III. Demon Side

790 66 132
                                    

"Kamu kenapa nggak bilang mau ke sini?"

Masih duduk di kursi kebesarannya, Naufal akhirnya melontarkan tanya yang sempat ia tahan beberapa saat lalu. Jelas itu pertanyaan penting untuknya, jujur sekali ia masih kaget dengan kedatangan Alda yang tiba-tiba ke kantornya di siang hari ini.

"Kan kejutan. Kamu kaget?"

"Ya... siapa yang gak kaget kalau yang dipikirin tiba-tiba muncul di depan kamu?"

Alda kebingungan untuk beberapa saat. Tapi kemudian mendengus dengan wajah yang memerah malu, yang berusaha ia sembunyikan dengan rambut panjangnya.

"Aku bawain cupcake," katanya lalu, jelas sedang mengalihkan topik. "Buat Om Haris juga. Titip ya."

"Kenapa gak langsung ke rumah?" Naufal bertanya dengan mulut tersumpal cupcake.

"Nggak sempat, aku juga mau ke toko lagi sekarang. Ada pesenan cake yang lumayan ribet."

"Oh, aku anter kalau gitu."

"Nggak usah, aku pake gocar aja." Melihat Naufal seperti akan membalasnya, Alda segera melanjutkan. Katanya, "Aku nggak mau ganggu kerjaan kamu. Lihat itu laporan lagi numpuk-numpuknya."

"Ya udah. Hati-hati di jalannya. Kalau udah sampe toko kabarin aku, hm?"

Seumpama ada karyawan yang mendengar percakapan mereka saat ini, dia pasti sudah mengira pimpinannya sudah memiliki kekasih dan itu perempuan yang kini bersamanya. Perhatian kecil itu sepantasnya diberikan oleh seorang pacar, bukan? Tapi kenyataannya, mereka tak lebih dari sebatas teman.

Kadang-kadang Alda bertanya pada diri sendiri, sebesar apa pengaruhnya di kehidupan lelaki itu? Tapi tanya itu tak pernah keluar di sela perbincangan mereka selama ini, hingga setahun mengenal Naufal pun, Alda tetap mengurungnya dalam benak, enggan disuarakan.

Yang Alda takutkan hanya satu, takut semuanya berubah dan ia tidak yakin apakah ia bisa menerima kebiasaan itu.

*

Sewaktu ia masuk ke ruang tengah, ketiga wajah itu menyambutnya dengan berbagai ekspresi. Pembicaraan yang dilakukan otomatis berhenti. Membuat Naufal berjalan dengan alis bertaut kebingungan.

"Kenapa?" tanyanya, "Kok berhenti?"

"Kamu baru pulang, Na?" Mama bertanya hal lain.

"Iya. Oh, ini ada cupcake dari Alda." Ia menyimpan paperbag berlogo toko kue Alda di atas meja. "Buat Papa, katanya maaf karena nggak bisa jenguk hari ini. Alda udah rencana mau ke sini, tapi mendadak ada orderan kue. Nanti kalau udah beres dia bakal main ke sini."

"Astaga, dia tuh calon mantu idaman banget. Ya gak, Aksa?" Aksa terpaksa mengangguk walau dengan gerak kaku.

"Aku ke kamar dulu."

Naufal pamit tak berapa lama kemudian, sosoknya terlihat naik ke lantai 2. Lalu setelah eksistensinya hilang dari radar penglihatan, Papa berdeham dan melanjutkan perbincangan.

"Besok, Papa sama Mama rencananya mau ke rumah Nenek Fatma."

"Aku--"

"Kamu ikut." Seakan tahu apa yang akan dikatakan putranya, Mama menyela dengan cepat.

"Ck." Aksa mendecak karena tidak bisa memberontak.

"Kita berangkat habis isya nanti, kamu pulang sore, Aksara."

Aksa hanya mampu menghela napas panjang.

*

"Hah... pusing banget kepala gue."

Magic In You | Haechan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang