Bianglala - Shinkai Kanata

136 12 6
                                    

Warning: implied/referenced suicide, slight ChiaKana, OOC maybe

———

Engkau tersadar di dalam bianglala.



Kapsul besi berjendela lebar, merangkak naik pelan-pelan seolah membuat penghuninya merasa jadi Ikaros. Matahari masih tinggi. Langit masih biru. Engkau melihat jajaran manusia di bawahmu, kecil ibarat semut, berjalan-jalan dalam bentuk yang sudah kau hafal di luar kepala. Wanita bertopi lebar menuju toilet; pria gemuk berbaju biru menghampiri stan makanan; dan lain-lain; dan lain-lain.



Satu kapsul di atasmu berisi keluarga empat orang, mereka akan meminta turun satu putaran lagi, disebabkan anak termuda pusing sampai muntah-muntah. Kau akan melihat petugas pembersih mengambil beberapa pasir, seiring kau kembali menantang angkasa.



Satu kapsul di bawahmu kosong tanpa penumpang. Namun itu nantinya berubah sekitar dua putaran lagi. Bersamaan dengan dirimu keluar dari bianglala, sepasang kekasih akan ganti memasuki kapsulmu, lalu tiga anak kecil bersama satu remaja mengisi kapsul setelahnya. Engkau sempat menatap mereka. Bocah-bocah berisik, membawa permen kapas setengah habis.



Bianglala adalah tempatmu terbangun setelah malam bertandang. Kau menghitung sudah sebanyak apa, tapi dua puluh jari-jarimu tidak cukup sebagai penanda. Terakhir yang kau ingat adalah tiga puluh lima—sudah lewat lima atau enam kali. Jadi kau tidak yakin.



Engkau sadar, hari-hari yang mengulang ini lama-lama membuatmu gila.



Semua sama saja. Bianglala. Bianglala. Bianglala. Kau masih memakai seragam tanpa dasi. Putih bersih sedikit basah karena sebelumnya kau sempat berenang di air mancur sekolah. Kau belum mandi selama lebih dari sebulan. Kau belum makan-makanan berat selain snack yang dijual di Taman Bermain.



Kau sudah lupa seperti apa wajah teman-teman sekelasmu. Kau sudah lupa seperti apa suara anggota satu klubmu. Kau sudah lupa apa saja lirik-lirik lagu unitmu. Kau tidak ingat jalan pulang. Kau tidak ingat daerah di luar Taman Bermain bagaimana bentukannya.



Kau capek.



Kau tidak tahan lagi.



Namun kau tidak bisa menyerah.



Kau tidak bisa berhenti.



Karena jika kau berhenti, lelaki di depanmu akan mati.



Dan kau terlalu mencintainya—yang memiliki jiwa begitu murni sampai-sampai kau terbakar—untuk membiarkannya kehilangan nyawa begitu muda.



Jadi kau bertahan. Berusaha menyembunyikan kegelisahan dalam hatimu. Karena bagimu, dia lebih penting.



Chiaki lebih penting.



Kau menerka apa saja yang mungkin terjadi nantinya. Hari pertama, Chiaki melindungimu dari seorang pengendara mobil mabuk ketika kalian hendak pulang. Hari berikutnya, ketika kau sedang kalut mengapa bisa Chiaki bernapas padahal kau ingat tubuhnya telah dingin—dia kembali tertabrak sebab tak ada yang berubah.



Hari kedelapan, kau dan Chiaki bertengkar hebat di puncak bianglala. Kalian saling memukul. Kau mencekik lehernya. Kau menangis. Kau mendengarnya berteriak panik. Sadar-sadar kalian sudah terjun bebas menabrak tanah. Kau terbangun lagi dalam kapsul yang sama tak sampai sedetik kemudian.



Bianglala ini sudah tua. Di hari keduabelas, kau menyadarinya, sehingga kau tak banyak berulah. Kau hanya diam. Kau tidak mengerti apa yang terjadi. Kau membiarkan Chiaki bicara tanpa henti, menggeser tempat duduknya menjadi sebelahan denganmu, lalu merangkulmu erat. Kau ingat air mata. Kau ingat hendak bercerita. Namun suaramu tak dapat keluar.



Pada hari kelimabelas, kau mencoba bunuh diri. Itu tidak berhasil. Kau masih muncul kembali di bianglala yang sama.



Kau bertekad menyelamatkan Chiaki sejak hari ketujuhbelas.



Bianglala terkutuk.



Akan terus mengekangmu. Sampai kau bisa keluar dari kutukan ini. Sampai Dewa menganggapmu pantas. Kau itu Pahlawan. Kau bisa.



Kau mencatat semua tempat-tempat berbahaya. Jangan berteduh di bawah pohon pukul tiga sore. Jangan masuk atraksi rumah cermin karena sebuah lampu akan jatuh. Jangan makan kudapan dari stan takoyaki. Jangan langsung keluar Taman Bermain setelah turun dari bianglala. Jangan masuk rumah hantu karena ia akan roboh. Jangan berkeliaran di area sekitar toilet karena akan ada pencuri membawa pisau menikam orang-orang.



Meskipun kau sadar kewarasanmu sudah berada di ambang batas, kau harus mampu, setidaknya agar melihat esok hari.



Lagipula,



Kau adalah seorang Dewa. Walau kau benci dipanggil begitu, kau harus menerima gelarmu saat ini. Dewa memiliki kekuatan absolut di atas para mortal sok berkuasa. Kau lebih kuat. Kau lebih jaya. Dan sebagai Dewa, kau pasti bisa menyelamatkan hidup satu manusia saja.



Benar, bukan? Kanata?



Kau



bisa



menyelamatkanku,



'kan?

Miscellany [Ensemble Stars]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang