XX. The Way I Hate You

519 27 1
                                    

Mungkin Naufal memang benar peduli. Sebab pria mana yang tetap memberikan pakaian untuk perempuan yang telah mematahkan harapannya? Sejujurnya, memikirkannya saja sudah membuat kepala Alda pusing, itulah kenapa ia memilih tidak berpikir lebih jauh dan menerima apa yang pria itu pinjamkan karena pakaian yang dipakainya jelas kotor. Tak terkecuali sandal.

Semua yang melekat di tubuh Alda tiba-tiba berubah ukuran jadi oversize. Bahkan jaket yang Naufal pinjamkan juga menenggelamkan tubuh kurusnya.

Namun walau sandalnya kebesaran, kakinya tetap melangkah nyaman saat memasuki rumah. Derap langkahnya menggema di ruang tengah yang sunyi. Wajar, tinggal menghitung menit untuk resmi berganti hari. Jadi dua orang itu pasti sudah tidur.

"Gue pikir lo lupa jalan rumah."

Oh, dugaannya salah. Begitu ia membuka pintu kamar, suara berat Aksa langsung memenuhi gendang telinga. Ada rasa senang karena pria itu ternyata menunggunya, akan tetapi perasaan itu lenyap dalam sekejap saat kata-kata lain keluar dari mulut Aksa.

"Abis dari mana lo?" Dia bangun dari duduknya, berjalan menghampiri Alda yang berdiri di dekat pintu. "Pantas gak seorang istri baru pulang jam segini?"

"Tadi aku ... ke tempat Hanan, mampir ke apartemen Naufal terus ketiduran." Alda menjawab sesuai fakta.

"Oh, jadi yang nganterin barusan Naufal?"

"Iya."

"Dih, segitu dendamnya lo sama gue?"

Kepalanya pusing, tapi Aksa malah menyuruhnya berpikir. "Dendam?"

"Stop bertingkah seolah lo cewek polos deh, lama-lama gue muak juga karena ternyata lo yang bermuka dua di sini, Alda!"

"Kamu ngomong apa sih, Mas?"

Setelah membentak, si pria tampak mendecak geram. "Gue kalau jadi lo sih malu ya, udah dinikahin kakaknya, malah berani macarin adeknya. Ini yang kata lo nggak mau mempermalukan nama keluarga?"

Alda terdiam, tak menyangka tuduhan baru ia dapatkan hanya karena telat pulang. "Tuduhan kamu udah ke mana-mana, aku nggak pacaran sama Naufal."

"Halah, bullshit."

"Terserah kamu deh, Mas, karena aku pun nggak butuh validasi dari kamu. Yang penting faktanya, aku sama Naufal nggak pacaran." Sudah, Alda betulan menyerah sekarang. Dia sudah tidak peduli sejauh apa fitnah yang dilayangkan Aksa padanya. Maka kakinya melangkah masuk, melewati Aksa yang menutupi jalannya.

"Lo nggak ada sopan-sopannya sama suami sendiri. Gue belum selesai ngomong."

Alda menoleh padanya saat tengah menggantungkan jaket Naufal. "Aku anggap sudah."

"Alda!"

"Please, Mas, aku nggak enak badan. Tolong biarin aku istirahat."

*

Sepertinya ia bersikap keterlaluan kemarin. Sebab yang pertama kali terpikirkan begitu bangun adalah Aksa, juga rasa bersalahnya karena mengusir pria itu semalam. Kemarin, Aksa langsung pergi dan membanting pintu cukup kencang. Pasti marah karena kelakuannya kelewat batas.

Sembari menatap dirinya dalam cermin, Alda menghela napas. Tangannya naik dan mengusap rambut panjangnya hingga ke ujung. Dalam kondisi tak memakai make up, wajahnya terlihat jauh lebih pucat. Ia lalu mengambil satu per satu alat rias dan dalam hitungan menit, rona pucatnya tersamarkan.

Haruskah ia meminta maaf?

Selama berjalan ke luar, pertanyaan itu berputar-putar dalam kepalanya. Haruskah ia meminta maaf? Tapi bagaimana cara memulainya?

Magic In You | Haechan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang