Cakra itu romantis namun kadang terlalu overprotektif. Menikah dengan Cakra bagai sebuah cita-cita bagi Imel, namun apa mau di kata saat sebuah prahara tak terduga menimpa dan buatnya harus terpaksa menikah dengan Jovan, pria Misterius yang sulit I...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tak terasa pipi ini telah basah.
Otak gue seolah kehilangan kemampuan berfikirnya, blank... Benak gue belum bisa mencerna sempurna cerita panjang yang baru Jovan tuturkan.
Gue menyentuh dagunya, meminta wajah itu teralih menatap mata gue, ingin memastikan apakah gue akan menemukan kebohongan dari mata itu.
"Gimana bisa... Penyebab trauma lo selama ini ternyata... Gue?"
Jovan mengangguk pelan, balas menyentuh rahang gue dan mengelusnya lembut. "Iya... Kamu. "
Gue memukul dada pria itu reflek. "Ih kok twistnya gini banget ih! Gue kan jadi makin merasa bersalah sama lo, udahlah selama ini gue durhaka banget sama lo, Bang. Kayaknya permintaan maaf gue masih kurang banyak yah? "
Pria itu tersenyum simpul seraya menggelengkan kepala. "Aku udah ga mikirin itu semua, yang udah terjadi biarkan berlalu, kita jadiin pelajaran hidup aja, aku ga butuh kata maaf dari kamu lagi, Mel. "
"Tapi tetep aja gue bakal bilang ini, gue minta maaf... Buat keusilan gue di masa kecil dulu, sumpah gue ga pernah menduga akan memberi lo luka semengerikan itu, sampai phobia pada hujan? Sesuatu 'hal biasa' itu telah menjadi neraka lo selama bertahun-tahun... Gue ga bisa membayangkan itu semua... Maaf... Maafin gue, bang... " Gue mulai terisak seraya menggenggam tangan Jovan meminta pengampunan, pria itu tak berbicara apapun langsung merengkuh pundak gue dan memberi usapan lembut disana.
"It's okay... Sekarang phobia aku udah better dibanding dulu, Mel... Dan aku berencana makin serius jalani terapi buat menghilangkan phobia ini. Seperti yang kamu bilang, hujan adalah hal biasa... Yang pasti akan bisa aku takhlukan nanti... Im oke."
"Apa yang bisa gue lakukan buat membantu lo menghilangkan phobia itu? Gue akan nolong lu mengatasi ketakutan itu, bang! "
Kami saling berpandangan. Jovan terkekeh kecil sambil mengusap rambut gue gemas. "Beneran? "
Gue mengangguk, lalu pria itu melanjutkan. "Ajari aku berteman sama hujan, maka beban kamu itu akan hilang... "
Gue mengangguk sekali lagi. "Tentu! Gue akan sering-sering ajak lo mandi ujan! Bakal gue tunjukin ke elo kalau ga ada yang perlu ditakutkan dari ujan! Gue akan bantu lo sembuh! Gue janji! "
Hari berlalu, rumah tangga gue dan Jovan tengah berada di era terbaik yang pernah ada, tanpa gonjang ganjing atau cekcok serius, gue menghadiri kelas perkuliahan seperti biasa, Jovan tengah menanti hari sidang skripsinya tiba.
Minus Tanya, yang tanpa perlu gue hindari sesuai saran Jovan, gadis itu seolah ditelan bumi tak pernah muncul lagi di hadapan gue.
Tentu wajar bukan jika akhirnya gue diliputi kecurigaan apa mungkin sebenarnya Tanya sudah mengetahui hubungan gue dan Jovan lalu menjauhi kami?