🥤57. Cuma Tameng

43 7 0
                                    

"Gue mohon lo jaga rahasia ini dulu ya, Yo. Mungkin dalam dua hari gue bakal pulang dan bicara baik-baik ke orang tua gue perihal Raina. Selanjutnya gue bakal kabarin lo, karena mungkin nanti gue butuh bantuan dari lo, Yo."

Diyo menepuk pundak Jovan menguatkan, "Gue ngerti, Jov. Gue tunggu kabar dari lo. Kapanpun lo butuh bantuan, bilang aja. "

Jovan mengangguk "Thanks."

"Oh yah, Jov. Satu lagi... Mungkin ini terakhir kali gue meminta tolong hal sama ke elo. Tapi cuma lo yang bisa gue percaya, gue titip Imel. Setidaknya sampai kalian resmi berpisah, tolong tetap lindungin dia meski dari jauh. Meski gue mencoba percaya pada cowok pilihannya itu, gue ga mengenalnya sebaik gue mengenal lo, Jov. Jadi... "

"Santai, Yo... Ga perlu lo suruh pun gue bakal selalu ngawasin Imel dari jauh. Gue sama cemasnya kaya lo. Dan gue bakal jadi orang pertama yang merasa gagal jika sampai terjadi  hal buruk  yang menimpa dia. "

Diyo mengangguk sambil memicingkan mata. "Ngaku deh lo, elo suka sama Imel 'kan, Jov? Kenapa lo ga langsung ungkapin ke dia aja perasaan lo, biar dia berhenti bego dan  cerai-ceraian ini ga mesti ada segala?

Jovan terkekeh mendengarnya seraya mengangguk samar. " Gue udah, gue udah pernah konfes ke adek lo... Lebih dari sekali malah. Tapi yah gitu... Kaga peka-peka dia. "

"Cih, Imel-Imel... dari kecil gue emang udah ngerasa dia rada lola. Tapi gue ga nyangka dia bisa sebodoh itu sampai ga nyadar dan banyak syukur udah punya suami sekece ini. Adek gue, adek gue."


ooOoo

Imelda Pov

Gue tahu harusnya ga perlu mengulur waktu lebih lama lagi, namun entahlah. Gue ga sanggup mengucap kalimat 'keramat' yang dalam sekejab akan mengakhiri jalinan kasih gue dan Cakra.

Mungkin akan tampak seperti memilih jalan memutar, tapi ga ada salahnya jika gue mencoba hal ini.

Memberi tahu Riza, keinginan gue dan memintanya tuk kembali menjalin kasih dengan Cakra.  Setidaknya gue harus kembalikan semua ke posisi sejatinya sebelum pergi, bukan?

Riza adalah yang paling layak tuk bersanding dengan Cakra, bukannya gue.



Gue duduk gelisah di kursi sebuah cafe bertema outdoor tempat gue membuat janji temu dengan Riza.

Setelah setengah jam menanti, gue tak kunjung melihat tanda-tanda kehadiran wanita itu,  sejak awal gue memang sudah menduga jika Riza pasti ga akan berkenan menemui gue setelah buruknya beberapa pertemuan kami sebelumnya.

Sangat wajar jika Riza akan merasa tak punya kepentingan apapun dengan gue, si duri dalam kisah cintanya.




Gue pun kalau jadi Riza, bakal membenci cewek bernama Imelda ini sampai inti bumi, namun ternyata suudzon gue itu salah. Sebab disaat itulah Riza, wanita yang tengah gue nantikan akhirnya muncul dan langsung duduk tepat dihadapan gue.

"Apa yang mau kamu bicarakan denganku, Mel?"

Sebuah senyum canggung otomatis menyambut kehadirannya yang ga gue duga tiba bersama seorang pria asing.

Dia seorang pria bermata sipit dan berambut merah muda, dari pakaian dan gelagat feminimnya dia duduk dengan wajah judes menatap tak suka kearah gue.

Yah, Riza membawa teman  pasti sebab ia pasti merasa tak nyaman hanya berdua saja dengan gue.

Our Blue Sky : JOVAN (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang