II. How We Met

1K 75 118
                                    

Pukul 6 lebih 12 menit, dering ponsel Aksa meraung memenuhi kamar. Siapa yang meneleponnya sepagi ini? Kurang lebih itu yang dipikirkan Aksa ketika dahinya mengerut tak nyaman. Lalu dengan mata yang masih sipit, dia asal saja menggeser log hijau.

"Hm, siapa?" Lelaki itu sudah nyaris menutup mata lagi, akan tetapi satu kata yang disebutkan seseorang di seberang sana membuat kantuknya hilang seketika. Dia refleks melihat layar handphone-nya dan benar saja, nama Mama tertulis di atas detik demi detik panggilan yang tersambung. Aksa menghela napas panjang, dengan gerak hati-hati dia kemudian melepaskan diri dari dekapan perempuan yang kalau tidak salah... namanya Gwen?

"Tidur sama siapa kamu?" Mama bersuara lagi, dan pertanyaannya membuat Aksa bungkam selama perjalanan ke dapur.

"Habis dari kelab mana semalam? Cewek kayak gimana lagi yang kamu bawa ke kamar? Ceritain aja sama Mama, sedetail mungkin kalau bisa."

Lagi-lagi Aksa menghela napas panjang. "Mama ngapain nelepon pagi-pagi?"

Ada hening yang cukup panjang di antara mereka. Dan sebelum Mama bersuara dengan nada serius, perempuan itu menghela napas sesaat. "Aksara?"

"Hm." Aksa menyimpan ponselnya di atas kitchen bar, sementara tangannya sibuk mengambil air dingin dari dalam kulkas.

"Pulang ke Jakarta."

"Nanti."

"Hari ini, Nak."

"Aku belum ketemu Alice."

"Kamu pilih Alice, atau Papa?"

"Maksudnya?"

"Papa sakit."

Sontak saja, Aksa menoleh ke arah di mana ponselnya tersimpan. "Apa?"

"Kamu baru tahu, kan? Kamu pasti gak bakalan tahu kalau nggak dikasih tahu, karena kamu nggak pernah sekalipun menyempatkan diri nanya kabar orang tua kamu. Nggak seperti Naufal."

Aksa memejamkan mata, menahan gejolak emosi yang mulai terpancing karena untuk ke sekian kalinya, dia dibanding-bandingkan dengan sang adik. "Papa sakit apa?"

"Tekanan darahnya tinggi lagi."

Lagi-lagi, Aksa menghela napas panjang. Ia menyugar rambutnya hingga terlihat semakin berantakan. "Aku belum bisa pulang hari ini, mungkin besok." Setelah diam beberapa saat, ia akhirnya mengambil keputusan itu.

"Jadi kamu lebih mentingin Alice sekarang?"

"Bukan gitu." Ada jeda karena Aksa menutup kulkas dulu sebelum kemudian berjalan meninggalkan dapur bersama ponsel yang sudah di tangan kiri. "Hari ini aku ada janji sama seseorang yang katanya sering lihat Alice di sekitar The Palm Garden, Ma."

"Itu namanya kamu lebih mentingin Alice, Aksara, kamu sadar nggak?"

"Karena janji sama dia lebih dulu dibuat daripada info tentang sakitnya Papa."

"Mama nggak pernah menghalang-halangi kamu buat cari Alice, tapi kalau bisa, pulang hari ini, Nak. Mama mau bicara sesuatu yang penting sama kamu."

"Ya udah bilang aja sekarang."

"Penting, artinya nggak bisa lewat telepon," sahut Mama cepat. "Di kantor juga Rama bilang banyak kerjaan yang terlambat, sampai para klien komplain. Semua karena komunikasi antara kamu sama Rama kurang. Pulang dan stabilkan kantor dulu, baru cari Alice lagi."

Magic In You | Haechan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang