V. Broken Hope

602 55 147
                                    

Brukk

"Na?!"

Sepasang mata Alda membelalak, masih terkejut dengan aksi gila Naufal yang mendorongnya hingga jarak di antara mereka hanya beberapa centi saja. Oh ayolah, Alda ingin istirahat, tapi lelaki itu membuatnya terkurung di antara tubuh dan lengan kekarnya, tepat di pintu kamar Alda sendiri.

Di dalam kamar yang remang itu, mereka berdiri berhadapan, dua pasang mata itu kompak berkilauan. Sementara tak jauh dari sana, sosok kecil Hanan tampak tertidur pulas di atas ranjang.

"Kenapa kamu langsung menjawab tawaran mereka?"

Alda menelan ludah ketika pertanyaan pertama Naufal terlontar dengan nada yang menakutkan. "K-kamu kenapa?"

"Kenapa kamu menerima lamaran mereka?"

"Aku harus gimana lagi?"

"Kamu bisa menolaknya, kan. Mereka menyerahkan keputusan sama kamu."

"Itu bisa bikin mereka sakit hati!" Alda menjawab dengan nada yang sedikit lebih tinggi. Sesaat kemudian ia menghela napas, sadar bahwa ia telah melewati batas. "Aku nggak bisa biarin itu terjadi," sambungnya, kali ini terdengar lirih.

Naufal menghela napas pendek. "Terus kamu? Ini bakal menjebak kamu seumur hidup, Alda."

"Nggak perlu mikirin aku."

"Itu perlu!"

"Alasannya? Kenapa juga kamu keberatan?" Sungguh pertanyaan itu terlontar begitu saja. Alda bahkan langsung terdiam dengan penyesalan menyesaki dada setelah sadar. Kenapa ketika pikirannya terlalu runyam, kata-katanya selalu tak terkontrol?

"Ma-maaf."

"Aku suka kamu."

Pengakuan yang sejujurnya ia inginkan, tapi karena situasinya sedang tidak tepat, Alda malah terkejut. Sepasang matanya membulat, terpaku menatap netra gelap Naufal.

"Aku nunggu kamu lima belas tahun itu bukan buat begini, Alda."

Sungguh saat ini Alda tak ada bedanya dengan patung. Dia hanya membeku, tidak ada balasan atau reaksi dari tubuhnya.

"Lima belas tahun yang lalu, waktu kita masih SMP, kita pernah pacaran. Sampai detik ini, nggak pernah ada kata putus di antara kita." Dia menarik napas sejenak. "Waktu pertama lihat kamu lagi setahun yang lalu, kenapa aku seseneng itu sampai meluk kamu, ini alasannya."

Alda tidak berkutik, tapi beberapa kelebatan singkat berputar acak di kepalanya. Membuatnya pusing perlahan-lahan.

"Waktu tahu kamu hilang ingatan, aku pikir aku udah nggak punya harapan. Apalagi setelah tahu kalau yang kamu lupain itu dari dua belas tahun ke belakang, cukup buat aku sadar kalau kamu gak akan ingat hubungan kita yang baru berjalan sebulan itu."

Untuk pertama kalinya setelah setahun saling mengenal, kalimat demi kalimat pria itu tidak mudah dicerna Alda. Perempuan itu butuh waktu setidaknya beberapa detik karena semuanya membingungkan.

"Tapi kemudian aku sadar, aku masih punya harapan itu walaupun sedikit. Kita bisa mengulang semuanya dari awal, kan, Al? Dan itu yang aku lakukan sekarang!" Dia menunduk, menghindari tatapan mata Alda. Dalam jeda waktu yang berdurasi sekitar satu menit itu, Naufal berkali-kali menarik napas dalam. "Apa sekarang... aku benar-benar akan kehilanganmu?"

Alda ingin membalas, tapi belum sampai gelengan di kepalanya terekam mata Naufal, ketukan pintu tepat di punggung gadis itu memecah situasi tegang yang ada, disusul suara Yura.

"Al, apa Naufal di dalam?"

Naufal kontan membuat jarak setelah menghela napas lagi dan lagi, kemudian membuka pintu, mengabaikan sosok Alda yang masih membatu.

Magic In You | Haechan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang