13

316 57 9
                                    

Ruangan 202 Klinik Pandawa terasa begitu kosong meski ada banyak orang di dalam. Ada Paman dan Bibi Isaiah tengah duduk memandangi tubuh Amora, ada suster dan dokter yang berjaga dan memeriksa, ada Mark Chello yang juga datang untuk menguatkannya, dan kini ada Snow yang menatap dari kejauhan.

Bibi menghubungi kafe tempat Isaiah bekerja dan mengatakan pada Mark bahwa kondisi Amora sedang memburuk. Mark lalu menyampaikan pada Kepala Sekolah dan mereka segera memberitahu Isaiah. Mendengar itu, Snow lupa dengan kemurungannya dan ia bergegas menyambar tas miliknya dan milik Isaiah, mereka berlari keluar diantar kepala sekolah, menghentikan bis dan menunggu perjalanan ke klinik yang terasa sangat lama. Isaiah menangis di pundak Snow. Meski mereka belum menjadi teman dekat, Snow cukup tahu rasa takut Isaiah, jadi gadis itu menepuk pelan punggung Isaiah dan membelai lembut puncak kepalanya, menenangkan gadis itu.

Dokter mengatakan bahwa jantung kakaknya sebentar lagi tidak akan berfungsi dengan baik. Saraf-sarafnya sudah tidak bisa diperbaiki. Hanya tinggal menghitung waktu.

Informasi itu bagaikan petir menyambar di malam hari. Begitu menakutkan. Isaiah tak henti-hentinya menangis, menggenggam lengan Amora dan terus melafalkan banyak doa, mengecup sekilas kening kakaknya, dan terus ingin berada di sampingnya.

Mark mendekati Snow, "Ayo Snow, biarkan Isaiah menemani kakaknya."

***

Jaenuary sampai di Kota Pandawa setelah melewati penerbangan berjam-jam lamanya. Ia disambut oleh Papa dan Mama yang langsung memeluknya erat, mengatakan bahwa mereka bangga, dan sudah menyiapkan banyak makanan di rumah. Sore itu, mereka akhirnya tiba di rumah minimalis yang penuh dengan aroma lezat. Jaenuary mulai melahap makanan masakan Mama yang tidak ada duanya.

Mereka lalu saling melempar pertanyaan tentang pengalaman Jaenuary. Mama memeluknya lagi dan turut senang atas pencapaian anak mereka. Jaevano juga mengucapkan kebanggaannya dengan menepuk keras punggung Jaenuary. Mereka semua tertawa dan larut dalam kebahagiaan yang nyata.

Keesokan harinya, ia berniat mendatangi kafe, namun ada pemberitahuan bahwa kafe sedang tutup. Jaenuary menghubungi Mark untuk memberitahukan kepulangannya tetapi Mark tidak menjawab.

"Ck, pasti kamu sedang menikmati waktu dengan Snow, ya?" Anak laki-laki itu mengurungkan niatnya untuk menyapa Mark. Jaenuary kembali pulang dan hanya beristirahat.

Ketika sampai di kampus esoknya, ada banyak teman yang mengucapkan selamat atau menyapanya untuk turut mengapresiasi pencapaiannya atas juara pertama. Jaenuary menerima banyak cinta dari kawan dan dosen-dosennya. Jarang sekali mahasiswa dari kota yang tidak terlalu besar bisa memenangkan tempat pertama pada lomba yang diadakan tingkat nasional.

"Sekali lagi, Bapak ucapkan selamat untuk pencapaiannya, Ary, kamu sangat membanggakan Pandawa. Terus tingkatkan dan jangan patah semangat!" Pak Hendrick kemudian menutup perkuliahan dengan satu kuis yang harus dikumpulkan minggu depan. Mahasiswa akhirnya meninggalkan ruangan.

Salah seorang temannya mendekati Jaenuary, "Ary, beberapa waktu lalu, ketika kamu sedang di luar kota, ada seorang gadis yang terus datang menunggu dan menitipkan surat padamu. Aku letakkan surat itu di loker. Oh ya, selamat ya, kamu hebat."

"Surat? Baiklah, terimakasih, Helios."

Jaenuary langsung pergi dan menyambar lokernya. Setelah membuka kunci, ia dapat menemukan amplop hijau dengan satu lembar surat di dalamnya. Ia lalu membukanya.

Hi, Kak Janu.

Dari tulisan tanganku kamu pasti sudah bisa menebak. Ya, ini aku Snow. Si Putri Salju. Beberapa hari ini, aku selalu datang ke kampusmu. Menunggu kamu di kantin, di gazebo tempat kita biasa duduk, bahkan benar-benar menunggumu di tangga fakultas bahasa. Semua usahaku sia-sia. Kamu tidak pernah muncul di hadapanku. Atau memang, kamu berniat tidak menemuiku.

Aku tidak tahu pasti. Tapi yang jelas, maafkan aku ya, beberapa hari yang lalu. Seharusnya aku mengabari kamu atau mengajak kamu pergi denganku. Aku belum memberitahumu tentang Mark Chello. Waktu itu, aku menemaninya menemui kedua orang tuanya. Mark juga berkuliah di tempatmu, bahkan dia juga masuk di jurusan bahasa. Mungkin suatu saat, kalian bisa berkenalan dan menjadi teman.

Sekali lagi, aku minta maaf. Kalau kamu masih marah denganku, tidak apa-apa. Aku tidak bisa memaksamu untuk menemuiku. Baiklah, kalau memang kita tidak akan bertemu lagi, ijinkan aku mengucapkan terimakasih. Aku sudah menerima pemberian dari kamu, Kak. Terimakasih ya, akan aku jaga dengan baik buku-buku itu.

Salam,

Putri Salju.

***

Siang itu, Snow sudah tidak sabar untuk pergi ke klinik dan menemani Isaiah. Ketika ia sudah sampai di sana, ada Mark yang duduk di samping Isaiah dan menyuapi gadis itu. Snow mendekati mereka dan memberikan bungkusan berisi jajanan ringan.

"Hai, Snow. Pasti melelahkan ya, harus bolak-balik ke panti dan klinik? Maaf ya, aku merepotkan kalian," Isaiah mengucapkan terimakasih atas pemberian itu. Ia mengajak Snow untuk duduk di kursi. "Terimakasih, Mark, untuk selalu membantuku."

"Tidak apa-apa, Isaiah, aku mengerti."

Snow duduk di samping Mark, "Isaiah, kamu pucat sekali."

Isaiah tersenyum kecil, "Ya, aku belum makan sejak dua hari yang lalu."

Mereka akhirnya diam. Snow membantu Isaiah merapikan selimut dan menyisir rambut Amora. Wajah Amora benar-benar mirip dengan Giselle Isaiah. Snow melihat wajah itu begitu tenang, tidak kesakitan.

"Mark, boleh aku meminta bantuanmu? Aku belum datang ke rumah bibi. Dia pasti sibuk menyiapkan makanan dan membersihkan rumah. Tolong jenguk bibi dan paman, ya?" kata Isaiah beberapa jam setelah kedatangan Snow.

Mark melirik sahabatnya, dan Snow mengangguk yang berarti bahwa ia akan baik-baik saja. "Baiklah. Aku pamit. Oh ya, Snow, jika kamu sudah selesai menemani Isaiah, datang saja ke kafe. Aku pasti ada di sana setelah selesai membantu paman dan bibi."

"Baiklah."

"Terimakasih, Mark."

"Ya, Isaiah."

***

Jaenuary mengambil satu figura dengan foto Mark Chello merangkul Snow Kimmy dengan bahagia di sebuah taman bermain. Sepertinya bukan di Pandawa. Di kota lain. Anak laki-laki itu tersenyum kecut. Ia bisa melihat Snow yang sangat bahagia dirangkul oleh Mark.

Mark adalah sahabatku. Bagaimana bisa aku merebut kekasihnya?

Detik itu, suara lonceng kafe terdengar. Jaenuary dengan apron biru dongkernya kemudian keluar dari ruang kerja milik Mark dan menguncinya kembali. Ia berjalan melewati dapur dan betapa terkejutnya ia akan kedatangan pelanggan itu. Atau... gadis itu.

"K-Kak Janu?"

"Snow...?"

***

(Panji Julian adalah salah satu teman Jaenuary

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Panji Julian adalah salah satu teman Jaenuary. Dia belum muncul di buku ini, dan mungkin suatu saat akan muncul di karya-karyaku yang lain🙈)

Lagi suka dengerin lagu apa?

Jangan lupa vote & komen🖤

Jaenuary | Jaemin X WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang