiap hari. Indah bukan? Setiap malam aku memberikan itu semua kepadanya. Dan yang paling aku suka yaitu, dia pun menyukainya.

Kali ini, aku ingin mengucapkan kepadanya bahwa "denganmu, semua sesuatu yang tak pernah aku pikirkan kala itu ternyata terjadi dengan nyata, dan berhasil mengenang mu dengan tulisan ini yang diam-diam kau baca kan? Denganmu aku banyak menemukan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dalam diriku. Semuanya aku persembahkan kepadamu, semuanya hanya tentang mu.

Ahhhh, tiba tiba ingatan itu muncul ketika aku sedang duduk santay di teras, dengan menikmati kopi yang telah dingin setelah aku diamkan untuk merenung. Jadi teringat kata-kata seseorang, jadi dia bilang gini "jangan salahkan kopi yang dingin itu, ketika kau minum, sudah beda lagi rasanya. Salahkan lah dirimu yang telah membiarkan kopi yang hangat itu menjadi dingin, dan tak seenak saat pertama kau meminumnya"

Tapi, setalah setahun berlalu. Setelah setahun aku dan dia menjalani hari-hari dengan bahagia, masalah itu mulai bermunculan. Sempat beberapa terjadi konflik yang melebihi konfliknya Rusia, dan Ukraina. Ledakannya hebat, setelah tulisanku mulai terdengar kepada orang-orang asing dan terdekat, dan mereka tahu semuanya hanya tentang dirinya dan diriku. Kami belum cukup dewasa untuk mengartikan apa arti hubungan ini, kisah yang sebenarnya tak pernah kami mulai. Entah kenapa aku ingin sekali mengabadikan tentangnya, meskipun nanti takdir berkata bahwa aku bukan orang yang tepat untuknya, setidaknya, aku telah berusaha untuk mengenang nya, agar sesekali aku bisa membaca sembarj tertawa dan menyesali semua yang telah terjadi. Yap. Dulu, aku sudah berpikir seperti itu, aku ceritakan tentang semua itu kepadanya, meminta izin untuk menuliskannya dalam ceritaku, dan dia pun mengiyakan. Sepertinya ia senang sekaligus bangga kepadaku, hehe. Sepertinya.

Tahun kedua, dan ketiga. Ketika kami berdua segera meninggalkan bangku SMA. masa-masa itu cukup berat, rumit, dan menguras tenaga. Kami berdua seperti sedang dalam pendakian ke gunung tertinggi di dunia, melewati beberapa halangan, dan rintangan yang akhirnya kami berdua tersesat dan terjerat dengan pilihan masing-masing. Aku dan dia sebenarnya sama sekali tidak merencanakan untuk berpisah jalan, namun entah kenapa kita berdua masing-masing salah memilih jalan. Aku berjuang sendirian, sedangkan ia merengek ketakutan.

Awalnya aku tidak mencarinya, mungkin saja pendakian ini banyak jalan untuk sampai kepuncak. Tapi sepertinya terlalu naif untuk bilang aku tidak kesepian sendirian. Aku memutuskan untuk kembali berputar jalan, meninggalkan semua usahaku dengan hal-hal baru dalam pendakian. Aku mencarinya, berjalan kembali kebelakang dimana aku dan dia mulai tersesat salah jalan. Dan akhirnya aku menemukan dia sedang merengek ketakutan. Ia menangis di hadapanku, seolah akulah lelaki yang sangat ia butuhkan di kala ia sendirian. Aku menenangkannya dengan tulisan-tulisan yang telah aku buatkan khusus untuk dia. Di titik itulah aku merasa bahwa mungkin dia memang benar-benar membutuhkanku di kala ia sedang dilanda ketakutan dan kecemasan. Aku sadar, dan aku mengakui kesalahan. Dia pun mulai percaya dengan perjalan yang telah kami tempuh sepanjang jalan, kami mulai bersama lagi, kembali menyusuri jalan yang sebenarnya kami pun tak tahu akan sampai, dan berkahir sampai mana. Tapi yang terpenting, kejadian itu membuatku paham bahwa, mungkin ia memang benar-benar untukku.

Aku, dan dia mulai kembali berjalan, berirama, dan beriringan. Aku memikul beban ku, dan dia memikul bebannya sendirian. Namun, aku tak pernah membiarkan dia merasa sedang membawa beban. Aku merasa bahwa setelah kami berpisah berbeda jalan. Aku yang egois karena telah meninggalkan ia sendirian, namun ia berani memaafkan, dan mau berjalan kembali bersamaan.

Cukup, melelahkan ya? Tapi itulah kejadian yang sebenarnya. Kami berdua tak tahu apa yang akan terjadi di depan, dan kapan akan mencapai puncaknya. Yang terpenting kali ini aku mendaki bersamanya, lalu kembali melangkah, dan berjalan dengan bersamaan. Dan yang pasti, kami berdua tahu dan mau menerima resiko atas apa yang telah kami jalani selama ini. Aku sempat berkata kepadanya bahwa, jangan pernah sama sekali menyalahkan takdir ataupun diri sendiri. Tugas kita hanya berjalan, biarkan waktu yang menentukan.

Sepertinya sampai sini dulu. Sampai dimana tahun pertama, kedua, dan ketiga banyak sekali memberikan hal-hal baru hingga pengertian tentang kisah yang tidak pernah kami sepakati, dan tidak pernah kami mulai ini.

Biarkan ingatanku kembali dengan sendirinya tanpa aku paksa terlebih dahulu. Rasanya sudah cukup capek dengan kenyataan-kenyataan yang akan aku temui di depan. Aku bukan mencari ketenangan, tapi aku menjadi tenang setelah aku menjalani hari-hari dengan kelapangan.







Lara Derana (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang