🥤38. Hujan 🔞

182 24 1
                                    

"Aku dan Reno selalu memantau perkiraan Cuaca dan berusaha memastikan ketika cuaca ekstrem terjadi Jovan ada disekitar kami, sebab dengan begitu Jovan bisa teralihkan dari gejala phobianya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku dan Reno selalu memantau perkiraan Cuaca dan berusaha memastikan ketika cuaca ekstrem terjadi Jovan ada disekitar kami, sebab dengan begitu Jovan bisa teralihkan dari gejala phobianya. Karena saat dia sendiri... Kita ga tau apa yang bisa ia lakukan untuk menghadapi depresinya, Mel. Bisa aja dia ngelukain dirinya sendiri... Mel. Buruan temuin Jovan! Semakin lama intensitas hujan, Mental Jovan akan makin terpuruk Mel! Please... Tolong dia."



Duh, gila. Perasaan bersalah yang amat besar semakin bertambah berat seiring langkah gue yang kian mendekat ke apartemen kami. Gue turun dari taksi online dan buru-buru masuk ke lobi apartemen masih tetap coba menghubungi nomor Jovan yang sama sekali tak tersambung.

Dan setelah lari kesetanan di lobi lalu menaiki lift begitu tak tenang, Mendadak gue membeku saat tiba di depan pintu unit yang amat gue kenali ini, sejenak gue menenangkan diri coba kumpulkan nyali akan menghadapi Jovan dan amarahnya yang sudah menggunung entah sebesar apa.

Dan keadannya mungkin tengah jauh dari kata baik-baik saja.

Baru menapaki area rumah gue di paksa menahan napas melihat ruang tamu yang berantakan. Beberapa vas pecah dan sampahnya berserakan, bahkan kaca dinding ruang tamu telah pecah dengan bekas tangan yang memukulnya dan berdarah. Gue melepas mantel yang gue kenakan dan meletakannya asal dilantai. Gue beresin nanti aja.

Nafas gue kian tercekat memeriksa tiap arena rumah mencari keberadaan Jovan yang sebenarnya ada dimana sekarang,

"Ba-bang Jovan... Bang Jovan? " suara gue bergetar memanggil nama itu lalu beralih ke arah kamar tidur kami.

"Lo dirumah, Bang? Lo udah pulang... Kok ga ngabarin gue dari kemaren hah? Gue mana tahu kalau lo ga ngasih tahu!" monolog gue asal, bertingkah seolah biasa saja dan gue ga tau perihal phobia dia atau keadaannya yang riskan saat ini. Ia pasti ga ingin gue tahu perihal kondisinya itu...

Gue harap, jika gue bertingkah seperti Imel yang biasa... Jovan akan bertingkah santai menghadapi gue tuk lupakan Phobianya sejenak.

Bunyi petir baru menyambar. Gue segera menyalakan lampu agar tempat ini lebih terasa hangat. Lalu gue putuskan untuk berjalan ke arah kamar.

Pada gagang pintu kamar terdapat darah yang gue asumsikan berasal dari tangan Jovan yang memukul kaca di sana.

Langsung saja gue buka pintu itu dan benar saja... Jovan ada di sana, di tepi ranjang seorang pria tengah terduduk dan menangis dengan menutup telinga nya dengan kedua tangan.

Tubuh gue meremang. Susah payah gue kumpulan keberanian untuk mendekat.

"Bang... Jovan... Are you okay?"

Tak ada sahutan, gue pun mencondongkan tubuh dan menyentuh tangannya yang menutup telinga itu pelan. Barulah ia terkesiap dan memandang gue dengan mata berlinang air mata dan wajah yang tampak sangat berantakan. Hanya ada raut ketakutan disana.

Our Blue Sky : JOVAN (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang