9

43 10 0
                                    

"Maksud lo apa? Akhirnya ya lo ngomong juga sama gue, kangen si gue sama suara lo."

"Yori bentar ya, gue butuh istirahat. Gue lagi capek dan tolong banget, kali ini gue butuh pengertian lo."

"Pengertian?" Celstuk jesi.

"Pengertian kaya gimana nih yang lo mau? Sebut coba." Lanjut karina.

Aku menghela nafas dan meninggalkan mereka bertiga.

Yori menarik lenganku sebelum meninggalkannya.

Gadis itu mwnyeretku untuk berjalan mengikutinya.

Kini kita berempat sudah tiba di toilet wanita.

Yori menforongku sampai punggungku menubruk tembok dan ia kembali menyeretku untuk duduk diatas wc duduk.

Yori mencengkram bahu ku.

Tatapannya berubah tajam dan bola matanya sama sekali tak menangkapku.

"Pe-nger-ti-an. Bentar-bentar ngeleg ni otak gue. Gak salah dengar kan gue? Seorang anea ngomong soal pengertian. Tau apa sih lo tentang pengertian an?" Ucap yori kini melihatku dan tersenyum miring.

Aku berusaha melepas cengkramam yang menyakitkan itu. Tapi sial, kini yori mencengkram kedua bahuku.

Senyuman miring itu hilang berganti alis yang ditekuk, ia sangat kesal denganku.

"Jawab gue!" Bentaknya keras.

"Jaeab gue aneah! Kenapa lo diam? Jawab cepat!"

"Gue lagi benar-benar capek ya. Dan kalau gue capek gue gak bakal biaa kontorol diri kaya biasanya."

"Kontrol diri? Lawak... bukannya seorang anea emang selalu seenaknya dan gak kenal kontrol diri sama pengertian ya?"

"Anea sekrang bahasa nya gaul-gaul yor." Ketus karina memainkan kuku-kukunya yang panjang.

"Bener sih, sudah pinter dia gak sebodo dulu." Lanjut jesi.

"Kalian bertiga bisa diem gak?" Giliran aku kini berteriak.

Dengan kekuatan yang penuh aku melepas cengkraman itu dan mendorong yori kebelakang mwmbuat kedua pengikut setianya juga terhempas.

"Gue sudah bilang jangan ganggu gue hari ini.
Gue lagi gak bisa tahan emosi, lo bisa ganggu gue nanti oke?" Lanjutku dan meninggalkan mereka penuh emosi yang meluap.

Beberapa orang di kamar mandi ini terlihat menatapku aneh.

Biarlah, dengan malas aku melewati mereka penuh amarah.

🌟🌕🌟🌕🌟

Sepulang sekolah aku langsung menuju alamat yang diberikan olwh bu lely tadi pagi, meski seandainya aku tak bisa bertemu hendra aku bisa tau kemana hemdra pergi dari tetangganya.

Jalan mahessa, gang kelapa merah no 45 rumah paling pojok.

Aku menatap rumah yang sempit seusai membaca alamat di kertas itu.

Apa ini beneran rumah hendra?
Aku tahu hendra tidak terlahir dari kwluarga berada, tapi apakah sesusah ini hidup cowok itu? Rumahnya kecil dan terlihat sedikit ambruk, pondasinnya pasti sudah tidak kuat.

Aku melihat sekitar rumah hendra dan melihat seseorang yang naik sepeda dengan cepat aku mengejar bapak-bapak itu.

"Pak, bentar!" Teriakku sedikit berlari.

"Kenapa neng?" Tanya bapak itu.

Aku mengatur nafas.

SFO Smiles (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang