2

89 29 52
                                    

Belum revisi, banyak typo.

Dra, kenapa semalem tiba-tiba pulang?
Katanya mau bantu aku kerjain pr?

Saat aku terbangun dari tidur ku di pukul 5 pagi aku langsung mengambil hp di nakas samping tempat tidur dan mengecek pesanku yang belum dibaca oleh hendra.

Tidak biasanha hendra tidak membaca pesanku, kekhawatiranku sejak semalam terus bertambah. Kuletakkan kembali hp itu pada tempatnya dan bangkit menuju kamar mandi untuk buang air kecil.

Saat aku keluar dari kamar mandi aku buru-buru berlari saat hpku berdering.
Saat kulihat siapa yang menelfon aku tersenyum bahagia.

Aku menggeser tombol hijau keatas dan menaruh hp itu didekat kuping.

"Indra! Kamu kok gak baca wa aku sih? Terus kenapa coba kamu pulang gak bilang ke aku, aku khawatir Dra!" Ucapku tanpa jeda.

Aneh, sedingin-dinginnya hendra cowok itu tidak pernah tidak menjawab ucapanku dengan nada khawatir. Kurang lebih 2 menit sambungan ini diisi keheningan, tiba-tiba pun sambungan terputus.

Bukan aku tapi hendralah yang mematikan telpon tanpa berbicara apapun.

Jantungku tiba-tiba berdetak sangat cepat membuat perasaanku benar-benar tidaklah enak.

Kuletakkan kembali ponsel itu pada tempatnya dan aku bangkit menuju kamar mandi untuk bersiap berolahraga pagi sebelum berangkat sekolah, sejanak ingin kulupakan masalah hendra biar nanti kami bahas disekolah saja.

Sesudah bersiap menggunakan leging dan jaket tipis juga rambut panjangku terikat satu aku menuruni tangga untuk jalan santai berkeliling kompleks.

Aku membawa sepeda gayung berwarna hijau muda dan sebotol air yang kutaruh di dalam keranjang sepeda. Aku masih meenuntun sepeda itu masih belum ingin menaikinya. Namun setelah merasa lelah dan berjalan melewati 5 rumah kuputuskan untuk naik dan menggayung sepeda saja.

Ku nikmati nuansa segar subuh, terlihat kompleks yang sepi karena kebanyakan orang-orang di jam segini sedang berlarut dengan mimpinya. "Sebenarnya indra kenapa ya?" Gumamku dengan pikiran yang sama sekali tak bisa terhindar dari cowok itu.

Kini sepeda kuhentikan saat sudah tiba di taman yang tak jauh dari kompleks tempatku tinggal. Aku mulai turun dan menuntuk kembali sepedaku menuju pohon besar yang berada di pojok pintu keluar taman, cukup banyak orang yang berada ditaman ini, orang-orang yang banyak aku kenal karena mereka juga sering berolahraga disubuh hari seperti diriku.

"Hai An?" Sapa salah satu gafis seumuranku.

"Hai Fi?" Balasku sambil tersenyum.

"An aku pengen ngomong sama kamu, disana yuk!" Pinta gadis bernama fifi sambil menunjuk kursi yang berada didekat pohon besar tujuanku.

"Boleh," jawabku. Kita berdua pun menuju kursi itu bersama-sama.

Aku menyenderkan sepeda gayung tanpa dongkrak itu kepada pohon lalu duduk di samping fifi.

"Mau ngomong apa fi?" Tanya ku setelah mendaratkan bokong pada kursi.

"An mau minta bantuan kamu boleh gak?" Tanya fifi.

"Bantuan? Bantuan apa emang?" Tanyaku pada gadis itu.

"Aku pengen deket sama agam," jawab fifi lirih, namun aku masih mendengarnya.

"Hah? Gasalah denger nih gue? Lo naksir sama agam? Gamungkin kan?" Tanyaku, jujur agak kaget makanya tanda tanyanya banayak.

Fifi tak menjawab hanya menganghukkan kepala.

Aku tersenyum kecut, gimana ya, aku tidak terlalu dekat dengan agam, dia sebatas tetangga ku yang baru pindah rumah setahun yang lalu, meski kita satu sekolah dan satu kelas kita tidak pernah saling sapa, aku hanya sebatas kenal nama dengan agam, agak aneh saja jika tiba-tiba menjadi makcomblang antara fifi dan agam.

SFO Smiles (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang