PROLOG

1.7K 120 8
                                    

‼️HARAP DIBACA‼️

- Unconditionally versi revisi
- Sudut pandang berubah-ubah
- Angst

⚠️ Untuk yang sudah pernah membaca versi lama, dimohon untuk tidak menulis komentar yang mengandung spoiler. Terimakasih! ⚠️

××××××××××

PROLOG

Seorang pria berdiri dihadapan cermin. Ia menatap pantulan dirinya terpampang disana, dengan wajah yang tak lagi banyak berekspresi.

"Humphh..." Dengusnya keras. Tangannya langsung menyambar jaket yang tergantung. Ia mengenakannya, kemudian memandang dirinya lagi didalam cermin.

"Dasar pecundang!" Kutuknya, pada dirinya sendiri. Fisiknya memang terus tumbuh, tapi ia sadar kalau mentalnya masihlah berumur delapan belas tahun.

Iwaizumi Hajime. Seorang pelatih ekstrakurikuler volly di salah satu sekolah dasar. Diumurnya yang sudah memasuki duapuluh enam tahun itu, Iwaizumi masih memendam kejadian kelam yang terjadi disaat-saat terakhir sebelum hari kelulusannya tiba.

Delapan tahun yang lalu, tepat saat ia duduk di bangku kelas tiga SMA.

Semuanya terjadi karena volly. Volly membuat Iwaizumi bertemu dengan mereka. Keterikatan hubungan yang begitu kuat, membuat Iwaizumi tidak dapat meninggalkan bola volly sekalipun.

"Pagi Mam..." Sapa Iwaizumi kepada Mamahnya yang sudah menyiapkan sepotong roti isi diatas meja makan.

"Pagi Hajime. Sarapannya dihabisin ya." Seru Mamahnya. Sementara diri Iwaizumi masih termenung sembari mengangguk pelan.

Sepasang tangan Iwaizumi menggenggam roti isi itu. Ia memakannya dengan sedikit hati-hati karena telur yang ada didalamnya terasa sedikit panas. Iwaizumi tak ingin bibirnya melepuh karena melahap makanan yang masih panas.

"Hajime janji, bakal giat kerjanya."  Seru Iwaizumi. Ia memasukkan seluruh potongan roti isi kedalam mulutnya, dan sempat kesulitan mengunyah.

"Wahhh, mamah senang dengernya." Sahut Mamahnya. Wanita tua itu membersihkan tangannya menggunakan serbet, lalu duduk pada kursi yang bersebrangan dengan anaknya. "... Coba bilang mamah, kenapa tiba-tiba kamu bicara begitu?" Goda Mamahnya, dengan sedikit rasa penasaran.

Iwaizumi masih tersenyam-senyum sendiri. Nada khas Mamahnya itu sukses membuatnya salah tingkah. Pastinya, Mamahnya sangat gembira waktu Iwaizumi mengungkapkannya.

"Bentuk terimakasih buat Mamah yang udah sabar nungguin trauma Hajime memudar." Kata Iwaizumi, mengucap kalimatnya dengan amat hati-hati. Ia tidak ingin ada satu katapun yang salah terucap. "... Walaupun harus nunggu sampe delapan tahun, sih." Sambung Iwaizumi.

"Nak, mamah akan tetap ada buat kamu. Selama apapun itu." Sahut Mamah Iwaizumi. Pandangannya sedikit sendu, seolah ada air mata yang terbendung disana. Ditahan keluar karena sang Ibu tak ingin anaknya melihat ia menangis.

Iwaizumi hanya tersenyum. Ia amat berterimakasih pada Mamahnya itu.

"Mah... Hajime hari ini bakal pulang terlambat, ya." Izin Iwaizumi usai meminum segelas air mineral.

"Oh, akhirnya kamu mau pergi kesana?" Gumam Mamahnya takjub. Suaranya terdengar amat bersemangat.

"Iya, karena jauh... Mungkin malam Hajime baru sampe rumah." Sahut Iwaizumi lagi.

"Titip salam mamah untuk mereka, ya?" Pinta Mamah Iwaizumi.

"Pasti, Mah... Kalo gitu Hajime berangkat, ya." Seru Iwaizumi, menggendong ranselnya. Ia mendekat kearah Mamahnya, lalu mengecup kening wanita itu.

"Hati-hati dijalan ya, Nak..." Kata Mamahnya.

"Pasti... Dahh, Mamah-!" Sorak Iwaizumi melambai-lambaikan tangan.

Sungguh, Iwaizumi tak memiliki niat untuk berkunjung kesana sebelumnya. Tapi ada sesuatu yang mendorong hati kecilnya.

Membawa Iwaizumi ke tempat yang belum pernah sekalipun ia kunjungi. Bahkan Iwaizumi sendiri khawatir, kalau ia tidak dapat menemukan tempat istirahat kedua orang itu.

Pikir Iwaizumi, ini sudah sangatlah lama. Mereka berdua seharusnya marah pada Iwaizumi karena tak sekalipun berkunjung selama delapan tahun terakhir.

Mau bagaimana lagi, Iwaizumi memerlukan waktu supaya dirnya datang dalam keadaan siap.

"Kalian berdua, tunggu gue ya!" Seru Iwaizumi. Ia tanpa ragu melangkahkan kakinya keluar rumah.

Iwaizumi tidak sabar, untuk menceritakan banyak hal yang telah ia lalui seorang diri.

×
×
×
×
×
To be continued

Yoshhh, akhirnya kesampaian juga ngerevisi fanfic ini.

Kalo ditanya kenapa direvisi, jawabannya karena aku baru aja baca ulang fanfic ini beberapa waktu lalu.

Ada beberapa bagian yang menurut aku kurang nyambung, dan gak enak buat dibaca.

Jadinya aku pengen nambahin beberapa detail ke fanfic ini.

Semoga kalian berkenan baca ulang, ya...

Cung dulu nih yang ngikutin akun aku dari zaman Unconditionally-!! ☝🏻☝🏻☝🏻☝🏻☝🏻

Jangan lupa Follow, Vote, Komen, Share!

Oke, Babay!! 💖


Unconditionally - OikKage [ END ]  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang