10

40 9 0
                                    

Belum revisi, banyak typo

Analis dan aku berjalan mwnuju ugd seperti yang paa ucap dalam telpon tadi. Aku melihat analis yang berjalan dengan muka yang sangat cemas, entahlah padahal analis punya jiwa ketidak pedulian yang tinggi untuk apa dia secemas itu pada mama agam.

Setiba di ruang ugd kami melihat mama papa, om janez dan agam duduk di kursi depan igd.

"Gimana keadaan tante nesa ma?" Tanya analis pada mama. Suaranya sedikit bergetar.

"Dokter belum kasih kabar apa-apa sayang." Jawab mama.

Aku melihat semua orang yang menampakkan muka cemas kecuali diriku.

Untuk apa cemas? Aku biasa saja. Seandainya bukan karena penawaran analis maka aku takkan berada disini sekarang.

"Kamu masih pake seragam an, baru pulang sekolah?" Tanya mama pelan tempat disamping telinga kiriku.

"Hem." Jawabku.

Dokter keluar dari ruangan igd aku dan semua yang dusuk pun berdiri. Om janez dan agam langsung menghampiri dokter.

"Gimana keadaan istri saya dok?" Tanya om janez.

"Bu nesa baik-baik saja pak, kolestrol nya bu nesa tinggi itu sebabnya terjadi serangan jantung, dan juga efek stres." Jawab dokter.

"Tapi mama beneran gapap kan dok?" Lagi agam bertanya.

Dokter menganggukkan kepala.

"Bu nesa sudah bisa di jenguk,"

"Kalau gitu saya permisi," pamit dokter.

Kami semua berjalan memasuki ruangan tanteng nesa.

Tante nesa masih belum sadarkan diri, matanya masih termejam. Agak kasihan aku melihatnya ternyata cukup parah kalau sampai terkena serangan jantung. Padahal aku pikir mama agam baik-baik saja ternyata punya kolestrol.

"Janez saya dan keluarga saya pamit pulang dulu ya, besok kami akan kesini lagi. Sepertinya tidak baik kita mengerumuni nesa yang belum sadar." Ujar papa.

"Iya den, terimakasih banyak sudah datang."

"Iya mas jan, semoga nesa cepat sadar." Lanjut mama.

Aku mama papa dan analis meninggalkan ruangan itu. Namun papa menghentikan aksi berjalanku.

"Kamu tinggal disini dulu, kalau tante nesa sudah sadar kamu dijemput sama jeje." Ucap papa

Aku mengerutkan kening.

"Engga," ketusku.

"Ane!" Tegas papa.

"Tapi pa, ane gak bisa." Ujarku.

"Gapap pa ana yang temenin kak ane." Timpal analis.

"Apaan dah an, engga aku gak mau. Kamu aja disini." Lanjut ku.

"Gak usah ana ikut mama papa. Ane saja yang disini." Kata mama.

"Tapi ma..."

"Ana ayo nak," mama menarik tangan analis dan menutup pintu aku ingin keluar dan membuka pintu tapi agam dan papa nya memperhatikanku.
Aku menggigit bibir bawahku dan tersenyum.

"Demi apa mama papa jahat banget ah..." desahku berjalan perlahan mendekati ranjang tante nesa.

"Kenapa an?" Tanya papa agam.

"Gak papa om, saya di suruh papa buat tungguin tante nesa sadar baru boleh pulang." Ujarku jujur

"Oh kalau gitu anea duduk disana aja." Papa agam menunjuk sofa panjang di pojok ruangan.

"Oh ia om," dengan menurut aku berjalan ke arah kursi itu.

🌟🌕🌟🌕🌟

Beberapa menit ternyata aku tertidur sambil duduk diatas sofa pastinya aku terkejut saat tubuh ku sudah berbaring dengan berbantal jaket cowok.

Pasti punya agam aku lihat tadi cowok itu memakai jaket hitam ini.

Aku mengubah posisi menjadi duduk, bisa-bisa nya aku malah tertidur, emm... memang hobi ki juga sih jika tidaka ada kegiatan ya akan tidur.

Di ruangan ini ada 3 pasien sepertinya beruntungnya ruangan mama agam ada di pojok pojok jadi ada sofa nya sedangngkan yang dua tidak ada. Aku berjalan mendekati mama agam yang masih memejamkan matanya. Tak lama kemudia agam berjalan mendekati kami.

"Lo udah bangun?" Tanyanya.

Ya iyalah udah bangun lo kira gue arwah apa ini. Masih pake tanya, basi lo. Jawabku dalam hati.

Aku tersenyum tipis setelah menatap agam aku kembali menatap tante nesa.

"Papa masih ngurus perpindahan mama ke ruangan yang bisa sendiri." Ujar agam memberikan kap berisi kopi padaku.

"Ambil," lanjutnya.

Aku mengambil gelas itu dan memegangnya.

"Lo kalau tidur ada suaranya ya?" Tanya cowok itu.

Aku melihatnya sambil menaikkan satu alis sedangkan agam meminum kopinya.

"Tante nesa belum sadar dari tadi?" Tanyaku.

"Belum, kata dokter masih pengaruh obat juga."

Aku berdeham.

Om janez datang bersama dokter dan perawat.

"Kita pindah sekarang nak," ucap om janez menwpuk pelan bahu anaknya.

"Kamu bisa pulang buat ambil barang-barang mama kamu?" Tanya om janez pada agam.

"Iya pa,"

"An lo ikut gue?" Tanya agam membuatku bingung.

"Aaa... gga... eh ikut deh." Jawabku.

"Ayo," agam menarik tanganku bersamanya.

🌟🌕🌟🌕🌟

Tidak ada alasan aku ikut selain aku ingin pulang.
Selama perjalanan hanya diisi keheningan. Agam menyetir mobil dengan sangat santai dan aku hanya menikmati perjalanan yang di lalui oleh kendaraan dari jendela.

"Makasih ya an sudah dateng ke rumah sakit."

Aku menatap agam. "Kalau bukan ana yang ajak gue gak bakal dateng." Ketus ku kembali membuang pandang kejalanan.

"Nyokap lo sakit-sakitan ya?" Tanyaku.

"Iya, sudah lama sih gak cek ke dokter. Mungkin mama kemarinan ada salah makan."

"Oh,"

Mobil terhenti di depan rumah agam.

"Gue langsung balik deh, makasih sudah anter gue pulang." Ucapku. Seusai menutup mobil aku berjalan menuju rumah.

"Lo gak ikut gue balik ke rumah sakit?" Agam sedikit berteriak agar aku bisa mendengar suaramya.

"Gak makasih!" Teriakku balik.

Buat apa balik kesana mending gue bersih-bersih badan abis tuh tidur yakan? Gue doain deh gam dari hati bersih gue biar nyokap lo cepet sembuh.

🌟🌕🌟🌕🌟

Haiiii
Akhirnya udh bab 10 happy
bet semoga bisa cepet end amin!

SFO Smiles (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang