Cakra itu romantis namun kadang terlalu overprotektif. Menikah dengan Cakra bagai sebuah cita-cita bagi Imel, namun apa mau di kata saat sebuah prahara tak terduga menimpa dan buatnya harus terpaksa menikah dengan Jovan, pria Misterius yang sulit I...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jovan gila.
Bodohnya gue menghampiri Jovan yang tengah mode teler dengan begitu polosnya. Layaknya bebek yang masuk ke kandang singa, mana gue menduga Jovan akan menarik gue hingga ambruk ke sofa, lalu seolah dengan kesadarannya ia menindih tubuh ini.
Entah apapun yang sedang di fantasikan otaknya, Jovan tiba-tiba menciumi bibir gue membabi buta dengan tangan mulai menggerayangi tubuh bagian atas ini tanpa permisi.
Sepertinya Jovan mau unboxing gue.
Gila! Gue berontak sekuat tenaga tapi Jovan mencengkram kedua tangan gue kuat banget dengan hanya satu tangan.
Puncaknya saat Jovan menarik baju depan gue kasar sampai sobek dan reflek aja gue tendang vitalnya kuat-kuat. Setelah itu gue kabur dan mengunci pintu kamar rapat-rapat.
Dengan nafas tesenggal gue jatuh lunglai di atas lantai. Meratapi sisa perbuatan Jovan barusan pada baju dan kedua tangan gue yang telah memerah dengan beberapa ruam yang terlihat jelas akibat cengkraman Jovan yang ga manusiawi tadi.
Gue menangis. Hampir saja tragedi jilid dua terjadi dalam hidup gue, astagah...
Kenapa hidup gue gini banget sih! Biar di kata suami juga, kalau di unboxing sama Jovan itungannya pemerkosaan bagi gue yah!
¤¤][¤¤
Pagi harinya gue bangun kesiangan. Gegara baru bisa tidur hampir subuh tadi.
Gue keluar kamar sudah dalam keadaan rapi dan tinggal berangkat ngampus. Tapi sialnya gue harus bertemu dia di meja makan sebelum memulai hari normal ku kembali seperti biasa.
Sebisa mungkin gue mencoba abai padanya dan langsung pake sepatu di dekat pintu keluar, namun sebab ruang tamu dan dapur yang memang tak memiliki sekat, dari sini gue dapat merasakan jika Jovan terus memerhatikan gue dari meja makan.
Ahh, please jangan ngomong sama gue jangan ngomong sama gue. Jangan.
"Kenapa semalem pintu kamar nya kamu kunci, dek?" Yah, Jovan kadang memang sering nyeplos manggil gue 'dek' selain nama. Bawaan basa-basi dari kecil aja sih, kan gue adeknya bang Diyo.
Gue mendengus lelah sebab harapan gue untuk pergi dari rumah tanpa berbicara sepatah kata pun dengan Jovan baru musnah. Tetap membelakanginya gue pun menjawab singkat.
"Takut ada setan."
"Hah? Aku baru tahu kalau kamu takut yang begituan. " Balasnya dengan nada mengejek diujung kalimat, sebelum ia kembali melanjukan. "Eum... Bukanya hari ini kamu ga ada kelas pagi? Kok ga bilang sama aku kemaren, biar hari ini bisa aku anter."
Gue menghela nafas. Dan coba menatap dia baik-baik. Pria itu, Jovan tengah bertelanjang dada sembari mengoles selai pada roti dengan rambut basah tanda baru saja usai mandi.