XXIII. The Rainy Night

562 27 0
                                    

"Gue harap, besok pagi lo udah gak ada di rumah gue."

Kata-katanya terdengar seperti kiamat untuk Alda. Sebab secara tidak langsung, entah sadar atau tidak, pria ini sudah menjatuhkan talak pertamanya.

Talak pertama yang berarti, awal dari akhir pernikahannya.

Kedua tangannya yang mengepal bergetar samar. Untuk beberapa saat, dia menatap mata Aksa yang masih mempertahankan sorot bengisnya, sebelum kemudian Alda menunduk dalam, beralih menatap cincin yang tergeletak di ujung kakinya. Cincin yang Aksa jatuhkan tanpa rasa bersalah. Tanpa penyesalan.

Dia memungut benda itu, menggenggamnya dan lekas menekan perut bagian bawah yang tiba-tiba saja kram. Posisinya bertahan selama beberapa saat, berharap Aksa akan mengulurkan tangan untuk membantunya kembali berdiri. Tapi tidak, lagi-lagi Alda harus menelan ekspektasinya dalam kekecewaan saat pria itu malah meninggalkannya, bahkan membanting pintu kamar.

Tepat saat dia akhirnya sendirian, tangisnya pecah. Hanya dalam beberapa detik, wajahnya langsung banjir air mata. Iya Alda menginginkan perpisahan, tapi bukankah dia pernah mengatakan jika dia ingin perpisahan yang baik? Kenapa sekarang malah begini?

Pria itu sudah mengingkari janjinya. Pada Tuhan, pada mendiang nenek, pada orang tuanya, padanya juga. Kata-katanya yang akan menjaga Alda lenyap entah ke mana.

Setelah menangis hampir setengah jam, tubuhnya terkulai lemas di sisi kasur. Kepalanya ia sandarkan, menatap gamang apa yang ada di depannya. Hanya sudut yang kosong sebenarnya, tapi itu terlihat menarik sebab seperti ada bayang seseorang yang terlihat samar-samar. Bahkan karena kejadian yang menimpanya barusan, Alda jadi tak memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang nyata dan bukan, tapi dia jelas melihat sosok nenek di sana. Samar, kepalanya mengangguk, entah mengartikan apa.

"Nenek-"

Saat ia memanggil, saat itu juga pintu diketuk dua kali dari luar. Disusul suara menyebalkan Alice yang memanggilnya dengan nada riang.

"Alda!" Kepalanya menyembul dari celah pintu. "Hai!! Boleh aku masuk?"

Dia bertanya, kan? Tapi bahkan sebelum Alda mengizinkan, sosoknya melenggang masuk tanpa punya rasa sopan. Alda merotasikan bola mata, kemudian kembali menatap sudut ruang namun sudah tidak ada apa-apa di sana.

Oh, jadi dia berhalusinasi.

"Aksa bilang kamu mau pergi?"

Tidak ada reaksi atau jawaban apapun dari Alda.

"Hei, aku nanya loh. Jawab kek!"

Alda tetap tidak memberikan reaksi. Jangankan reaksi, menatapnya saja tidak.

"Ck! Kamu-"

"Aksa di mana?" Akhirnya dia menoleh pada Alice. Namun bukan menjawab, tetapi memberikan pertanyaan lain.

"Ada, di luar. Lagi minum sendirian."

"Terus ngapain kamu di sini?"

"Huh?"

"Ikut Aksa minum sana, rayain kemenangan kalian."

Mulutnya membulat. "Jadi bener, kamu bakalan pergi dari rumah ini? Wah, bener-bener jadi hari paling indah sekarang!"

Alda menatapnya dengan malas.

Magic In You | Haechan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang