Take Care

2.7K 263 10
                                    






"Lo masih belum tau pelakunya?"

Gelengan yang diberikan Agam membuat Chiko menghela nafas. Hari ini, Senin siang menjelang sore mereka masih berada di sekolah. Ada beberapa jam tambahan untuk siswa kelas XII sebagai persiapan ujian. Agam bahkan tidak menyangka akan mengikuti ujian di dalam novel bukan di dunia aslinya.

"Waktu Lo di lapangan basket, Lo ngga nemuin apa gitu?"
Chiko menyeruput es boba miliknya. Suasana di pendopo yang dia tempati bersama Agam nyatanya tidak membuat panasnya berkurang.

"Kalo Lo? Lo tau siapa pemilik mobil putih itu?"
Giliran Agam yang bertanya.

"Kemarin, waktu gue ke parkiran 2 mobil putih itu masih ada. Trus ya Gam setelah gue inget, cuma ada Alexander sama Theo yang masih ada di lapangan".
Ucap Chiko sambil menatap sekeliling sekolah. Sekarang mereka diberikan kesempatan untuk beristirahat sebelum jam tambahan dimulai.

Agam mengangguk paham. Ada sedikit keraguan saat ini. Dirinya butuh seseorang untuk mengurangi beban pikiran di kepalanya.

"Chi"

Chiko menatap Agam bingung.

"Lo pernah tau ngga ada orang yang bisa bertransmigrasi?"
Tanya Agam dengan hati-hati. Dia melihat Chiko tidak mengubah ekspresinya sedikit pun.

"Transmigrasi? Perpindahan penduduk maksud Lo?"
Agam menghela nafas. Kenapa bisa seorang Segam memilki teman yang begitu berbanding terbalik dengan sifatnya.

"Bukan, maksud gue kayak per-.."

"Aduhh Gam bentar deh. Gue kebelet ini. Lo tunggu dulu di sini ya. Gue mau ke toilet".
Tanpa mendengarkan penjelasan Agam, Chiko sudah berlari menuju toilet. Agam menyugar rambutnya frustasi. Dia bahkan tidak memberitahukan Athena mengenai dirinya yang menjadi bagian tim basket Bina Angkasa.

Agam mengusap wajahnya. Hingga penampakan seseorang membuat Agam hampir saja terjungkal. Segera Agam menetralkan detak jantungnya.

"Lo ngapain di sini?"
Sosok di depannya itu masih terdiam.

"Di sini rawan ketemu orang. Lo berani banget ambil resiko".
Agam berucap sedikit pelan. Walaupun pendopo yang dia duduki terletak di belakang sekolah, itu tidak menutup kemungkinan jika seseorang melihatnya berbicara sendiri.

"This is our third meeting".
Suara yang dimilki Segam belum terbiasa Agam dengar.

"Dan di pertemuan ketiga ini gue udah dapet bogem dari musuh Lo".
Dia menunjukkan luka di sudut bibirnya yang sudah memudar.

"Mungkin kalo gue yang ada di posisi Lo, gue udah mati digebukin".
Segam tersenyum sinis.

"Lo juga lagi diambang kematian sekarang. Jadi ngga usah bangga".
Agam mengambil minuman milik Chiko. Dia segera meminumnya saat merasakan hawa panas di sekelilingnya. Memang di dekat Segam sepertinya tidak memberikan kesan positif.

"Lo mau memberitahukan kedatangan Lo ini sama Chiko?"
Tanya Segam.

"Kenapa ngga. Bisa aja dia bantu gue untuk keluar dari dunia ini. Lagipula dia temen Lo. Pasti dia ngerti kalo Lo juga butuh bantuan".
Balas Agam sedikit sengit.

"Ngga semua orang akan berbalik buat nolong Lo saat tau apa yang terjadi sama Lo".
Oh ya jika kalian penasaran bagaimana style yang dikenakan Segam, Agam akan menjelaskannya. Saat ini Segam mengenakan baju dan celana panjang berwarna putih. Sudah seperti mau ke alam akhirat.

"Oke gue bisa terima itu. Gue tetap akan jaga rahasia gue. Tapi masalah yang lebih penting adalah siapa orang dibalik pengeroyokan gue".
Agam menegakkan badannya.

"Gue ngga tau. Semuanya keliatan samar di mata gue".

"Termasuk siapa orang yang ngedorong Lo di tangga?"
Segam mengangguk atas pertanyaan Agam. Hal yang membuat Agam semakin frustasi.

"Saat itu hal terakhir yang gue inget adalah gue ribut sama seseorang di lantai tiga. Gue ngga bisa mengingat siapa orang itu dan apa yang kita bahas. Ketika gue bangun, gue udah sadar ternyata gue ngga ada di tubuh gue".
Agam berdecak kagum. Akhirnya Segam berbicara panjang lebar juga.

"Lo kan arwah gitu ya. Sejenis makhluk tak kasat mata. Jadi selama Lo ngga menampakkan diri ke gue, Lo pasti bisa liat keadaan di sekeliling gue kan. Nah Lo pasti tau pelaku atas penyerangan gue dan pelaku yang nyebarin berita Athena itu".

"Gue ngga bisa. Gue selalu terkurung di ruangan sempit, kosong bahkan ngga ada jalan keluarnya. Saat pertama kali gue ketemu Lo di kamar gue, itu seperti keberuntungan. Seenggaknya gue bisa keluar dari ruangan itu. Ruangan tempat gue tau ternyata gue ngga bisa balik ke tubuh gue".

"Semua informasi yang Lo dapet? Tentang happy ending? Tentang gue yang harus bantu pemeran utama itu untuk bahagia?"
Agam mencecar Segam dengan berbagai pertanyaan.

"Lo bisa tanya sama penulis novel ini. Semua dia yang atur. Kita sebagai tokoh novelnya cuma bisa ngikutin apa mau dia".

"Jadi Lo-.."

"Semua informasi itu tertanam di kepala gue. Seperti udah terdoktrin di kepala gue. Gue cuma ngikutin alurnya. Seharusnya Lo juga lakuin itu Agam".

"Apa maksud Lo, gue lagi berusaha".
Bantah Agam tidak terima atas tuduhan Segam.

"Lo lebih fokus terhadap masalah Athena? Itu isi otak gue sekarang".
Segam tertawa sinis.

"Karena Athena penghalang mereka bahagia. Jadi gue harus bantu dia dulu untuk bahagia. Menurut gue juga Lando sama Amora ngga butuh bantuan untuk bahagia. Mereka kelihatan udah saling suka dan Athena ngga menghalangi itu".

"Ah gue ngga nyangka orang yang nempatin tubuh gue bisa sebodoh ini".
Agam semakin tersulut emosi. Setiap bertemu dengan Segam memang hanya kemarahan yang muncul.

"Lo pikir sebuah alur cerita bisa berakhir dengan begitu mudahnya? Lo bahkan belum sampai pada klimaks permasalahan cerita. Lo pikir tokoh antagonis bisa menyerah sebelum dia mengalami kekalahan telak? Gue rasa cerita itu akan terdengar membosankan".
Segam tau Agam mulai memikirkan kata-katanya.

"Gue ngga tau apa yang direncanakan Athena. Cuma dia yang tau pasti".
Agam yang akan menyela pembicaraan kembali dibungkam oleh pernyataan Segam.

"Ah satu hal lagi. Sepertinya bukan cuma Lo yang terjebak di sini".
Perkataan itu menjadi akhir sebelum Segam menghilang dengan perlahan.

Perkataan itu membuat Agam terdiam bingung. Maksudnya ada orang lain di sini?
Agam bangkit dari duduknya. Tanpa menunggu Chiko dia berjalan menuju kelasnya. Tatapan matanya bertemu dengan keberadaan Amora dan Lando yang berjalan berlawan arah dengannya.

"Agam".
Sapa Amora pada Agam. Bahkan tangannya belum terlepas dari dari lengan Lando.

"Kamu mau masuk ke kelas?"
Pertanyaan itu Agam jawab hanya dengan anggukan.

"Lo pacaran sama dia".
Dia yang Agam maksud mengarah pada Lando. Cowok itu terlihat biasa saja.

Amora yang mendapat pertanyaan itu hanya tersenyum malu. Dia tidak menggeleng dan tidak mengangguk untuk menjawab pertanyaan Agam.

"Take care"
Hanya itu perkataan yang dapat Agam ucapkan sebelum berlalu meninggalkan kedua pemeran utama yang akan menemui permasalahan mereka.

🍒🍒🍒🍒

Part 34

Udah dapet pencerahan? Apa masih gelap

Salahin yang nulis novel ya guys Yaa

Vote and komen

Happy Reading

Ziii

Wake Up, Agam!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang