Cakra itu romantis namun kadang terlalu overprotektif. Menikah dengan Cakra bagai sebuah cita-cita bagi Imel, namun apa mau di kata saat sebuah prahara tak terduga menimpa dan buatnya harus terpaksa menikah dengan Jovan, pria Misterius yang sulit I...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Malam hari pun datang, setelah di kejutkan dengan sangat elitnya akan kedatangan lima belas gaun pesanan mertua gue dari butik kenamaan, buah dari penolakan Jovan pada gaun pemberian Mertua gue tadi siang yang menurut dia terlalu terbuka di bagian belakang, kini gue harus dihadapkan dilema berat memilih gaun-gaun yang lain.
Dasar Jovan, pinter banget bikin orang pusing. Alhasil pada akhirnya gue menjatuhkan pilihan pada Dress berwarna soft silver berlengan untuk menutupi sisa luka di lengan gue namun cukup mengekpos bagian atas dada gue. Tentu dia sempat ngambek pada pilihan ini namun bukan Imel namanya kalau dengan mudah menuruti Jovankan. Mendapat penolakannya justru membuat gue kian girang, lagian juga emang dressnya secantik itu.
Waktunya datang ke pesta pun tiba. Setelah bercuap-cuap dan tertawa-tawa kecil bersama rombongan orang tua Jovan dan rekan bisnisnya.
Jovan ikut papanya masih dengan urusan bisnis, sedangkan gue di boyong mama Maya ke rombongan ibu-ibu sosialita yang bahan omongannya itu ga jauh-jauh dari arisan, tas luar negeri terbaru, perhiasan yang berkristal, emas lah, peraklah, berlian pokoknya apapun yang tengah hapening itu bikin gue cuma semakin pening.
Setelah beberapa saat menahan diri dalam obrolan yang ga selevel, gue pun memisahkan diri dengan sopan untuk mencari Jovan. Syukur-syukur dia mau gue ajak pulang duluan atau setidaknya gue mau ijin pulang sendirian gitu, karena sumpah gue masih merasa belum sembuh.
Di tempat seperti ini, saat para tamu prianya memakai jas formal kayak seragam bikin gue harus teliti untuk menemukan keberadaan Jovan.
Lelah mencari namun tak kunjung menemukan gue pun mendengus kesal, mengambil segelas minuman beraroma soda hingga tanpa sadar gue telah meneguk tiga gelas minuman barulah gue melihat kelebang Jovan tengah serius berdialog dengan para pemuda sebayanya.
Tak membuang waktu gue lekas berjalan menghampiri, Namun karena gue melangkah sembrono dan hanya memerhatikan Jovan di kejauhan bukan melihat jalan didepan maka tak heran jika gue berakhir tersandung dan menabrak punggung seseorang yang baiknya orang itu relfek menangkap tangan gue dan menyanggah tubuh belakang gue agar tak terjatuh.
Namun sialnya. Seolah takdir tengah coba membuat lelucon.
"Ah, maafkan saya. Saya tidak senga-Cakra...?"
Gue terkejut, begitu pun pria itu ia menatap gue penuh tanda tanya dan lekas membenarkan posisi gue untuk berdiri tegap.
"Kamu kok ada disini?" Tanya gue polos sangat menunjukan kebodohan gue yang dibalas Cakra dengan ulasan senyum menawan. "Kayaknya aku yang harus nanya itu ke kamu deh, yang. kenapa kamu bisa ada disisni? yang punya pesta sepupu aku..."